Ditantang Serbuan Fintech, BPR dan BPRS di Bandung Raya Tetap Kokoh
A
A
A
BANDUNG - Serbuan financial technology (fintech) yang belakangan semakin gencar nyatanya tak berpengaruh banyak terhadap keberadaan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Lembaga-lembaga keuangan tersebut tetap kokoh, bahkan cenderung terus berkembang.
Kondisi tersebut setidaknya terjadi pada BPR dan BPRS di kawasan Bandung Raya. Sedikitnya 80 BPR dan BPRS di kawasan Bandung Raya yang meliputi Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Purwakarta tetap kokoh dan menunjukkan perkembangan usaha yang semakin baik.
Ketua Komisariat Bandung Raya DPD Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Jabar, Mahfud Fauzi, mengakui tantangan usaha di industri perkreditan rakyat dalam beberapa tahun terakhir cukup berat. Bukan hanya fintech, juga persaingan usaha dengan bank-bank konvensional yang kini semakin gencar memperluas jangkauan pasarnya.
"Memang beberapa tahun ini, industri BPR mendapat tantangan cukup berat. Sekarang ada fintech, belum lagi industri keuangan umum. Ini memang berpengaruh pada lahan kerja atau pangsa pasar BPR," ujar Mahfud di sela-sela Turnaman Bulu Tangkis Antar-BPR dan BPRS se-Bandung Raya di GOR Bikasoga, Jalan Suryalaya, Kota Bandung, Sabtu (28/7/2018).
Namun, lanjut Mahfud, pihaknya menganggap serbuan fintech, termasuk strategi usaha bank-bank konvensional sebagai tantangan untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap nasabah. Selain itu, tantangan tersebut juga disikapi dengan soliditas tim di masing-masing BPR dan BPRS. Prinsip tersebut dinilai menjadi benteng pertahanan BPR dan BPRS dalam menyikapi persaingan usaha.
"Alhamdulillah, dengan semangat yang ada dan tim marketing yang solid, teman-teman BPR masih menunjukkan perkembangan yang masih oke," tegas Mahfud yang juga menjabat Direktur Utama PT BPR Bumi Bandung Kencana itu.
Meski begitu, pihaknya tak lantas berleha-leha. DPD Perbarindo Jabar Komisariat Bandung Raya terus mendorong 80 BPR dan BPRS anggotanya untuk terus berinovasi menghadapi persaingan usaha, khususnya dalam pemanfaatan teknologi informasi demi memaksimalkan sistem kerjanya.
"Tentunya teknologi ini menjadi konsen bagi BPR dan kami selalu mendorong BPR yang sistemnya belum maksimal agar memiliki sistem yang bagus, visible, dan memberikan manfaat untuk mengambil keputusan yang lebih baik dan cepat," jelasnya.
Menurut dia, hal lain yang menjadi kunci BPR maupun BPRS tetap kokoh di tengah-tengah persaingan usaha yang semakin ketat adalah pola pendekatan terhadap nasabah. Nasabah, khususnya para pengusaha kecil, kata Mahfud, merasa lebih nyaman bekerja sama dengan BPR maupun BPRS ketimbang dengan bank-bank konvensional, terlebih fintech.
"Karena BPR ini nafasnya pendekatan dengan nasabah yang baik. Mereka merasa senafas, selevel. Kalau pengusaha-pengusaha kecil masuk ke bank umum biasanya segan, kalau dengan BPR tidak," kata Mahfud seraya menambahkan, aturan yang dibuat regulator pun cukup mendukung keberlangsungan usaha BPR dan BPRS.
Meski begitu, Mahfud belum bisa memberikan catatan terkait tingkat pertumbuhan BPR maupun BPRS di Bandung Raya, seperti dalam hal jumlah aset dan nasabahnya. Dia beralasan data tersebut harus digali dulu melalui survei.
"Kalau data yang itu (tingkat pertumbuhan) belum punya karena itu harus diadakan survei, kalau data itu kan yang megang OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Kalau (tingkat) nasional ada, tapi itu wilayahnya (kewenangan Perbarindo) pusat. Tapi secara umum perkembangannya oke, buktinya kantor-kantor BPR terus bertambah," tandasnya.
Kondisi tersebut setidaknya terjadi pada BPR dan BPRS di kawasan Bandung Raya. Sedikitnya 80 BPR dan BPRS di kawasan Bandung Raya yang meliputi Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Purwakarta tetap kokoh dan menunjukkan perkembangan usaha yang semakin baik.
Ketua Komisariat Bandung Raya DPD Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Jabar, Mahfud Fauzi, mengakui tantangan usaha di industri perkreditan rakyat dalam beberapa tahun terakhir cukup berat. Bukan hanya fintech, juga persaingan usaha dengan bank-bank konvensional yang kini semakin gencar memperluas jangkauan pasarnya.
"Memang beberapa tahun ini, industri BPR mendapat tantangan cukup berat. Sekarang ada fintech, belum lagi industri keuangan umum. Ini memang berpengaruh pada lahan kerja atau pangsa pasar BPR," ujar Mahfud di sela-sela Turnaman Bulu Tangkis Antar-BPR dan BPRS se-Bandung Raya di GOR Bikasoga, Jalan Suryalaya, Kota Bandung, Sabtu (28/7/2018).
Namun, lanjut Mahfud, pihaknya menganggap serbuan fintech, termasuk strategi usaha bank-bank konvensional sebagai tantangan untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap nasabah. Selain itu, tantangan tersebut juga disikapi dengan soliditas tim di masing-masing BPR dan BPRS. Prinsip tersebut dinilai menjadi benteng pertahanan BPR dan BPRS dalam menyikapi persaingan usaha.
"Alhamdulillah, dengan semangat yang ada dan tim marketing yang solid, teman-teman BPR masih menunjukkan perkembangan yang masih oke," tegas Mahfud yang juga menjabat Direktur Utama PT BPR Bumi Bandung Kencana itu.
Meski begitu, pihaknya tak lantas berleha-leha. DPD Perbarindo Jabar Komisariat Bandung Raya terus mendorong 80 BPR dan BPRS anggotanya untuk terus berinovasi menghadapi persaingan usaha, khususnya dalam pemanfaatan teknologi informasi demi memaksimalkan sistem kerjanya.
"Tentunya teknologi ini menjadi konsen bagi BPR dan kami selalu mendorong BPR yang sistemnya belum maksimal agar memiliki sistem yang bagus, visible, dan memberikan manfaat untuk mengambil keputusan yang lebih baik dan cepat," jelasnya.
Menurut dia, hal lain yang menjadi kunci BPR maupun BPRS tetap kokoh di tengah-tengah persaingan usaha yang semakin ketat adalah pola pendekatan terhadap nasabah. Nasabah, khususnya para pengusaha kecil, kata Mahfud, merasa lebih nyaman bekerja sama dengan BPR maupun BPRS ketimbang dengan bank-bank konvensional, terlebih fintech.
"Karena BPR ini nafasnya pendekatan dengan nasabah yang baik. Mereka merasa senafas, selevel. Kalau pengusaha-pengusaha kecil masuk ke bank umum biasanya segan, kalau dengan BPR tidak," kata Mahfud seraya menambahkan, aturan yang dibuat regulator pun cukup mendukung keberlangsungan usaha BPR dan BPRS.
Meski begitu, Mahfud belum bisa memberikan catatan terkait tingkat pertumbuhan BPR maupun BPRS di Bandung Raya, seperti dalam hal jumlah aset dan nasabahnya. Dia beralasan data tersebut harus digali dulu melalui survei.
"Kalau data yang itu (tingkat pertumbuhan) belum punya karena itu harus diadakan survei, kalau data itu kan yang megang OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Kalau (tingkat) nasional ada, tapi itu wilayahnya (kewenangan Perbarindo) pusat. Tapi secara umum perkembangannya oke, buktinya kantor-kantor BPR terus bertambah," tandasnya.
(ven)