Omnibus Law Ciptaker Dikhawatirkan Giring Petani Jadi Tenaga Kerja Upah Rendahan

Senin, 27 April 2020 - 15:09 WIB
loading...
Omnibus Law Ciptaker Dikhawatirkan Giring Petani Jadi Tenaga Kerja Upah Rendahan
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) lebih mengedepankan kepentingan investor sehingga akan membuat petani menjadi buruh di industri. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) lebih mengedepankan kepentingan investor. Ini akan membuat petani menjadi buruh di industri yang dikembangkan perusahaan besar.

Dalam surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), KPA menyebut petani dan masyarakat ada dikondisikan tak punya pilihan selain melepaskan tanahnya demi proyek-proyek investasi skala besar.

"Kemudian digiring untuk menjadi tenaga kerja upah rendahan di perkebunan, industri kehutanan, pertambangan, bandara, pariwisata, perhotelan, resort dan sebagainya. Ironisnya, mereka menjadi tenaga kerja di atas tanah-tanah yang dulu adalah milik keluarga mereka,” tutur Sekjen KPA Dewi Kartika dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (27/04/2020).

Dewi mengatakan rancangan undang-undang (RUU) Ciptaker sangat jelas melibas pertanian-peternakan rakyat, menghilangkan desa, dan kampung-kampung adat. RUU ini berorientasi pada kemudahaan untuk perusahaan sekala besar di seluruh sektor agraria. Akhirnya mengabaikan keselamatan dan pemenuhan hak-hak rakyat atas sumber-sumber agraria.

Menurutnya hal itu seharusnya dijamin oleh negara. Saat ini saja terang dia, petani banyak berkonflik dengan perusahaan perkebunan negara, swasta, perusahaan kehutanan negara, izin tambang, proyek infrastruktur, dan pariwisata premium.

KPA menilai untuk mendatangkan investor bukan memberikan karpet merah seperti yang ada dalam RUU. Menurut Dewi, investor enggan membenamkan dananya di Indonesia karena rumitnya perizinan. Bukan karena sulit mendapatkan tanah atau jangka waktu hak atas tanah yang kurang lama.

“Tapi karena birokrasi yang korup. Berdasarkan kajian Kementerian Keuangan tahun 2019, korupsi merupakan faktor penyebab rendahnya investasi di Indonesia. Termasuk korupsi agraria dan SDA,” ungkapnya.

Dewi mengatakan petani, nelayan, dan peternak itu investor berharga bagi bangsa Indonesia. Dengan memperkuat dan menjamin keberadaan mereka, maka bisa menekan impor pangan. Sambung dia menekankan, mereka malah bisa menjadi tulang punggung untuk ekspor pangan lokal ke negara lain.

Lapangan kerja di Indonesia bukan hanya menempatkan manusia untuk diperas tenaganya dengan dijadikan buruh. Lapangan pekerjaan itu harus memanusiakan dengan menguatkan sentra-sentra produksi pertanian, perkebunan, dan peternakan rakyat.

KPA mendesak pemerintah hadir untuk menjadikan rakyat sebagai aktor utama dalam pembangunan. “Kita bukan bangsa yang akan menghamba pada keinginan investor yang bersifat lapar tanah,” pungkasnya.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1662 seconds (0.1#10.140)