Krisis Laut Merah Jadi Batu Sandungan Wall Street Pekan Depan
Minggu, 14 Januari 2024 - 13:04 WIB
JAKARTA - Memanasnya situasi di Laut Merah akibat serangan Amerika Serikat (AS) dan Inggris terhadap kelompok Houthi di Yaman diyakini bakal menjadi batu sandungan bagi perdagangan Wall Street pekan depan. Ketegangan di wilayah itu diprediksi akan mendongkrak harga minyak mentah dunia, sekaligus membawa ancaman bagi rantai pasok global.
Sentimen negatif tersebut dinilai akan menjadi batu kerikil yang menggangguperdagangan di Wall Street pekan depan, setelah statistik mencatat ketiga indeks acuan bergerak tak kompak dalam beberapa sesi terakhir. Pada Jumat (12/1), harga minyak mentah acuan AS tercatat melonjak hingga 4,5%.
"Meskipun penyelesaian masalah di Laut Merah akan berdampak buruk bagi (harga) minyak, tampaknya situasi di sana semakin meningkat dan risiko tersebut akan mendorong harga minyak lebih tinggi," kata Chief Market Strategist JonesTrading, Mike O'Rourke, dilansir Reuters, Minggu (14/1/2024).
Namun di sisi lain, Mike berharap fenomena ini menjadi peluang saham-saham sektor energi yang menjadi konstituen S&P 500. Ketegangan di Timur Tengah dan tindakan OPEC terhadap produksi merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga minyak dalam jangka pendek.
Adapun laporan pendapatan triwulanan dinilai juga akan menjadi katalis pasar. Perusahaan jasa minyak SLB - sebelumnya bernama Schlumberger, akan merilis laporan keuangannya minggu depan, disusul Baker Hughes dan Marathon Petroleum.
Menurut data LSEG, sektor energi akan mencatatkan kinerja pendapatan terburuk selama setahun penuh 2023 dibandingkan seluruh sektor pasar modal. Mereka memproyeksikan ada penurunan hampir 26% secara keseluruhan.
Sebagai catatan pada penutupan sesi terakhir, Dow Jones Industrial Average koreksi 0,31% menjadi 37.592.98. S&P 500 menguat 0,08% di 4.783,83, begitu juga Nasdaq Composite naik 0,02%, menjadi 14.972,76.
Sentimen negatif tersebut dinilai akan menjadi batu kerikil yang menggangguperdagangan di Wall Street pekan depan, setelah statistik mencatat ketiga indeks acuan bergerak tak kompak dalam beberapa sesi terakhir. Pada Jumat (12/1), harga minyak mentah acuan AS tercatat melonjak hingga 4,5%.
"Meskipun penyelesaian masalah di Laut Merah akan berdampak buruk bagi (harga) minyak, tampaknya situasi di sana semakin meningkat dan risiko tersebut akan mendorong harga minyak lebih tinggi," kata Chief Market Strategist JonesTrading, Mike O'Rourke, dilansir Reuters, Minggu (14/1/2024).
Namun di sisi lain, Mike berharap fenomena ini menjadi peluang saham-saham sektor energi yang menjadi konstituen S&P 500. Ketegangan di Timur Tengah dan tindakan OPEC terhadap produksi merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga minyak dalam jangka pendek.
Adapun laporan pendapatan triwulanan dinilai juga akan menjadi katalis pasar. Perusahaan jasa minyak SLB - sebelumnya bernama Schlumberger, akan merilis laporan keuangannya minggu depan, disusul Baker Hughes dan Marathon Petroleum.
Menurut data LSEG, sektor energi akan mencatatkan kinerja pendapatan terburuk selama setahun penuh 2023 dibandingkan seluruh sektor pasar modal. Mereka memproyeksikan ada penurunan hampir 26% secara keseluruhan.
Sebagai catatan pada penutupan sesi terakhir, Dow Jones Industrial Average koreksi 0,31% menjadi 37.592.98. S&P 500 menguat 0,08% di 4.783,83, begitu juga Nasdaq Composite naik 0,02%, menjadi 14.972,76.
(fjo)
Lihat Juga :
tulis komentar anda