Negara Terkaya yang Sedang Berperang di Laut Merah, Ada Tetangga Indonesia
Sabtu, 03 Februari 2024 - 08:39 WIB
JAKARTA - Memburuknya situasi Timur Tengah di awal tahun ini bisa menjadi pertanda buruk bagi situasi perekonomian global. Milisi Houthi yang bermarkas di Yaman secara mengejutkan terlibat dalam konflik antara Israel dan Palestina.
Serangan yang dilakukan oleh kelompok milisi ini merupakan bentuk respons dukungan terhadap warga Gaza atas serangan Israel selama sekitar tiga bulan terakhir. Militer Houthi menyerang kapal-kapal asing pembawa barang yang melintas di Selat Bab al-Mandab .
Sebagai balasan dari aktivitas milisi Houthi dari Yaman di Laut Merah, militer AS dan Inggris dan sekutunya menggempur sejumlah titik di Yaman. Sebagai dampak dari eskalasi ketegangan di kawasan Laut Merah, berbagai perusahaan pengangkutan barang pun tak ingin ambil risiko. Beberapa perusahaan, seperti Mediterranean Shipping Company dan Maersk, telah mengalihkan jalur armada mereka.
Perusahaan-perusahaan mengarahkan kapal mereka jauh ke selatan melalui Tanjung Harapan Baik di Afrika Selatan. Bertambahnya jarak tempuh berimbas pada naiknya ongkos pengiriman. Jalur dagang yang membawa lebih dari USD1 triliun per tahun sudah dapat dipastikan akan terganggu dalam beberapa waktu ke depan.
Analisis dari S&P Global Market Intelligence menyatakan, 15% dari barang impor dan ekspor dari Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Utara dikirim dari Asia melalui jalur laut. Barang yang dikirim melalui jalur ini pun sangat beragam, mulai dari barang elektronik, pakaian, pangan, hingga energi, termasuk olahan minyak dan minyak mentah.
Krisis yang terjadi ini akan memengaruhi perdagangan global. Terhambatnya arus perdagangan ini kemungkinan besar juga akan berdampak pada tingkat inflasi, terutama di kawasan Eropa, Amerika, dan Asia.
AS kemudian membentuk koalisi angkatan laut internasional, Operation Prosperity Guardian, yang bertujuan melindungi jalur menuju Terusan Suez. Jumlah kapal yang melintasi jalur Terusan Suez tidak sedikit.
Serangan yang dilakukan oleh kelompok milisi ini merupakan bentuk respons dukungan terhadap warga Gaza atas serangan Israel selama sekitar tiga bulan terakhir. Militer Houthi menyerang kapal-kapal asing pembawa barang yang melintas di Selat Bab al-Mandab .
Sebagai balasan dari aktivitas milisi Houthi dari Yaman di Laut Merah, militer AS dan Inggris dan sekutunya menggempur sejumlah titik di Yaman. Sebagai dampak dari eskalasi ketegangan di kawasan Laut Merah, berbagai perusahaan pengangkutan barang pun tak ingin ambil risiko. Beberapa perusahaan, seperti Mediterranean Shipping Company dan Maersk, telah mengalihkan jalur armada mereka.
Perusahaan-perusahaan mengarahkan kapal mereka jauh ke selatan melalui Tanjung Harapan Baik di Afrika Selatan. Bertambahnya jarak tempuh berimbas pada naiknya ongkos pengiriman. Jalur dagang yang membawa lebih dari USD1 triliun per tahun sudah dapat dipastikan akan terganggu dalam beberapa waktu ke depan.
Analisis dari S&P Global Market Intelligence menyatakan, 15% dari barang impor dan ekspor dari Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Utara dikirim dari Asia melalui jalur laut. Barang yang dikirim melalui jalur ini pun sangat beragam, mulai dari barang elektronik, pakaian, pangan, hingga energi, termasuk olahan minyak dan minyak mentah.
Krisis yang terjadi ini akan memengaruhi perdagangan global. Terhambatnya arus perdagangan ini kemungkinan besar juga akan berdampak pada tingkat inflasi, terutama di kawasan Eropa, Amerika, dan Asia.
AS kemudian membentuk koalisi angkatan laut internasional, Operation Prosperity Guardian, yang bertujuan melindungi jalur menuju Terusan Suez. Jumlah kapal yang melintasi jalur Terusan Suez tidak sedikit.
tulis komentar anda