Hati-Hati Iming-Iming Belanja Online
Sabtu, 10 Oktober 2020 - 09:01 WIB
Bahkan, mereka tidak ragu memasang landing page di web tertentu dan membuat chatbot di WhatsApp. "Ada dua bentuk penipuan, pertama setelah pembeli melakukan transaksi pembayaran kepada penipu, barang tidak akan dikirim. Lalu, barang yang dikirim tidak seperti yang dijanjikan," ungkapnya.
Di sisi lain, Pakar Media Sosial Ismail Fahmi mengungkapkan, modus lain penipuan melalui online shop juga melibatkan tiga pihak, dimana pihak ketiganya, yaitu pembeli adalah korban. Maraknya kasus penipuan online shop juga karena modusnya lebih mudah dilakukan.
Hal yang membuat banyaknya kejahatan di online shop karena jeratan hukum yang didapat oleh pelaku lebih kecil, dibandingkan dengan palaku yang bertemu korbannya secara langsung. "Kalau di media sosial celah untuk melakukan penipuan itu besar, pelakunya pun bisa meninggalkan jejak dengan mudah seperti memblokir korbannya. Bahkan, si penipu bisa melakukan penipuan ke banyak orang, mereka hanya tinggal lihat, mana yang terjebak dan menjadi korban," tegas Ismail. (Baca juga: Belajar Harus tetap Menyenangkan)
Hal inilah yang membuat para korban penipuan online shop tidak ingin menindak lanjuti dengan melapor kepada pihak terkait. Menurut Ismail, jika melapor pun pihak berwenang harus melakukan penelusuran yang terlalu luas dan sulit. Karenanya, hanya beberapa persen saja kasus penipuan online shop bisa diungkap.
Maraknya penipuan yang terjadi di ranah digital, membuat dua raksasa media sosial Facebook dan IG menyarankan untuk melaporkan pesan yang mencurigakan, baik berupa phishing maupun penipuan online kepada pihak terkait. Menurut juru bicara Facebook di Indonesia, Yunita Purnamasari, pihaknya selalu mengingatkan kepada para pengguna untuk tidak menerima segala bentuk permintaan yang mencurigakan.
Jika pun terjadi tindak penipuan, Facebook siap untuk membantu atau pengguna bisa mengadukannya di 'Help Center' di laman bantuan. "Kami sangat menyarankan para pengguna untuk tidak menerima permintaan yang mencurigakan di ranah online serta mengecek ulang keamanan akun melalui fitur keamanan yang ada di platform kami," jelasnya.?
Tidak hanya Facebook dan Instagram yang mengambil langkah tegas untuk para online shop fiktif ini, platform digital Gojek juga memiliki langkah antisipasi tersendiri dalam melindungi konsumennya dari jerat penipuan. Salah satunya dengan langkah melakukan pengembangan pada teknologi dan selalu memberikan edukasi kepada konsumen dan driver. (Baca juga: Erdogan Konfirmasi telah kerahkan Tentara Turki ke Qatar)
Hal ini ditekankan Chief of Public Policy and Government Relations Gojek, Shinto Nugroho. Menurutnya, terkait upaya preventif guna melindungi konsumen, pihaknya akan terus mengembangkan teknologi untuk mencegah terjadinya celah memitigasi atau meminimalisir terjadinya social engineering (tindak penipuan) di dalam aplikasi.
Langkah pemberian edukasi yang jelas kepada driver dan pelanggannya juga menjadi satu langkah menghindari penipuan. Menurutnya, terjadinya kasus penipuan didasari oleh ketidaktahuan seseorang terhadap beberapa hal, salah satunya adalah mengenai One-Time Password (pin OTP).
"Memberikan edukasi secara terus menerus tentunya kita lakukan, terlebih lagi tentang kerahasiaan OTP. OTP ini seperti pin kartu ATM (Anjungan Tunai Mandiri), jadi sifatnya personal yang hanya berhak diketahui oleh pengguna akun tersebut," ujar Shinto.
Di sisi lain, Pakar Media Sosial Ismail Fahmi mengungkapkan, modus lain penipuan melalui online shop juga melibatkan tiga pihak, dimana pihak ketiganya, yaitu pembeli adalah korban. Maraknya kasus penipuan online shop juga karena modusnya lebih mudah dilakukan.
Hal yang membuat banyaknya kejahatan di online shop karena jeratan hukum yang didapat oleh pelaku lebih kecil, dibandingkan dengan palaku yang bertemu korbannya secara langsung. "Kalau di media sosial celah untuk melakukan penipuan itu besar, pelakunya pun bisa meninggalkan jejak dengan mudah seperti memblokir korbannya. Bahkan, si penipu bisa melakukan penipuan ke banyak orang, mereka hanya tinggal lihat, mana yang terjebak dan menjadi korban," tegas Ismail. (Baca juga: Belajar Harus tetap Menyenangkan)
Hal inilah yang membuat para korban penipuan online shop tidak ingin menindak lanjuti dengan melapor kepada pihak terkait. Menurut Ismail, jika melapor pun pihak berwenang harus melakukan penelusuran yang terlalu luas dan sulit. Karenanya, hanya beberapa persen saja kasus penipuan online shop bisa diungkap.
Maraknya penipuan yang terjadi di ranah digital, membuat dua raksasa media sosial Facebook dan IG menyarankan untuk melaporkan pesan yang mencurigakan, baik berupa phishing maupun penipuan online kepada pihak terkait. Menurut juru bicara Facebook di Indonesia, Yunita Purnamasari, pihaknya selalu mengingatkan kepada para pengguna untuk tidak menerima segala bentuk permintaan yang mencurigakan.
Jika pun terjadi tindak penipuan, Facebook siap untuk membantu atau pengguna bisa mengadukannya di 'Help Center' di laman bantuan. "Kami sangat menyarankan para pengguna untuk tidak menerima permintaan yang mencurigakan di ranah online serta mengecek ulang keamanan akun melalui fitur keamanan yang ada di platform kami," jelasnya.?
Tidak hanya Facebook dan Instagram yang mengambil langkah tegas untuk para online shop fiktif ini, platform digital Gojek juga memiliki langkah antisipasi tersendiri dalam melindungi konsumennya dari jerat penipuan. Salah satunya dengan langkah melakukan pengembangan pada teknologi dan selalu memberikan edukasi kepada konsumen dan driver. (Baca juga: Erdogan Konfirmasi telah kerahkan Tentara Turki ke Qatar)
Hal ini ditekankan Chief of Public Policy and Government Relations Gojek, Shinto Nugroho. Menurutnya, terkait upaya preventif guna melindungi konsumen, pihaknya akan terus mengembangkan teknologi untuk mencegah terjadinya celah memitigasi atau meminimalisir terjadinya social engineering (tindak penipuan) di dalam aplikasi.
Langkah pemberian edukasi yang jelas kepada driver dan pelanggannya juga menjadi satu langkah menghindari penipuan. Menurutnya, terjadinya kasus penipuan didasari oleh ketidaktahuan seseorang terhadap beberapa hal, salah satunya adalah mengenai One-Time Password (pin OTP).
"Memberikan edukasi secara terus menerus tentunya kita lakukan, terlebih lagi tentang kerahasiaan OTP. OTP ini seperti pin kartu ATM (Anjungan Tunai Mandiri), jadi sifatnya personal yang hanya berhak diketahui oleh pengguna akun tersebut," ujar Shinto.
Lihat Juga :
tulis komentar anda