Bos Uniqlo Singgung Isu kontroversial, Sebut Tak Pakai Kapas Xinjiang China
Kamis, 28 November 2024 - 10:50 WIB
Kepala eksekutif dan pendiri Strategy Risks, Isaac Stone Fish, sebuah perusahaan intelijen bisnis yang fokus menyoroti tekanan pada perusahaan dari China dan AS mengatakan, "Tidak ada satu pun perusahaan besar yang bisa tetap netral secara politik lagi," katanya.
"Baik Beijing dan Washington ingin perusahaan memilih untuk berpihak, dan Tokyo akan terus condong lebih dekat ke Amerika Serikat dalam masalah ini," jelasnya.
Meskipun Uniqlo berkembang secara agresif di Eropa dan AS, dalam kata-kata Yanai sendiri, "kami bukan merek yang dikenal secara global" dan Asia masih menjadi pasar terbesarnya.
Uniqlo tercatat memiliki lebih banyak toko di China daripada di negara asalnya, Jepang. Lalu Yanai mengatakan, dia tidak berencana untuk mengubah strategi itu meskipun ada tantangan dalam ekonomi terbesar kedua di dunia.
"Ada 1,4 miliar orang di China dan kami hanya memiliki 900 hingga 1.000 toko," katanya.
"Saya pikir kita bisa meningkatkannya menjadi 3.000," bebernya.
Sementara itu, China adalah pusat manufaktur tunggal terbesar Uniqlo. Perusahaan ini juga membuat pakaian di negara-negara termasuk Vietnam, Bangladesh, Indonesia dan India.
Pada tahun 2009, ketika 80% produknya dibuat di China, Yanai mengatakan kepada BBC bahwa, China menjadi terlalu mahal dan membuat perusahaan mengalihkan produksi "ke Kamboja dengan upah lebih rendah untuk menjaga harga tetap murah".
Menurutnya saat ini sulit untuk mengulangi kesuksesan China sebagai pabrik dunia. Retail fashion seperti Uniqlo juga menghadapi persaingan ketat merek lain seperti Shein dan Temu dari China yang menggaet popularitas dengan pelanggan dengan kesadaran pada harga.
Tapi Yanai mengatakan "Saya tidak berpikir ada masa depan untuk mode cepat".
"Baik Beijing dan Washington ingin perusahaan memilih untuk berpihak, dan Tokyo akan terus condong lebih dekat ke Amerika Serikat dalam masalah ini," jelasnya.
Meskipun Uniqlo berkembang secara agresif di Eropa dan AS, dalam kata-kata Yanai sendiri, "kami bukan merek yang dikenal secara global" dan Asia masih menjadi pasar terbesarnya.
Uniqlo tercatat memiliki lebih banyak toko di China daripada di negara asalnya, Jepang. Lalu Yanai mengatakan, dia tidak berencana untuk mengubah strategi itu meskipun ada tantangan dalam ekonomi terbesar kedua di dunia.
"Ada 1,4 miliar orang di China dan kami hanya memiliki 900 hingga 1.000 toko," katanya.
"Saya pikir kita bisa meningkatkannya menjadi 3.000," bebernya.
Sementara itu, China adalah pusat manufaktur tunggal terbesar Uniqlo. Perusahaan ini juga membuat pakaian di negara-negara termasuk Vietnam, Bangladesh, Indonesia dan India.
Pada tahun 2009, ketika 80% produknya dibuat di China, Yanai mengatakan kepada BBC bahwa, China menjadi terlalu mahal dan membuat perusahaan mengalihkan produksi "ke Kamboja dengan upah lebih rendah untuk menjaga harga tetap murah".
Menurutnya saat ini sulit untuk mengulangi kesuksesan China sebagai pabrik dunia. Retail fashion seperti Uniqlo juga menghadapi persaingan ketat merek lain seperti Shein dan Temu dari China yang menggaet popularitas dengan pelanggan dengan kesadaran pada harga.
Tapi Yanai mengatakan "Saya tidak berpikir ada masa depan untuk mode cepat".
Lihat Juga :
tulis komentar anda