Kewenangan Dipangkas, OJK Harus Melawan
Kamis, 03 September 2020 - 09:35 WIB
JAKARTA - Hubungan pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah benar-benar tidak harmonis, bahkan bisa dibilang diujung tanduk. Alhasil kewenangan OJK pun bakal dipangkas pemerintah. Kondisi ini membuat OJK harus melawan dengan segala kemampuannya. (Baca juga : RI Kecam Penerbitan Ulang Kartun Nabi Muhammad oleh Charlie Hebdo )
Ketidakharmonisan hubungan pemerintah dan OJK memang sudah terlihat sejak awal krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini melanda Indonesia. Pemerintah saat itu menilai gerak OJK sangat lambat untuk bisa membantu pemulihan ekonomi nasional (PEN). Bahkan Presiden Jokowi dalam sebuah rapat pernah meradang, meski tidak menyebutkan nama institusi, namun dirinya mengaku siap mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). (Baca: Bos OJK Sebut Laba Perbankan Bakal Amblas 40% Tahun Ini)
Hasilnya, pemerintah dikabarkan telah menyiapkan Perppu Reformasi Sistem Keuangan yang akan mengembalikan fungsi pengawasan perbankan kepada Bank Indonesia (BI). Bahkan Badan Legislasi (Baleg) DPR juga telah menyiapkan Revisi Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang BI yang tujuannya sama yakni memangkas pengawasan perbankan oleh OJK.
Menurut Staf Ahli Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ryan Kiryanto, jika perubahan peran pengawasan itu benar akan dilakukan, maka berpotensi menimbulkan ketidaksinkronan. Pengawasan sektor jasa keuangan bisa tidak akan selaras karena pengawasan dan kebijakan yang berbeda. (Baca ini : Menlu Retno: RI Tidak Akan Jadi Basis Militer Negara Manapun! )
"Mungkin potensi miskomunikasi, miskoordinasi, bahkan disharmonisasi itu berpotensi terjadi," kata Ryan dalam konferensi pers virtual di Jakarta, kemarin.
Ryan menilai sejak berdirinya OJK kondisi sistem keuangan di Indonesia masih bisa dijaga dengan baik. Bahkan poin penting lahirnya OJK adalah pengawasan dan pembuat kebijakan yang seirama agar tidak terjadi krisis di sektor perbankan seperti yang terjadi pada 2008 lalu.
"Pengawasan jasa keuangan yang sifatnya terintegrasi, jadi ini yang dimiliki OJK. Bagi OJK tentu sampai hari ini masih solid menjalankan tupoksi kita," tegasnya.
Founder dan Ekonom Senior CORE Indonesia Hendri Saparini menilai rencana penerbitan Perppu Reformasi Sistem Keuangan dengan tujuan agar BI dan OJK lebih responsif dalam mendukung proses pemulihan ekonomi yang dilakukan pemerintah tidak tepat. Pasalnya, proses pemulihan ekonomi yang lambat bukanlah sepenuhnya kesalahan otoritas keuangan. (Baca juga: Kepemimpinan KAMI Sudah Final, Struktur Anggota Segera Diumumkan)
Sebaliknya, lanjut dia, sepanjang pandemi Covid-19 otoritas keuangan telah menjalankan perannya dalam membantu proses pemulihan ekonomi akibat Covid-19. Sedangkan rencana pengalihan fungsi pengawasan perbankan ke BI, menurut dia, tanpa adanya Perppu tersebut pun pengawasan sistem keuangan sudah dijalankan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) berdasarkan Undang-Undang No 9 tahun 2016 yang mengatur tata cara penyelamatan sistem keuangan.
Ketidakharmonisan hubungan pemerintah dan OJK memang sudah terlihat sejak awal krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini melanda Indonesia. Pemerintah saat itu menilai gerak OJK sangat lambat untuk bisa membantu pemulihan ekonomi nasional (PEN). Bahkan Presiden Jokowi dalam sebuah rapat pernah meradang, meski tidak menyebutkan nama institusi, namun dirinya mengaku siap mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). (Baca: Bos OJK Sebut Laba Perbankan Bakal Amblas 40% Tahun Ini)
Hasilnya, pemerintah dikabarkan telah menyiapkan Perppu Reformasi Sistem Keuangan yang akan mengembalikan fungsi pengawasan perbankan kepada Bank Indonesia (BI). Bahkan Badan Legislasi (Baleg) DPR juga telah menyiapkan Revisi Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang BI yang tujuannya sama yakni memangkas pengawasan perbankan oleh OJK.
Menurut Staf Ahli Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ryan Kiryanto, jika perubahan peran pengawasan itu benar akan dilakukan, maka berpotensi menimbulkan ketidaksinkronan. Pengawasan sektor jasa keuangan bisa tidak akan selaras karena pengawasan dan kebijakan yang berbeda. (Baca ini : Menlu Retno: RI Tidak Akan Jadi Basis Militer Negara Manapun! )
"Mungkin potensi miskomunikasi, miskoordinasi, bahkan disharmonisasi itu berpotensi terjadi," kata Ryan dalam konferensi pers virtual di Jakarta, kemarin.
Ryan menilai sejak berdirinya OJK kondisi sistem keuangan di Indonesia masih bisa dijaga dengan baik. Bahkan poin penting lahirnya OJK adalah pengawasan dan pembuat kebijakan yang seirama agar tidak terjadi krisis di sektor perbankan seperti yang terjadi pada 2008 lalu.
"Pengawasan jasa keuangan yang sifatnya terintegrasi, jadi ini yang dimiliki OJK. Bagi OJK tentu sampai hari ini masih solid menjalankan tupoksi kita," tegasnya.
Founder dan Ekonom Senior CORE Indonesia Hendri Saparini menilai rencana penerbitan Perppu Reformasi Sistem Keuangan dengan tujuan agar BI dan OJK lebih responsif dalam mendukung proses pemulihan ekonomi yang dilakukan pemerintah tidak tepat. Pasalnya, proses pemulihan ekonomi yang lambat bukanlah sepenuhnya kesalahan otoritas keuangan. (Baca juga: Kepemimpinan KAMI Sudah Final, Struktur Anggota Segera Diumumkan)
Sebaliknya, lanjut dia, sepanjang pandemi Covid-19 otoritas keuangan telah menjalankan perannya dalam membantu proses pemulihan ekonomi akibat Covid-19. Sedangkan rencana pengalihan fungsi pengawasan perbankan ke BI, menurut dia, tanpa adanya Perppu tersebut pun pengawasan sistem keuangan sudah dijalankan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) berdasarkan Undang-Undang No 9 tahun 2016 yang mengatur tata cara penyelamatan sistem keuangan.
tulis komentar anda