Mau Berkembang? Industri Halal Butuh Empat Amalan Strategis Ini
Jum'at, 02 Oktober 2020 - 21:52 WIB
JAKARTA - Pegembangan industri halal membutuhkan empat langkah strategis yang perlu menjadi fokus ke depan agar dapat berkontribusi lebih optimal terhadap pertumbuhan ekonomi . Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Sugeng mengatakan, empat langkah strategis tersebut, yaitu membentuk suatu brand halal yang kuat, membangun jejaring kerja sama, memperkuat pembiayaan syariah serta mendorong digitalisasi.
Sugeng kemudian menjabarkan empat strategi itu. Pembentukan brand halal dilakukan dengan memberikan pemahaman memadai kepada masyarakat tentang produk halal. Misalnya, makanan halal itu adalah makanan sehat.
Terkait membangun jejaring kerja sama dari berbagai unit usaha, termasuk antara lain melalui pengembangan jejaring unit bisnis pondok pesantren yang tergabung dalam Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren (Hebitren). ( Baca juga:Jadi Smart Campus, IPDN Gandeng BNI Terapkan Cashless Society )
"Pada tahun 2020, terdapat ratusan unit bisnis atau UMKM di pesantren yang akan diintegrasikan melalui Hebitren, sehingga dapat meningkatkan skala ekonomi pesantren. Hal itu akan meningkatkan efisiensi dan posisi tawar (bargaining position), serta mendorong transaksi jual beli antara unit usaha di pesantren," kata Sugeng dalam diskusi virtual, Jumat (2/10/2020).
Lalu langkah ketiga, memperkuat pembiayaan syariah melalui integrasi pembiayaan sosial syariah dengan pembiayaan komersial syariah. Keempat, mendorong digitalisasi, antara lain melalui pembentukan platform IKRA (Industri Kreatif Syariah Indonesia) yang sejak 2018 menampilkan produk halal yang berkualitas, serta meningkatkan kolaborasi untuk penyaluran pembiayaan syariah
"Hal tersebut dilaksanakan melalui kerja sama antara lembaga keuangan mikro syariah (Baitul Mal Wattamwil) dan perusahaan teknologi finansial syariah dengan menggunakan aplikasi ponsel pintar," jelas Sugeng.
Sugeng juga mengatakan bahwa pengembangan ekonomi syariah di Indonesia butuh pendekatan yang komprehensif dan integratif. Untuk itu, perlu ada upaya untuk menciptakan ekosistem halal di Indonesia.
"Dalam ekosistem halal, tentunya ada aktivitas pembayaran, pinjaman, dan pendanaan berbasis syariah. Semua memegang prinsip ekonomi syariah," ujar Sugeng. ( Baca juga:Tinjau Depo MRT, Wagub DKI Ingin Percepatan Pembangunan Fase II )
Dalam mendukung pengembangan ekosistem halal, Indonesia pada dasarnya sudah memiliki banyak elemen pendukung. Mulai dari jumlah penduduk padat yang mayoritas muslim, hingga sebaran unit bisnis pesantren.
"BI akan memfasilitasi penguatan unit bisnis pesantren. Dari data tahun 2017-2020, 155 unit bisnis pesantren ada di Pulau Jawa, 82 di Sumatera, 23 di Kalimantan, 21 di Bali dan Nusa Tenggara, serta 42 totalnya di Sulawesi, Maluku, dan Papua," imbuh Sugeng.
Dia mengatakan, dari data tahun 2017-2020 pula, unit bisnis pesantren ini bergerak di banyak sektor ekonomi. Diurutkan dari sektor yang paling banyak terlibat, sebanyak 82 unit bergerak di sektor pertanian, 69 unit di air minum, 32 unit di daur ulang sampah, 27 di perikanan, 25 di pertanian, dan sisanya di sektor lainnya.
"Kami juga akan membangun kerja sama dengan Hebitren, pondok pesantren, dan UMKM syariah untuk pengembangan ekosistem halal ini," tandasnya.
Sugeng kemudian menjabarkan empat strategi itu. Pembentukan brand halal dilakukan dengan memberikan pemahaman memadai kepada masyarakat tentang produk halal. Misalnya, makanan halal itu adalah makanan sehat.
Terkait membangun jejaring kerja sama dari berbagai unit usaha, termasuk antara lain melalui pengembangan jejaring unit bisnis pondok pesantren yang tergabung dalam Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren (Hebitren). ( Baca juga:Jadi Smart Campus, IPDN Gandeng BNI Terapkan Cashless Society )
"Pada tahun 2020, terdapat ratusan unit bisnis atau UMKM di pesantren yang akan diintegrasikan melalui Hebitren, sehingga dapat meningkatkan skala ekonomi pesantren. Hal itu akan meningkatkan efisiensi dan posisi tawar (bargaining position), serta mendorong transaksi jual beli antara unit usaha di pesantren," kata Sugeng dalam diskusi virtual, Jumat (2/10/2020).
Lalu langkah ketiga, memperkuat pembiayaan syariah melalui integrasi pembiayaan sosial syariah dengan pembiayaan komersial syariah. Keempat, mendorong digitalisasi, antara lain melalui pembentukan platform IKRA (Industri Kreatif Syariah Indonesia) yang sejak 2018 menampilkan produk halal yang berkualitas, serta meningkatkan kolaborasi untuk penyaluran pembiayaan syariah
"Hal tersebut dilaksanakan melalui kerja sama antara lembaga keuangan mikro syariah (Baitul Mal Wattamwil) dan perusahaan teknologi finansial syariah dengan menggunakan aplikasi ponsel pintar," jelas Sugeng.
Sugeng juga mengatakan bahwa pengembangan ekonomi syariah di Indonesia butuh pendekatan yang komprehensif dan integratif. Untuk itu, perlu ada upaya untuk menciptakan ekosistem halal di Indonesia.
"Dalam ekosistem halal, tentunya ada aktivitas pembayaran, pinjaman, dan pendanaan berbasis syariah. Semua memegang prinsip ekonomi syariah," ujar Sugeng. ( Baca juga:Tinjau Depo MRT, Wagub DKI Ingin Percepatan Pembangunan Fase II )
Dalam mendukung pengembangan ekosistem halal, Indonesia pada dasarnya sudah memiliki banyak elemen pendukung. Mulai dari jumlah penduduk padat yang mayoritas muslim, hingga sebaran unit bisnis pesantren.
"BI akan memfasilitasi penguatan unit bisnis pesantren. Dari data tahun 2017-2020, 155 unit bisnis pesantren ada di Pulau Jawa, 82 di Sumatera, 23 di Kalimantan, 21 di Bali dan Nusa Tenggara, serta 42 totalnya di Sulawesi, Maluku, dan Papua," imbuh Sugeng.
Dia mengatakan, dari data tahun 2017-2020 pula, unit bisnis pesantren ini bergerak di banyak sektor ekonomi. Diurutkan dari sektor yang paling banyak terlibat, sebanyak 82 unit bergerak di sektor pertanian, 69 unit di air minum, 32 unit di daur ulang sampah, 27 di perikanan, 25 di pertanian, dan sisanya di sektor lainnya.
"Kami juga akan membangun kerja sama dengan Hebitren, pondok pesantren, dan UMKM syariah untuk pengembangan ekosistem halal ini," tandasnya.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda