3 Penyebab Inflasi Global Saat Ini, Nomor 2 Paling Banyak Disebut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Inflasi menjadi fokus dunia saat ini. Gara-gara inflasi stabilitas ekonomi bahkan politik sebuah negara bisa terganggu.
Bayangkan jika harga makanan pokok melesat tinggi sehingga banyak masyarakat, terutama kalangan bawah, tak akan mampu membeli. Kalau sudah seperti itu, maka bisa mengganggu stabilitas keamanan.
Inflasi juga bisa mengganggu sektor keuangan. Inflasi yang tinggi akan membuat bank sentral menaikkan suku bunganya, yang kemudian diikuti oleh perbankan dengan menaikkan bunga kredit. Bunga kredit yang naik atau semakin tinggi bisa menggangu kemampuan nasabah mencicil utangnya sehingga bisa menimbulkan kredit macet, bahkan membuat bank kolaps.
Secara sederhana, inflasi adalah kenaikan harga jasa dan barang yang terjadi secara terus-menerus sehingga menyebabkan nilai mata uang dan tingkat beli masyarakat semakin menurun dari waktu ke waktu.
Inflasi dapat dikatakan masih tahap ringan apabila persentasenya hanya mencapai 10%. Sementara untuk tingkat inflasi sedang mencapai 10 hingga 30 persen dan yang terberat pada 30 hingga 100% setiap tahun. Apabila inflasi sudah melewati 100% maka disebut hiperinflasi.
Saat ini inflasi tengah melanda sejumlah negara. Turki misalnya, yang didera inflasi hingga 83,45% per September 2022. Angka itu tertinggi sejak 24 tahun terakhir. Amerika juga tak luput dari terjangan inflasi, yang sempat berada di atas 8% meski saat ini sudah turun ke 7,7%.
Di negara-negara dunia ketiga, inflasi malah lebih tinggi lagi, bisa melebihi 100%. Lebanon, Sudan, Zimbabwe, Venezuela, dan Suriah adalah negara-negara yang mengalami inflasi di atas 100%, bahkan ada yang menyentuh 200% (Lebanon).
Banyak penyebab inflasi yang terjadi di dunia, namun saat ini perang Rusia dan Ukraina menjadi paling banyak disebut sebagai penyebab inflasi. Dikutip dari berbagai sumber, berikut sebagian penyebab inflasi yang terjadi di dunia.
1. Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 yang terjadi beberapa tahun silam di seluruh dunia menyebabkan banyak negara melakukan penguncian (lockdown), yang berakibat pengurangan aktivitas pekerjaan produksi. Setelah pandemi mereda dan negara-negara mulai terbuka, terjadi lonjakan permintaan barang. Sayangnya, tingginya permintaan tak bisa diimbangi oleh pasokan barang karena belum normalnya produksi akibat pandemi.
2. Konflik Rusia dan Ukraina
Konflik Rusia dan Ukraina sejak februari 2022 lalu ikut menjadi penyebab terjadinya inflasi global. Perang tersebut membuat harga energi, terutama gas, yang sangat dibutuhkan untuk industri menjadi tinggi. Ditambah lagi, pasokannya yang tersendat karena sanksi ekonomi yang dijatuhkan Rusia.
Perang Rusia dan Ukraina yang mengakibatkan krisis pasokan gas membuat sejumlah harga komoditas menjadi naik, seperti batu bara. Kenaikan harga komoditas itu akhirnya merembet ke sektor yang lain.
3. Kenaikan harga minyak dunia
Buat negara net importir minyak, harga emas cair itu memang kerap menjadi langganan penyebab inflasi, termasuk Indonesia. Pasalnya, bahan bakar minyak masih menjadi darah bagi perekonomian sejumlah negara, terutama untuk distribusi barang dan orang. Kenaikan harga BBM akan membuat ongkos logistik dan angkutan naik sehingga harga barang-barang juga terkerek.
Ni Made Susilawati
Bayangkan jika harga makanan pokok melesat tinggi sehingga banyak masyarakat, terutama kalangan bawah, tak akan mampu membeli. Kalau sudah seperti itu, maka bisa mengganggu stabilitas keamanan.
Inflasi juga bisa mengganggu sektor keuangan. Inflasi yang tinggi akan membuat bank sentral menaikkan suku bunganya, yang kemudian diikuti oleh perbankan dengan menaikkan bunga kredit. Bunga kredit yang naik atau semakin tinggi bisa menggangu kemampuan nasabah mencicil utangnya sehingga bisa menimbulkan kredit macet, bahkan membuat bank kolaps.
Secara sederhana, inflasi adalah kenaikan harga jasa dan barang yang terjadi secara terus-menerus sehingga menyebabkan nilai mata uang dan tingkat beli masyarakat semakin menurun dari waktu ke waktu.
Inflasi dapat dikatakan masih tahap ringan apabila persentasenya hanya mencapai 10%. Sementara untuk tingkat inflasi sedang mencapai 10 hingga 30 persen dan yang terberat pada 30 hingga 100% setiap tahun. Apabila inflasi sudah melewati 100% maka disebut hiperinflasi.
Saat ini inflasi tengah melanda sejumlah negara. Turki misalnya, yang didera inflasi hingga 83,45% per September 2022. Angka itu tertinggi sejak 24 tahun terakhir. Amerika juga tak luput dari terjangan inflasi, yang sempat berada di atas 8% meski saat ini sudah turun ke 7,7%.
Di negara-negara dunia ketiga, inflasi malah lebih tinggi lagi, bisa melebihi 100%. Lebanon, Sudan, Zimbabwe, Venezuela, dan Suriah adalah negara-negara yang mengalami inflasi di atas 100%, bahkan ada yang menyentuh 200% (Lebanon).
Banyak penyebab inflasi yang terjadi di dunia, namun saat ini perang Rusia dan Ukraina menjadi paling banyak disebut sebagai penyebab inflasi. Dikutip dari berbagai sumber, berikut sebagian penyebab inflasi yang terjadi di dunia.
1. Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 yang terjadi beberapa tahun silam di seluruh dunia menyebabkan banyak negara melakukan penguncian (lockdown), yang berakibat pengurangan aktivitas pekerjaan produksi. Setelah pandemi mereda dan negara-negara mulai terbuka, terjadi lonjakan permintaan barang. Sayangnya, tingginya permintaan tak bisa diimbangi oleh pasokan barang karena belum normalnya produksi akibat pandemi.
2. Konflik Rusia dan Ukraina
Konflik Rusia dan Ukraina sejak februari 2022 lalu ikut menjadi penyebab terjadinya inflasi global. Perang tersebut membuat harga energi, terutama gas, yang sangat dibutuhkan untuk industri menjadi tinggi. Ditambah lagi, pasokannya yang tersendat karena sanksi ekonomi yang dijatuhkan Rusia.
Perang Rusia dan Ukraina yang mengakibatkan krisis pasokan gas membuat sejumlah harga komoditas menjadi naik, seperti batu bara. Kenaikan harga komoditas itu akhirnya merembet ke sektor yang lain.
3. Kenaikan harga minyak dunia
Buat negara net importir minyak, harga emas cair itu memang kerap menjadi langganan penyebab inflasi, termasuk Indonesia. Pasalnya, bahan bakar minyak masih menjadi darah bagi perekonomian sejumlah negara, terutama untuk distribusi barang dan orang. Kenaikan harga BBM akan membuat ongkos logistik dan angkutan naik sehingga harga barang-barang juga terkerek.
Ni Made Susilawati
(uka)