RUU Ciptaker Dinilai Mengancam Keberlanjutan Hutan, Raksasa Sawit Diam-diam Dukung
Jum'at, 18 September 2020 - 13:56 WIB
JAKARTA - Salah satu stimulus yang terkandung RUU Cipta Kerja (Ciptaker) diyakini berpotensi memperburuk situasi deforestasi di Indonesia dan menghapus serangkaian keberhasilan yang telah diraih dalam upaya pencegahan hilangnya kawasan hutan (deforestasi). Dimana praktik produksi minyak sawit diklaim telah lebih bertanggung jawab.
“RUU ini menimbulkan ancaman besar bagi hutan Indonesia dan berisiko menyebabkan kerugian ekonomi yang tak terhingga bagi industri minyak sawit setempat-sebuah industri yang keberhasilannya bergantung pada pemenuhan ekspektasi produksi untuk pasar internasional,” kata Direktur Kampanye Senior Mighty Earth, Phelim Kine.
(Baca Juga: RUU Cipta Kerja Berpotensi Tak Ramah Kelestarian Lingkungan )
“Para petinggi perusahaan minyak sawit raksasa harus menjelaskan kepada masyarakat luas bahwa RUU ini menghancurkan semua kemajuan yang telah mereka raih dalam menurunkan tingkat deforestasi terkait produksi minyak sawit serta mampu menyebabkan kemunduran yang signifikan bagi industri tersebut," sambungnya.
Beragam kemajuan yang telah dicapai oleh industri kelapa sawit dalam mengurangi tingkat deforestasi dan perusakan lahan gambut di Indonesia dinilai tak lain berkat tekanan dan keterlibatan dari pembeli, pemodal, kelompok masyarakat sipil, masyarakat adat dan komunitas yang berjuang di garis depan. Terang Phelim hal itu menjadi titik terang dalam upaya mengatasi tren deforestasi global yang kini tengah berlangsung.
Setidaknya 83% kilang minyak sawit di Indonesia dan Malaysia telah menyatakan komitmennya untuk mengimplementasi kebijakan “Tanpa Deforestasi, Tanpa Gambut dan Tanpa Eksploitasi” (NDPE). Ini merupakan peningkatan yang sangat baik, mengingat pada bulan November 2017 lalu, baru 74% kilang di kedua negara tersebut yang mengemukakan komitmen mereka.
(Baca Juga: Bahlil Buka-bukaan, Ada Hantu di Pembiayaan Izin Amdal )
Meskipun belum dijalani sepenuhnya, komitmen ini telah menyebabkan penurunan laju deforestasi terkait minyak sawit di Indonesia dari satu juta hektar per tahun menjadi kurang dari 250.000 hektar dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Berdasarkan kajian organisasi pemantau hutan nonpemerintah Global Forest Watch, angka deforestasi di Indonesia telah menyusut ke tingkat terendah sejak tahun 2003.
Akan tetapi, semua pencapaian tersebut akan sia-sia jika DPR RI menyetujui RUU Omnibus sebelum berakhirnya masa jabatan legislatif periode ini yang jatuh pada tanggal 9 Oktober 2020. Menurut para analis, RUU tersebut mengandung sejumlah ketentuan yang diprediksi akan memperburuk tingkat deforestasi di Indonesia dan mengakibatkan rusaknya reputasi sektor minyak sawit secara internasional.
“RUU ini menimbulkan ancaman besar bagi hutan Indonesia dan berisiko menyebabkan kerugian ekonomi yang tak terhingga bagi industri minyak sawit setempat-sebuah industri yang keberhasilannya bergantung pada pemenuhan ekspektasi produksi untuk pasar internasional,” kata Direktur Kampanye Senior Mighty Earth, Phelim Kine.
(Baca Juga: RUU Cipta Kerja Berpotensi Tak Ramah Kelestarian Lingkungan )
“Para petinggi perusahaan minyak sawit raksasa harus menjelaskan kepada masyarakat luas bahwa RUU ini menghancurkan semua kemajuan yang telah mereka raih dalam menurunkan tingkat deforestasi terkait produksi minyak sawit serta mampu menyebabkan kemunduran yang signifikan bagi industri tersebut," sambungnya.
Beragam kemajuan yang telah dicapai oleh industri kelapa sawit dalam mengurangi tingkat deforestasi dan perusakan lahan gambut di Indonesia dinilai tak lain berkat tekanan dan keterlibatan dari pembeli, pemodal, kelompok masyarakat sipil, masyarakat adat dan komunitas yang berjuang di garis depan. Terang Phelim hal itu menjadi titik terang dalam upaya mengatasi tren deforestasi global yang kini tengah berlangsung.
Setidaknya 83% kilang minyak sawit di Indonesia dan Malaysia telah menyatakan komitmennya untuk mengimplementasi kebijakan “Tanpa Deforestasi, Tanpa Gambut dan Tanpa Eksploitasi” (NDPE). Ini merupakan peningkatan yang sangat baik, mengingat pada bulan November 2017 lalu, baru 74% kilang di kedua negara tersebut yang mengemukakan komitmen mereka.
(Baca Juga: Bahlil Buka-bukaan, Ada Hantu di Pembiayaan Izin Amdal )
Meskipun belum dijalani sepenuhnya, komitmen ini telah menyebabkan penurunan laju deforestasi terkait minyak sawit di Indonesia dari satu juta hektar per tahun menjadi kurang dari 250.000 hektar dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Berdasarkan kajian organisasi pemantau hutan nonpemerintah Global Forest Watch, angka deforestasi di Indonesia telah menyusut ke tingkat terendah sejak tahun 2003.
Akan tetapi, semua pencapaian tersebut akan sia-sia jika DPR RI menyetujui RUU Omnibus sebelum berakhirnya masa jabatan legislatif periode ini yang jatuh pada tanggal 9 Oktober 2020. Menurut para analis, RUU tersebut mengandung sejumlah ketentuan yang diprediksi akan memperburuk tingkat deforestasi di Indonesia dan mengakibatkan rusaknya reputasi sektor minyak sawit secara internasional.
Lihat Juga :
tulis komentar anda