Belum Clear, Ekspor Baja RI ke AS Tetap Kena Kenaikan Tarif

Kamis, 26 Juli 2018 - 12:40 WIB
Belum Clear, Ekspor Baja RI ke AS Tetap Kena Kenaikan Tarif
Belum Clear, Ekspor Baja RI ke AS Tetap Kena Kenaikan Tarif
A A A
JAKARTA - Pertemuan antara Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita dan Mendag Amerika Serikat (AS) Wilbur Ross, Selasa (24/7) di Kantor Kementerian Perdagangan AS, Washington DC, belum membuahkan hasil seperti yang diinginkan. Mendag melakukan kunjungan kerja ke AS demi menjaga kepentingan ekspor Indonesia ke Negara Paman Sam tersebut.

Pasalnya, Presiden AS Donald Trump pada 18 Maret 2018 lalu menandatangani pengenaan tarif impor sebesar 25% untuk produk baja dan 10% untuk produk aluminium yang masuk ke negara tersebut.

Tercatat, ekspor produk besi baja Indonesia ke AS pada 2017 sebesar USD112,7 juta. Sementara ekspor aluminium tahun 2017 ke AS tercatat sebesar USD212 juta. Ekspor tersebut berkontribusi terhadap 50% ekspor aluminium Indonesia ke dunia.

Selain itu, AS juga meninjau ulang penerima program Generalized System of Preferences (GSP), atau kebijakan pembebasan tarif bea masuk terhadap impor barang-barang tertentu dari negara-negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara penerima fasilitas tersebut. Di tahun 2017, produk Indonesia yang menggunakan skema GSP l bernilai USD1,9 miliar.

Dalam pertemuan tersebut, Mendag Enggar meminta dukungan penuh dari Menteri Ross agar Indonesia tetap mendapatkan fasilitas GSP. Mendag Enggar juga meminta dukungan Ross agar Pemerintah AS mengecualikan Indonesia dari pemberlakuan kenaikan tarif impor produk baja dan aluminium.

"Produk besi baja dan aluminium dari Indonesia bukanlah pesaing produk lokal di AS. Besi baja dan aluminium produksi Indonesia berbeda dengan yang diproduksi di AS dan pangsa pasarnya berbeda," kata Mendag Enggar dalam siaran pers, Kamis (26/7/2018).

Mengutip siaran pers tersebut, menanggapi permintaan Indonesia agar dikecualikan dari pengenaan tarif impor produk-produk baja dan aluminium, Menteri Ross hanya menyatakan bahwa pertimbangan positif akan diberikan jika produk Indonesia spesifik dan tidak diproduksi oleh industri dalam negeri AS.

Sementara, hal yang jelas disepakati kedua menteri adalah bahwa Indonesia dan AS akan menyusun peta jalan untuk mewujudkan peningkatan perdagangan antara kedua negara.

"Agar semakin efektif, target peningkatan perdagangan RI dan AS harus dibarengi dengan sebuah peta jalan yang penyusunannya harus melibatkan pihak swasta kedua negara. Kami mengusulkan target perdagangan USD50 milliar, dan Menteri Ross menyambut ajakan tersebut secara positif," kata Enggar.

Enggar dan Ross melihat pentingnya kedua negara untuk semakin meningkatkan hubungan bilateral dengan membangun kemitraan strategis di tengah dinamika perdagangan global saat ini.

Selain membahas peningkatan target perdagangan Indonesia-AS, Enggar mengajak Ross berdiskusi tentang akses pasar perdagangan barang dan jasa, investasi di Indonesia, hingga isu pertanian, perdagangan digital, dan layanan finansial. Isu-isu pertanian seperti kedelai, hortikultura, dan produk susu turut dibahas.

Kedua Menteri juga membahas kebijakan maritim baru AS yaitu seafood import monitoring program (SIMP) agar tidak mempengaruhi akses perikanan Indonesia ke pasar AS.

Total nilai perdagangan Indonesia dengan AS mencapai USD25,9 miliar di tahun 2017. Dari jumlah tersebut, ekspor Indonesia mencapai USD17,79 miliar dan impor Indonesia sebesar USD8,12 miliar sehingga neraca perdagangan Indonesia terhadap AS surplus USD9,67 miliar.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4913 seconds (0.1#10.140)