Pembangunan PLTU Baru Dilarang, Pengusaha Batu Bara Fokus Pasok Kebutuhan Industri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengusaha batu bara menghargai keputusan pemerintah melarang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru berbasis batu bara.
Selain menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahun 2030, Peraturan Presiden No 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik juga diharapkan mampu menarik investasi hijau.
Terkait tersebut, Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) menyatakan akan mematuhi Peraturan Presiden (Perpres) No.112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan, pihaknya bersama pemasok batu bara lainnya telah memahami penggunaan batu bara akan semakin berkurang seiring dengan komitmen pemerintah menuju net zero emission (NZE).
“Kami dari pelaku usaha tentu saja mematuhi Perpres tersebut yang mengatur pembatasan PLTU batu bara untuk jangka panjang. Pada saat PLTU akan berkurang, produksi batu bara kami juga diperkirakan akan semakin berkurang,” ujarnya di Jakarta, dikutip Minggu (9/10/2022).
Di sisi lain, menurut Hendra pemanfaatan batu bara dalam negeri bukan hanya untuk PLTU melainkan juga industri. "Pemanfaatan batu bara domestik untuk industri sejauh ini masih diperbolehkan,” tambahnya.
Dia menuturkan, hingga saat ini industri non-kelistrikan, seperti tekstil, masih mengandalkan batu bara sebagai sumber energi yang paling diandalkan.
Adapun, melalui Perpres EBT juga menandakan semakin mantapnya arah kebijakan percepatan pengakhiran masa operasional pembangkit listrik batu bara atau PLTU di Indonesia.
Untuk diketahui, pemerintah telah melarang pembangunan PLTU baru, kecuali untuk PLTU yang terintegrasi dengan industri yang dibangun berorientasi untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam, seperti smelter, atau yang termasuk dalam proyek strategis nasional (PSN). Pengembangan PLTU baru ini juga dibatasi masa operasinya paling lama sampai dengan 2050.
"Pembatasan PLTU bersifat jangka panjang, pada saat nanti PLTU berkurang produksi batu bara juga akan berkurang. Saya kira pemerintah sudah mempertimbangkan semuanya,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai Perpres tersebut bersifat positif dalam memajukan energi terbarukan. “Sekarang tinggal pelaksanaannya oleh PT PLN,” ujarnya.
Melalui Perpres itu pula menurut Fabby akan memberikan dukungan pada energi terbarukan dengan ketentuan untuk pensiun dini PLTU, mengatur harga energi terbarukan, serta insentif.
Sebelumnya, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa keluarnya regulasi tersebut menandai dimulainya era pembangunan pembangkit listrik rendah emisi dan ramah lingkungan sekaligus pelarangan pembangunan PLTU baru. Meski begitu, dia memastikan kebijakan itu tidak akan mengganggu pembangkit-pembangkit yang sudah berjalan.
"Dengan teknologi yang kita pahami saat ini, PLTU yang menggunakan batu bara merupakan pembangkit listrik yang menghasilkan emisi, maka kita setop untuk pembangunan pembangkit baru, tetapi perekonomian tidak boleh terganggu dengan upaya-upaya ini," tandasnya.
Selain menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahun 2030, Peraturan Presiden No 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik juga diharapkan mampu menarik investasi hijau.
Terkait tersebut, Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) menyatakan akan mematuhi Peraturan Presiden (Perpres) No.112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan, pihaknya bersama pemasok batu bara lainnya telah memahami penggunaan batu bara akan semakin berkurang seiring dengan komitmen pemerintah menuju net zero emission (NZE).
“Kami dari pelaku usaha tentu saja mematuhi Perpres tersebut yang mengatur pembatasan PLTU batu bara untuk jangka panjang. Pada saat PLTU akan berkurang, produksi batu bara kami juga diperkirakan akan semakin berkurang,” ujarnya di Jakarta, dikutip Minggu (9/10/2022).
Di sisi lain, menurut Hendra pemanfaatan batu bara dalam negeri bukan hanya untuk PLTU melainkan juga industri. "Pemanfaatan batu bara domestik untuk industri sejauh ini masih diperbolehkan,” tambahnya.
Dia menuturkan, hingga saat ini industri non-kelistrikan, seperti tekstil, masih mengandalkan batu bara sebagai sumber energi yang paling diandalkan.
Adapun, melalui Perpres EBT juga menandakan semakin mantapnya arah kebijakan percepatan pengakhiran masa operasional pembangkit listrik batu bara atau PLTU di Indonesia.
Untuk diketahui, pemerintah telah melarang pembangunan PLTU baru, kecuali untuk PLTU yang terintegrasi dengan industri yang dibangun berorientasi untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam, seperti smelter, atau yang termasuk dalam proyek strategis nasional (PSN). Pengembangan PLTU baru ini juga dibatasi masa operasinya paling lama sampai dengan 2050.
"Pembatasan PLTU bersifat jangka panjang, pada saat nanti PLTU berkurang produksi batu bara juga akan berkurang. Saya kira pemerintah sudah mempertimbangkan semuanya,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai Perpres tersebut bersifat positif dalam memajukan energi terbarukan. “Sekarang tinggal pelaksanaannya oleh PT PLN,” ujarnya.
Melalui Perpres itu pula menurut Fabby akan memberikan dukungan pada energi terbarukan dengan ketentuan untuk pensiun dini PLTU, mengatur harga energi terbarukan, serta insentif.
Sebelumnya, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa keluarnya regulasi tersebut menandai dimulainya era pembangunan pembangkit listrik rendah emisi dan ramah lingkungan sekaligus pelarangan pembangunan PLTU baru. Meski begitu, dia memastikan kebijakan itu tidak akan mengganggu pembangkit-pembangkit yang sudah berjalan.
"Dengan teknologi yang kita pahami saat ini, PLTU yang menggunakan batu bara merupakan pembangkit listrik yang menghasilkan emisi, maka kita setop untuk pembangunan pembangkit baru, tetapi perekonomian tidak boleh terganggu dengan upaya-upaya ini," tandasnya.
(ind)