Kehilangan Pasokan Gas Rusia Memaksa Jerman Merogoh Kocek Rp 7.258 Triliun
loading...
A
A
A
"Ekonomi Jerman sekarang berada dalam fase yang sangat kritis karena masa depan pasokan energi lebih tidak pasti dari sebelumnya," kata Stefan Kooths, wakil presiden dan direktur penelitian siklus bisnis dan pertumbuhan di Kiel Institute for the World Economy.
"Di mana posisi ekonomi Jerman? Kalau kita lihat inflasi harga, demamnya tinggi," bebernya.
Soal penghitungan uang yang diperkirakan Reuters, hal itu merujuk pada data kementerian keuangan Jerman di situs webnya. Kementerian ekonomi, yang bertanggung jawab atas keamanan energi, mengatakan, pihaknya terus bekerja untuk mendiversifikasi pasokan.
Ditambahka juga bahwa LNG dan terminal yang diperlukan untuk mengimpornya adalah bagian penting dari hal itu. Ketahanan yang lebih mahal memang akan menyakitkan bagi ekonomi yang sudah diperkirakan akan menyusut paling banyak di antara negara-negara G7 tahun depan, menurut Dana Moneter Internasional (IMF).
Tagihan impor energi Jerman diproyeksi bakal tumbuh sebesar 124 miliar euro tahun ini dan berikutnya naik dari pertumbuhan 7 miliar untuk tahun 2020 dan 2021, menurut data yang diberikan oleh Kiel Institute. Kondisi ini menghadirkan tantangan besar bagi industri dengan kebutuhan energi intens di negara itu.
Sektor bahan kimia di Jerman menjadi yang paling terpapar dari kenaikan biaya listrik, hingga diperkirakan mempengaruhi produksi yang akan turun 8,5% pada tahun 2022, menurut asosiasi industri VCI. Mereka juga memperingatkan, terjadinya "kerusakan struktural besar dalam lanskap industri Jerman".
Mendekati Pengeluaran Covid
Dana sebesar 440 miliar euro atau setara Rp7.258 triliun (Kurs Rp 16.496 per euro) yang dialokasikan untuk memerangi krisis energi sudah mendekati sekitar 480 miliar euro yang menurut IW telah dihabiskan Jerman sejak 2020 untuk melindungi ekonominya dari dampak pandemi COVID-19.
Uang itu termasuk empat paket bantuan senilai 295 miliar euro, termasuk bailout 51,5 miliar euro dari perusahaan listrik Uniper (UN01.DE) dan paket penyelamatan 14 miliar untuk Sefe, yang sebelumnya dikenal sebagai Gazprom Germania.
Lalu likuiditas hingga 100 miliar untuk utilitas agar mengamankan penjualan mereka dari default; dan sekitar 10 miliar untuk infrastruktur dalam menopang impor LNG.
"Di mana posisi ekonomi Jerman? Kalau kita lihat inflasi harga, demamnya tinggi," bebernya.
Soal penghitungan uang yang diperkirakan Reuters, hal itu merujuk pada data kementerian keuangan Jerman di situs webnya. Kementerian ekonomi, yang bertanggung jawab atas keamanan energi, mengatakan, pihaknya terus bekerja untuk mendiversifikasi pasokan.
Ditambahka juga bahwa LNG dan terminal yang diperlukan untuk mengimpornya adalah bagian penting dari hal itu. Ketahanan yang lebih mahal memang akan menyakitkan bagi ekonomi yang sudah diperkirakan akan menyusut paling banyak di antara negara-negara G7 tahun depan, menurut Dana Moneter Internasional (IMF).
Tagihan impor energi Jerman diproyeksi bakal tumbuh sebesar 124 miliar euro tahun ini dan berikutnya naik dari pertumbuhan 7 miliar untuk tahun 2020 dan 2021, menurut data yang diberikan oleh Kiel Institute. Kondisi ini menghadirkan tantangan besar bagi industri dengan kebutuhan energi intens di negara itu.
Sektor bahan kimia di Jerman menjadi yang paling terpapar dari kenaikan biaya listrik, hingga diperkirakan mempengaruhi produksi yang akan turun 8,5% pada tahun 2022, menurut asosiasi industri VCI. Mereka juga memperingatkan, terjadinya "kerusakan struktural besar dalam lanskap industri Jerman".
Mendekati Pengeluaran Covid
Dana sebesar 440 miliar euro atau setara Rp7.258 triliun (Kurs Rp 16.496 per euro) yang dialokasikan untuk memerangi krisis energi sudah mendekati sekitar 480 miliar euro yang menurut IW telah dihabiskan Jerman sejak 2020 untuk melindungi ekonominya dari dampak pandemi COVID-19.
Uang itu termasuk empat paket bantuan senilai 295 miliar euro, termasuk bailout 51,5 miliar euro dari perusahaan listrik Uniper (UN01.DE) dan paket penyelamatan 14 miliar untuk Sefe, yang sebelumnya dikenal sebagai Gazprom Germania.
Lalu likuiditas hingga 100 miliar untuk utilitas agar mengamankan penjualan mereka dari default; dan sekitar 10 miliar untuk infrastruktur dalam menopang impor LNG.