Menko Airlangga: DHE SDA Memperkuat Cadangan Devisa dan Ekonomi Nasional
Jum'at, 28 Juli 2023 - 18:06 WIB
Potensinya sumber daya alam dari empat sektor, yakni pertambangan, perkebunan, perhutanan, perikanan mencapai USD203 miliar atau sebesar 69,5 persen dari total ekspor. Dan dengan ketentuan DHE SDA, maka minimal kalau 30 persen dari USD203 miliar itu nilainya USD60 miliar dalam setahun.
Hal ini berlaku bagi devisa hasil ekspor sumber daya alam yang berasal dari hasil barang ekspor di sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. "Sehingga potensinya bisa berada di kisaran USD60 miliar hingga USD100 miliar. Sektor tertinggi memang pertambangan, atau 44%, atau USD129 miliar, dan utamanya batu bara hampir 36% dari sektor pertambangan," ucapnya.
Sedangkan untuk perkebunan, ada USD55,2 miliar atau 18%, dengan komoditas terbesar adalah kelapa sawit, yang besarnya mencapai USD27,8 miliar atau 50,3%. Untuk kehutanan sebesar USD11,9 miliar atau 4,1%, yang terbesar adalah pulp and paper industri, sementara sektor perikanan sebesar USD6,9 miliar.
(Dok: foto MNC/Jack Newa)
Kebijakan DHE di Berbagai Negara
Menko Airlangga menyebut bahwa aturan DHE sudah terlebih dahulu diterapkan di negara lain. Malaysia misalnya, mewajibkan 25% dari DHE dalam valas 75%. Sisanya, harus dikonversikan ke Ringgit.
"Malaysia sudah mewajibkan 25 persen DHE dalam valas, 75 persen sisanya harus dikonversi ke Ringgit. Itu mereka tahan lebih dari 3 bulan," ucapnya.
Sementara di Thailand, eksportir wajib menempatkan DHE di dalam negeri untuk nilai ekspor mulai dari USD200 ribu per dokumen ekspor. Sementara di Indonesia, DHE SDA yang diwajibkan bagi eksportir memiliki nilai ekspor pada Pemberitahuan Pabean Ekspor (PPE) paling sedikit USD250 ribu dan dilakukan paling lambat 3 bulan setelah pendaftaran PPE.
"Filipina repatriasi hasil ekspor dan konversi setidaknya 25 persen dari hasil ekspor ke dalam peso. Vietnam harus transfer pendapatan ekspor ke rekening mata uang asing yang dibuka di lembaga kredit berlisensi di Vietnam sesuai dengan kontrak dan tanggal dokumen. Itu merupakan kewajiban," tuturnya.
Hal ini berlaku bagi devisa hasil ekspor sumber daya alam yang berasal dari hasil barang ekspor di sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. "Sehingga potensinya bisa berada di kisaran USD60 miliar hingga USD100 miliar. Sektor tertinggi memang pertambangan, atau 44%, atau USD129 miliar, dan utamanya batu bara hampir 36% dari sektor pertambangan," ucapnya.
Sedangkan untuk perkebunan, ada USD55,2 miliar atau 18%, dengan komoditas terbesar adalah kelapa sawit, yang besarnya mencapai USD27,8 miliar atau 50,3%. Untuk kehutanan sebesar USD11,9 miliar atau 4,1%, yang terbesar adalah pulp and paper industri, sementara sektor perikanan sebesar USD6,9 miliar.
(Dok: foto MNC/Jack Newa)
Kebijakan DHE di Berbagai Negara
Menko Airlangga menyebut bahwa aturan DHE sudah terlebih dahulu diterapkan di negara lain. Malaysia misalnya, mewajibkan 25% dari DHE dalam valas 75%. Sisanya, harus dikonversikan ke Ringgit.
"Malaysia sudah mewajibkan 25 persen DHE dalam valas, 75 persen sisanya harus dikonversi ke Ringgit. Itu mereka tahan lebih dari 3 bulan," ucapnya.
Sementara di Thailand, eksportir wajib menempatkan DHE di dalam negeri untuk nilai ekspor mulai dari USD200 ribu per dokumen ekspor. Sementara di Indonesia, DHE SDA yang diwajibkan bagi eksportir memiliki nilai ekspor pada Pemberitahuan Pabean Ekspor (PPE) paling sedikit USD250 ribu dan dilakukan paling lambat 3 bulan setelah pendaftaran PPE.
"Filipina repatriasi hasil ekspor dan konversi setidaknya 25 persen dari hasil ekspor ke dalam peso. Vietnam harus transfer pendapatan ekspor ke rekening mata uang asing yang dibuka di lembaga kredit berlisensi di Vietnam sesuai dengan kontrak dan tanggal dokumen. Itu merupakan kewajiban," tuturnya.
tulis komentar anda