Rugikan Penjual Rokok Legal, Kemasan Polos Tanpa Merek Dinilai Diskriminatif
Rabu, 18 September 2024 - 22:24 WIB
Di samping itu, Firman mengkritik RPMK karena bertentangan dengan RUU Komoditas Strategis Nasional (RUU KSN). Ia menyebutkan bahwa RPMK, sebagai turunan dari undang-undang, tidak boleh mengintervensi atau menganulir ketentuan yang sudah diatur dalam undang-undang utama.
Firman mengungkapkan bahwa DPR RI akan mengambil sejumlah langkah untuk memastikan RPMK sesuai dengan ketentuan undang-undang, Ke depan, pihaknya akan memeriksa setiap pasal dalam RPMK untuk memastikan kesesuaiannya dengan RUU KSN dan undang-undang lainnya.
"Jika terdapat kontradiksi yang signifikan, DPR RI akan mendorong pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung," jelasnya.
Lebih lanjut, Firman memperingatkan potensi adanya agenda tersembunyi yang dapat merugikan industri lokal melalui dua aturan Kemenkes, terutama dalam kasus rokok kretek, yang merupakan produk unggulan Indonesia. DPR RI mengajak pemerintah untuk mempertimbangkan semua dampak kebijakan terhadap perekonomian dan budaya lokal.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wachjudi menyebut proses penyusunan RPMK tidak melibatkan partisipasi yang berarti dari industri. Ia bilang, bahwa undangan untuk public hearing hanya mencakup beberapa asosiasi dan tidak melibatkan kementerian terkait, seperti Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
"Proses yang terburu-buru ini juga dinilai tidak memberikan ruang yang cukup bagi masukan dari pelaku usaha," tegas dia.
Adapun yang dikhawatirkan, para pelaku industri tembakau, lanjut Benny, implementasi kebijakan ini bisa menjadi pintu masuk bagi peningkatan rokok ilegal. Kasus terbaru menunjukkan bahwa rokok ilegal dapat dengan mudah dijual dan didistribusikan meskipun ada penangkapan dan denda.
"Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa regulasi yang ada malah mempermudah peredaran rokok ilegal dan merugikan industri yang mematuhi hukum," tegas dia.
Kekhawatiran serupa pun disampaikan Ketum Asosiasi Penguasa Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey. Ia mengkritik penegakan hukum terkait peredaran rokok ilegal di Indonesia. Menurutnya, kasus terbaru menunjukkan tidak efektinya penegakan hukum, yang berdampak negatif pada industri tembakau yang sah.
Baca Juga: DPR Minta PP 28/2024 dan RPMK Ditinjau Ulang
Firman mengungkapkan bahwa DPR RI akan mengambil sejumlah langkah untuk memastikan RPMK sesuai dengan ketentuan undang-undang, Ke depan, pihaknya akan memeriksa setiap pasal dalam RPMK untuk memastikan kesesuaiannya dengan RUU KSN dan undang-undang lainnya.
"Jika terdapat kontradiksi yang signifikan, DPR RI akan mendorong pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung," jelasnya.
Lebih lanjut, Firman memperingatkan potensi adanya agenda tersembunyi yang dapat merugikan industri lokal melalui dua aturan Kemenkes, terutama dalam kasus rokok kretek, yang merupakan produk unggulan Indonesia. DPR RI mengajak pemerintah untuk mempertimbangkan semua dampak kebijakan terhadap perekonomian dan budaya lokal.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wachjudi menyebut proses penyusunan RPMK tidak melibatkan partisipasi yang berarti dari industri. Ia bilang, bahwa undangan untuk public hearing hanya mencakup beberapa asosiasi dan tidak melibatkan kementerian terkait, seperti Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
"Proses yang terburu-buru ini juga dinilai tidak memberikan ruang yang cukup bagi masukan dari pelaku usaha," tegas dia.
Adapun yang dikhawatirkan, para pelaku industri tembakau, lanjut Benny, implementasi kebijakan ini bisa menjadi pintu masuk bagi peningkatan rokok ilegal. Kasus terbaru menunjukkan bahwa rokok ilegal dapat dengan mudah dijual dan didistribusikan meskipun ada penangkapan dan denda.
"Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa regulasi yang ada malah mempermudah peredaran rokok ilegal dan merugikan industri yang mematuhi hukum," tegas dia.
Kekhawatiran serupa pun disampaikan Ketum Asosiasi Penguasa Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey. Ia mengkritik penegakan hukum terkait peredaran rokok ilegal di Indonesia. Menurutnya, kasus terbaru menunjukkan tidak efektinya penegakan hukum, yang berdampak negatif pada industri tembakau yang sah.
Baca Juga: DPR Minta PP 28/2024 dan RPMK Ditinjau Ulang
tulis komentar anda