Pantau Pelayanan Perizinan Berusaha, Satgas UU Ciptaker Menemui Perwakilan 18 Pemda
Kamis, 14 Maret 2024 - 14:13 WIB
Selanjutnya yang penting untuk digaris bawahi, lanjut Tina, bahwa sistem OSS (Online Single Submission) berbasis risiko ini merupakan bentuk integrasi seluruh perizinan di Indonesia.
"Namun pada implementasi di lapangan masih banyak masalah yang ditemukan dan ada tumpang tindih peraturan. Kami harapakan dalam sesi diskusi, setiap perwakilan pemerintah daerah dapat menjelaskan berbagai permasalahan yang ditemui dilapangan," pinta Tina kepada para peserta.
Perwakilan Dinas Perkerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Banten, Rohili menyampaikan, bahwa secara kebijakan sudah sangat baik, akan tetapi masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam masalah teknis.
“Seperti sistem UI/UX dari website OSS RBA itu sendiri, terkadang masih suka error dan tampilannya membingungkan kami sebagai user,” ungkap Rohili dalam sesi diskusi.
Selanjutnya permasalahan terkait sistem verifikasi yang terlalu ‘mudah’. Hal ini disampaikan oleh perwakilan Dinas Penanaman Modal dan Pelayan Terpadu Satu Pintu Provinsi D.I. Yogyakarta, Nuri, yang menyampaikan bahwa dalam sektor pariwisata masih banyak modus yang tidak sesuai dengan peraturan.
“Misalnya izin untuk usaha karaoke, ketika di cek ke lapangan, usaha tersebut ternyata berdampingan dengan sekolah atau tempat ibadah, ini secara izin sudah muncul tetapi pas di lapangan tidak sesuai, hal seperti ini yang membingungkan kami di daerah,” jelas Nuri.
Lebih lanjut, perwakilan dari Dinas PUPR Provinsi Jambi, Dian menyarankan, bahwa permasalahan pengawasan dalam verifikasi perizinan ini menjadi poin utama yang harus segera diselesaikan, karena setiap daerah mengalami hal yang serupa.
Hal ini diperkuat dengan argumentasi dari Arief, perwakilan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Timur yang menjelaskan, bahwa banyak sekali modus dari pelaku usaha agar mendapatkan izin dengan mudah.
“Salah satu kasus yang terjadi di daerah kami, ada pelaku usaha yang mengaku sebagai usaha mikro kecil, tetapi dia menguasai ¾ wilayah pertambangan. Hal ini kan jadi kontradiktif dalam jenis usahanya,” jelas Arief.
Seluruh perwakilan daerah bersepakat untuk mendorong adanya revisi PP 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha berdasarkan Tingkat Risiko Kegiatan Usaha.
"Namun pada implementasi di lapangan masih banyak masalah yang ditemukan dan ada tumpang tindih peraturan. Kami harapakan dalam sesi diskusi, setiap perwakilan pemerintah daerah dapat menjelaskan berbagai permasalahan yang ditemui dilapangan," pinta Tina kepada para peserta.
Perwakilan Dinas Perkerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Banten, Rohili menyampaikan, bahwa secara kebijakan sudah sangat baik, akan tetapi masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam masalah teknis.
“Seperti sistem UI/UX dari website OSS RBA itu sendiri, terkadang masih suka error dan tampilannya membingungkan kami sebagai user,” ungkap Rohili dalam sesi diskusi.
Selanjutnya permasalahan terkait sistem verifikasi yang terlalu ‘mudah’. Hal ini disampaikan oleh perwakilan Dinas Penanaman Modal dan Pelayan Terpadu Satu Pintu Provinsi D.I. Yogyakarta, Nuri, yang menyampaikan bahwa dalam sektor pariwisata masih banyak modus yang tidak sesuai dengan peraturan.
“Misalnya izin untuk usaha karaoke, ketika di cek ke lapangan, usaha tersebut ternyata berdampingan dengan sekolah atau tempat ibadah, ini secara izin sudah muncul tetapi pas di lapangan tidak sesuai, hal seperti ini yang membingungkan kami di daerah,” jelas Nuri.
Lebih lanjut, perwakilan dari Dinas PUPR Provinsi Jambi, Dian menyarankan, bahwa permasalahan pengawasan dalam verifikasi perizinan ini menjadi poin utama yang harus segera diselesaikan, karena setiap daerah mengalami hal yang serupa.
Hal ini diperkuat dengan argumentasi dari Arief, perwakilan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Timur yang menjelaskan, bahwa banyak sekali modus dari pelaku usaha agar mendapatkan izin dengan mudah.
“Salah satu kasus yang terjadi di daerah kami, ada pelaku usaha yang mengaku sebagai usaha mikro kecil, tetapi dia menguasai ¾ wilayah pertambangan. Hal ini kan jadi kontradiktif dalam jenis usahanya,” jelas Arief.
Seluruh perwakilan daerah bersepakat untuk mendorong adanya revisi PP 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha berdasarkan Tingkat Risiko Kegiatan Usaha.
tulis komentar anda