Diterjang Krisis, Pasar Properti China Terancam Ambruk
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pasar properti China sangat terdampak krisis ekonomi yang melanda negara itu, sebab properti penyumbang seperempat dari total PDB. Financial Times, media bisnis Inggris, melaporkan bahwa salah satu investor properti menjadi korban dari kondisi krisis keuangan China.
Melansir laman tersebut, Rabu (5/10/2022) diceritakan, Lucy Wang, yang saat itu menjadi salah satu pembeli unit apartemen di Kota Utara Zhengzhou sudah memberikan uang muka sebesar USD34.839 atau Rp522 juta (kurs Rp15.000).
Wanita yang dipanggil Wang itu mengatakan, pada awalnya proses pembangunan berjalan tidak ada masalah. Hingga akhirnya progres tersebut terhenti karena satu dan lain hal. Otoritas perumahan setempat mengabarkan bahwa uang yang telah disetorkan Wang sudah disalahgunakan oleh pengembang.
Pada bulan Juli lalu, harapan Wang pun mati untuk bisa memiliki hunian. Biro perumahan setempat memberi tahu dia dan pembeli lain bahwa uang mereka telah disalahgunakan. "Saya telah kehilangan kepercayaan pada pengembang. Ini telah menghancurkan hidupku," ucapnya.
Mekanisme pembelian properti di China dimulai dari menyerahkan uang muka biasanya 30% dari nilai apartemen. Selanjutnya akan mulai membayar angsuran hipotek bulanan agar pengembang bisa membangun. Jika semuanya berhasil, pembeli akan menerima unit apartemen baru pada tanggal tertentu.
Logan Wright, mitra konsultan Rhodium Group yang berbasis di Hong Kong, menyebut situasi ini menunjukkan krisis keuangan gerak lambat dan pelan-pelan sektor properti akan hancur.
Krisis properti China mulai terlihat jelas dengan adanya kasusnya tersebut. Penjualan apartemen merosot, di samping utang pengembangan yang menumpuk sehinggga memantik krisis keuangan yang ada di tingkat daerah.
Selanjutnya lembaga pembiayaan pemerintah daerah (LGFV) juga kehabisan dana bahkan berada di ambang default. Kondisi yang belum pernah dialami sebelumnya karena pemerintah daerah sejak lama bergantung pada penjualan tanah ke pengembang properti untuk menyeimbangkan pembukuan mereka.
Situasi yang dialami Wang ini menjadi gambaran bagaimana kondisi ekonomi dan pasar properti China yang sedang goyang akibat ulah pengembangan. Situasi sulit yang menimpa Wang dan pembeli hunian lainnya di China membuktikan adanya biang kerok pasar properti.
Melansir laman tersebut, Rabu (5/10/2022) diceritakan, Lucy Wang, yang saat itu menjadi salah satu pembeli unit apartemen di Kota Utara Zhengzhou sudah memberikan uang muka sebesar USD34.839 atau Rp522 juta (kurs Rp15.000).
Wanita yang dipanggil Wang itu mengatakan, pada awalnya proses pembangunan berjalan tidak ada masalah. Hingga akhirnya progres tersebut terhenti karena satu dan lain hal. Otoritas perumahan setempat mengabarkan bahwa uang yang telah disetorkan Wang sudah disalahgunakan oleh pengembang.
Pada bulan Juli lalu, harapan Wang pun mati untuk bisa memiliki hunian. Biro perumahan setempat memberi tahu dia dan pembeli lain bahwa uang mereka telah disalahgunakan. "Saya telah kehilangan kepercayaan pada pengembang. Ini telah menghancurkan hidupku," ucapnya.
Mekanisme pembelian properti di China dimulai dari menyerahkan uang muka biasanya 30% dari nilai apartemen. Selanjutnya akan mulai membayar angsuran hipotek bulanan agar pengembang bisa membangun. Jika semuanya berhasil, pembeli akan menerima unit apartemen baru pada tanggal tertentu.
Logan Wright, mitra konsultan Rhodium Group yang berbasis di Hong Kong, menyebut situasi ini menunjukkan krisis keuangan gerak lambat dan pelan-pelan sektor properti akan hancur.
Krisis properti China mulai terlihat jelas dengan adanya kasusnya tersebut. Penjualan apartemen merosot, di samping utang pengembangan yang menumpuk sehinggga memantik krisis keuangan yang ada di tingkat daerah.
Selanjutnya lembaga pembiayaan pemerintah daerah (LGFV) juga kehabisan dana bahkan berada di ambang default. Kondisi yang belum pernah dialami sebelumnya karena pemerintah daerah sejak lama bergantung pada penjualan tanah ke pengembang properti untuk menyeimbangkan pembukuan mereka.
Situasi yang dialami Wang ini menjadi gambaran bagaimana kondisi ekonomi dan pasar properti China yang sedang goyang akibat ulah pengembangan. Situasi sulit yang menimpa Wang dan pembeli hunian lainnya di China membuktikan adanya biang kerok pasar properti.
(uka)