Myanmar Waspadai Jebakan Utang China

Kamis, 05 Juli 2018 - 05:51 WIB
Myanmar Waspadai Jebakan Utang China
Myanmar Waspadai Jebakan Utang China
A A A
NAYPYITAW - Menteri Perencanaan dan Keuangan Myanmar Soe Win mengatakan negaranya akan berusaha mengurangi skala proyek zona ekonomi khusus yang dipimpin Republik Rakyat China di negara bagian barat Rakhine.

Melansir dari Nikkei Asian Review, Kamis (5/7/2018), Menteri Soe Win menekankan pentingnya bagi Myanmar untuk mewaspadai jebakan utang China. Hal ini mengaca dari pengalaman negara Sri Lanka.

Tahun lalu, Sri Lanka terpaksa menyerahkan hak pengelolaan pelabuhan kepada perusahaan-perusahaan China karena mereka tidak sanggup membayar utang ke China, yang telah membiayai pembangunan pelabuhan. "Sebuah pelajaran dari negara tetangga kami, bahwa investasi yang berlebihan kadang-kadang tidak baik," ujarnya kepada Nikkei.

China sendiri berencana membangun zona khusus di Kyaukpyu yang menghadap ke Samudera Hindia dengan biaya USD10 miliar atau setara Rp143,50 triliun (estimasi kurs Rp14.350 per USD). Proyek ini akan menjadikan kota tersebut sebagai titik penting dalam proyek One Belt One Road yang diinisiasi China.

Tahun 2015, sebuah konsorsium yang dipimpin oleh perusahaan investasi asal China, Citic Group memenangkan hak untuk mengembangkan zona tersebut. Mereka lantas membangun jaringan pipa minyak dan gas yang kemudian dialirkan ke provinsi Yunnan di China.

Cetak biru pembangunan lainnya adalah menjadikan pelabuhan terbesar di Myanmar untuk menampung kapal kargo besar, dengan area industri sekitar 1.000 hektare di dekatnya. Karena Kyaukpyu jauh dari kota terbesar di Myanmar, Yangon, maka pengiriman logistik ke Myanmar diragukan bisa dilakukan dengan baik.

"Hal utama yang harus dilakukan Myanmar adalah meningkatkan pendapatan negara. Sehingga pada akhirnya, kita mungkin bisa membayar semua utang terkait proyek-proyek tersebut," ujar Soe Win.

Untuk waktu dekat, Soe Win mengatakan Myanmar ingin meninjau kembali beberapa proyek China di negaranya. "Kami harus memotong semua biaya yang tidak perlu. Semakin besar proyek maka semakin besar tanggung jawab untuk membayar kembali," cetusnya.

Saat ini, Myanmar, kata Soe Win, ingin melakukan negosiasi ulang terkait proyek-proyek China di negaranya. "Saya pikir China akan menerima alasan kami karena mereka juga mempertimbangkan kepentingan kedua belah pihak".

Utang luar negeri Myanmar pada akhir 2017 mencapai USD9,6 miliar atau setara Rp137,75 triliun. Dari jumlah tersebut, 40% utang berasal dari China. Soe Win mengakui bahwa 40% utang luar negara dari satu negara bukan sesuatu yang harus dianjurkan.

Myanmar pun semakin khawatir tentang membengkaknya utang dari China. Pada Desember tahun lalu, Konselor Negara (setingkat perdana menteri) Aung San Suu Kyi dan Presiden RRC Xi Jinping sepakat menciptakan koridor ekonomi China-Myanmar yang akan mencakup infrastruktur dan jaringan kereta api. Namun proyek itu akan menempatkan Myanmar lebih jauh dalam utang China.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8453 seconds (0.1#10.140)