Uni Eropa Menderita Kehilangan Energi Rusia, Mantan Bos Bank Sentral Buka Suara

Selasa, 10 September 2024 - 17:52 WIB
Daya saing ekonomi Uni Eropa (UE) secara global mulai terkikis secara substansial, seiring hilangnya energi murah dari Rusia. Foto/Dok
BRUSSELS - Daya saing ekonomi Uni Eropa (UE) secara global mulai terkikis secara substansial, seiring hilangnya energi murah dari Rusia . Hal ini disampaikan oleh mantan presiden Bank Sentral Eropa , Mario Draghi.



Dalam laporan yang dipaparkan oleh Draghi menunjukkan, salah satu prioritas utama bagi pembuat kebijakan blok Eropa yakni mampu mengurangi harga energi, meningkatkan daya saing, dan memperkuat investasi pertahanan.

Menurut politisi yang pernah menjabat sebagai perdana menteri Italia pada 2021-2022, negara-negara anggota UE saat ini masih berupaya mengatasi lonjakan harga energi dan tidak dapat lagi mengandalkan pasar luar negeri yang terbuka.



Mantan Bos ECB itu menegaskan, kurangnya akses ke energi murah dari Rusia telah merusak keunggulan kompetitif blok tersebut. "Eropa tiba-tiba kehilangan pemasok energi terpentingnya, Rusia," kata Drhaghi.

Ia juga menekankan, bahwa stabilitas geopolitik memudar, sementara "ketergantungan kawasan itu ternyata menjadi kerentanan," bebernya.



Sementara itu politisi dan ekonom mengakui bahwa harga energi sudah turun secara drastis, akan tetapi Ia menekankan bahwa perusahaan Uni Eropa masih harus menghadapi mahalnya tarif listrik. Disebut bahwa tarif listrik di UE tercatat 150% lebih tinggi daripada di AS, selain itu mereka harus membayar hampir 350% lebih mahal untuk gas alam.

Sanksi terkait Ukraina yang dijatuhkan pada Moskow dan sabotase pipa Nord Stream pada tahun 2022 telah menyebabkan penurunan dramatis pada pasokan gas Rusia ke Uni Eropa. Blok tersebut telah beralih ke AS dan Timur Tengah untuk menggantinya dengan gas alam cair (LNG) yang lebih mahal.

Rusia dilaporkan menyumbang lebih dari 16% dari nilai impor gas alam ke Uni Eropa pada kuartal pertama tahun ini, turun dari 40% pada tahun 2021. Menurut perkiraan oleh Kementerian Energi Rusia, LNG Amerika 30-40% lebih mahal daripada gas pipa Rusia.

Sebelum perang Ukraina pecah, Washington selama bertahun-tahun menekan Uni Eropa untuk mengurangi ketergantungannya pada energi Rusia. Pemerintahan mantan Presiden Donald Trump menjuluki LNG Amerika "molekul kebebasan" ketika menekan Brussels untuk mengganti pasokan.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More