Colombo Port City: Kawasan Ekonomi Sri Lanka atau Surga Pajak Milik China?
Rabu, 07 Juni 2023 - 18:28 WIB
Colombo Port City dijadwalkan selesai 2041. Progresnya pembangunan sebagian lokasi telah jalan termasuk jembatan bagi pejalan kaki dan pantai buatan yang masih ditutup bagi pengunjung.
Proyek ini mendapatkan dukungan Mantan Perdana Menteri Britania Raya, David Cameron di tengah lonjakan inflasi dan kekurangan pangan. Namun, sebagian besar masyarakat skeptis terhadap keterlibatan China dalam urusan ekonomi Sri Lanka. Sebut saja, Pelabuhan Hambantota memang tidak dimiliki China, akan tetapi 65% dari luas tanah reklamasi yang dapat dijual sebesar 178 hektare asetnya disewakan selama 99 tahun oleh mayoritas perusahaan China.
"Pemerintah Sri Lanka tidak memikirkan dengan matang terutama setelah masalah terjadi di Pelabuhan Hambantota," kata Austin Strange, salah satu penulis Banking on Beijing dan asisten profesor hubungan internasional di Universitas Hong Kong.
CHEC Port City Colombo mengklaim proyek ini akan menciptakan 143.375 lapangan kerja baru dan nilai ekonomi tambahan sebesar USD13,8 miliar per tahun.
"PwC telah melakukan penilaian dampak ekonomi dari Colombo Port City yang menyoroti signifikansi proyek ini dalam berbagai sektor ekonomi," kata juru bicara perusahaan.
Para kritikus pun mempertanyakan apakah perhitungan tersebut mencakup biaya lingkungan yang lengkap. Vidhura Ralapanawe, seorang pakar keberlanjutan yang memberikan nasihat kepada Komisi Port City Colombo (PCC) badan pemerintah yang bertugas mengawasi pengembangan tersebut, mengatakan bahwa proyek ini didominasi oleh kendaraan bermotor dan belum memperhitungkan peningkatan yang diharapkan dalam permintaan untuk layanan energi, air, limbah, dan pengolahan air limbah.
Ralapanawe juga mengatakan bahwa proyek kereta cepat senilai USD1,5 miliar yang dibiayai Jepang yang seharusnya menjadi jalur transportasi umum utama antara PCC dan Colombo telah dibatalkan pada 2020.
"Pada 2021, saya mengatakan kepada komisi PCC bahwa rencana keberlanjutan yang ada tidak cukup baik, tidak ada fokus serius pada keberlanjutan, itu hanya diperlakukan sebagai hiasan di atas kue," kata Ralapanawe, yang menjabat sebagai wakil presiden eksekutif keberlanjutan dan inovasi di produsen pakaian ramah lingkungan Epic Group.
"Yang kita miliki sekarang adalah tidak banyak dalam hal keberlanjutan. Ini dirancang sebagai kota dengan biaya murah," kata dia.
Juru bicara Komisi PCC menolak klaim tersebut, sebagai penilaian yang tidak berdasar dan mengarahkan Al Jazeera ke situs web komisi, yang menyatakan.
Proyek ini mendapatkan dukungan Mantan Perdana Menteri Britania Raya, David Cameron di tengah lonjakan inflasi dan kekurangan pangan. Namun, sebagian besar masyarakat skeptis terhadap keterlibatan China dalam urusan ekonomi Sri Lanka. Sebut saja, Pelabuhan Hambantota memang tidak dimiliki China, akan tetapi 65% dari luas tanah reklamasi yang dapat dijual sebesar 178 hektare asetnya disewakan selama 99 tahun oleh mayoritas perusahaan China.
"Pemerintah Sri Lanka tidak memikirkan dengan matang terutama setelah masalah terjadi di Pelabuhan Hambantota," kata Austin Strange, salah satu penulis Banking on Beijing dan asisten profesor hubungan internasional di Universitas Hong Kong.
CHEC Port City Colombo mengklaim proyek ini akan menciptakan 143.375 lapangan kerja baru dan nilai ekonomi tambahan sebesar USD13,8 miliar per tahun.
"PwC telah melakukan penilaian dampak ekonomi dari Colombo Port City yang menyoroti signifikansi proyek ini dalam berbagai sektor ekonomi," kata juru bicara perusahaan.
Para kritikus pun mempertanyakan apakah perhitungan tersebut mencakup biaya lingkungan yang lengkap. Vidhura Ralapanawe, seorang pakar keberlanjutan yang memberikan nasihat kepada Komisi Port City Colombo (PCC) badan pemerintah yang bertugas mengawasi pengembangan tersebut, mengatakan bahwa proyek ini didominasi oleh kendaraan bermotor dan belum memperhitungkan peningkatan yang diharapkan dalam permintaan untuk layanan energi, air, limbah, dan pengolahan air limbah.
Ralapanawe juga mengatakan bahwa proyek kereta cepat senilai USD1,5 miliar yang dibiayai Jepang yang seharusnya menjadi jalur transportasi umum utama antara PCC dan Colombo telah dibatalkan pada 2020.
"Pada 2021, saya mengatakan kepada komisi PCC bahwa rencana keberlanjutan yang ada tidak cukup baik, tidak ada fokus serius pada keberlanjutan, itu hanya diperlakukan sebagai hiasan di atas kue," kata Ralapanawe, yang menjabat sebagai wakil presiden eksekutif keberlanjutan dan inovasi di produsen pakaian ramah lingkungan Epic Group.
"Yang kita miliki sekarang adalah tidak banyak dalam hal keberlanjutan. Ini dirancang sebagai kota dengan biaya murah," kata dia.
Juru bicara Komisi PCC menolak klaim tersebut, sebagai penilaian yang tidak berdasar dan mengarahkan Al Jazeera ke situs web komisi, yang menyatakan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda