Indonesia Bersiap Sambut Tren Baru Pariwisata
Kamis, 22 Oktober 2020 - 06:32 WIB
Di sisi lain, dia menekankan, perencanaan yang dibuat perlu memperhatikan apa yang menjadi keunikan dan daya tarik di Indonesia, di antaranya alam, budaya, dan ekonomi kreatifnya. Dengan begitu, keunikan yang dimiliki menjadi bagian sentral dalam pengembangan destinasi dan produk pariwisata.
”Serta perlu ada strategi pelestarian yang bisa selaras dengan pemanfaatannya sehingga aset pariwisata dan pemanfaatan dari aset pariwisata ini bisa terus dirasakan sampai ke generasi mendatang," ungkapnya.
Lebih jauh Angela menandaskan, dalam perencanaan pembangunan pariwisata memang harus komprehensif, end to end. Angela mencontohkan, ketika bicara suatu market, maka harus diiringi dengan strategi konektivitasnya, seperti ketersediaan direct flight kepada market tersebut. "Juga sampai kepada pengembangan sumber daya manusia yang harus direncanakan sesuai dengan target pengembangan industri," ucapnya.
Selanjutnya, pada Juli hingga September akan mulai regional tour dan internasional karena penerbangan akan banyak dibuka. Kemudian pada Oktober hingga Desember, diprediksi akan bisa normal kembali ketika protokol kesehatan agak diperlonggar dan semua destinasi dibuka. (Baca juga: Wacana Kominfo Blokir Medsos Dinilai Rawan Berangus Pendapat Publik)
Ketua Bidang Pemasaran dan Promosi Dalam Negeri PHR, Raymond Djani, menjelaskan, tren pariwisata ke depan akan sangat mementingkan sertifikat clear, health, safety and environnment (CHSE). "Jika kita mau wisata adanya label ini sangat penting, bagi pelaku usaha yang punya sertifikat ini berarti mereka sudah diaudit oleh Kemenparekraf yang menyatakan sudah memenuhi standar kesehatan,” paparnya.
Dia menuturkan, kalangan yang harus memiliki sertifikat ini di antaranya hotel, restoran, pondok wisata, homestay, destinasi alam, dan semua yang berhubungan dengan pariwisata. “CHSE baru mau akan dimulai, saat ini sedang dilakukan sosialisasi ke semua pelaku wisata, sampai hari ini total yang sudah mendaftar ada 1.286, terdiri dari 175 kabupaten kota,” ungkap Raymond.
CHSE terbagi atas tiga sertifikasi, yaitu Do Care, yaitu wilayah atau tempat tersebut sudah 100 persen aman. Lalu I Do Care yang berarti rekomendasi di mana tempat atau wilayah tersebut 60-80% aman, dan Pembinaan I Do Care, yakni tempat tersebut masih kurang dari sisi standar ketentuan.
“Ada beberapa persiapan sebelum kita berwisata, seperti menentukan zona aman, yaitu harus zona hijau, jam operasional, tempat wisata, sertifikasi CHSE, luas area, dan tiket. Untuk wisata Aman, ada dua poin, yaitu disiplin protokol untuk kita sendiri dan pelaksanaan CHSE dari pelaku usaha. Jika ini semua dilakukan pasti wisata akan lebih aman,” ucap Raymond. (Baca juga: Azerbaijan Tembak Jatuh Lagi Drone Armenia)
Langkah strategis memang perlu dilakukan karena pandemi telah mendorong pariwisata dunia ke titik nol, termasuk Indonesia. Padahal, bagi Indonesia sektor pariwisata merupakan salah satu sektor tulang punggung perekonomian Indonesia.
Pada 2019, misalnya, sektor pariwisata menyumbang devisa sebesar Rp280 triliun dengan jumlah wisatawan mancanegara sebesar 16.11 juta wisatawan dan tercatat ada 282.93 juta perjalanan wisatawan nusantara dengan total pengeluaran perjalanan sebesar Rp307.35 triliun.
”Serta perlu ada strategi pelestarian yang bisa selaras dengan pemanfaatannya sehingga aset pariwisata dan pemanfaatan dari aset pariwisata ini bisa terus dirasakan sampai ke generasi mendatang," ungkapnya.
Lebih jauh Angela menandaskan, dalam perencanaan pembangunan pariwisata memang harus komprehensif, end to end. Angela mencontohkan, ketika bicara suatu market, maka harus diiringi dengan strategi konektivitasnya, seperti ketersediaan direct flight kepada market tersebut. "Juga sampai kepada pengembangan sumber daya manusia yang harus direncanakan sesuai dengan target pengembangan industri," ucapnya.
Selanjutnya, pada Juli hingga September akan mulai regional tour dan internasional karena penerbangan akan banyak dibuka. Kemudian pada Oktober hingga Desember, diprediksi akan bisa normal kembali ketika protokol kesehatan agak diperlonggar dan semua destinasi dibuka. (Baca juga: Wacana Kominfo Blokir Medsos Dinilai Rawan Berangus Pendapat Publik)
Ketua Bidang Pemasaran dan Promosi Dalam Negeri PHR, Raymond Djani, menjelaskan, tren pariwisata ke depan akan sangat mementingkan sertifikat clear, health, safety and environnment (CHSE). "Jika kita mau wisata adanya label ini sangat penting, bagi pelaku usaha yang punya sertifikat ini berarti mereka sudah diaudit oleh Kemenparekraf yang menyatakan sudah memenuhi standar kesehatan,” paparnya.
Dia menuturkan, kalangan yang harus memiliki sertifikat ini di antaranya hotel, restoran, pondok wisata, homestay, destinasi alam, dan semua yang berhubungan dengan pariwisata. “CHSE baru mau akan dimulai, saat ini sedang dilakukan sosialisasi ke semua pelaku wisata, sampai hari ini total yang sudah mendaftar ada 1.286, terdiri dari 175 kabupaten kota,” ungkap Raymond.
CHSE terbagi atas tiga sertifikasi, yaitu Do Care, yaitu wilayah atau tempat tersebut sudah 100 persen aman. Lalu I Do Care yang berarti rekomendasi di mana tempat atau wilayah tersebut 60-80% aman, dan Pembinaan I Do Care, yakni tempat tersebut masih kurang dari sisi standar ketentuan.
“Ada beberapa persiapan sebelum kita berwisata, seperti menentukan zona aman, yaitu harus zona hijau, jam operasional, tempat wisata, sertifikasi CHSE, luas area, dan tiket. Untuk wisata Aman, ada dua poin, yaitu disiplin protokol untuk kita sendiri dan pelaksanaan CHSE dari pelaku usaha. Jika ini semua dilakukan pasti wisata akan lebih aman,” ucap Raymond. (Baca juga: Azerbaijan Tembak Jatuh Lagi Drone Armenia)
Langkah strategis memang perlu dilakukan karena pandemi telah mendorong pariwisata dunia ke titik nol, termasuk Indonesia. Padahal, bagi Indonesia sektor pariwisata merupakan salah satu sektor tulang punggung perekonomian Indonesia.
Pada 2019, misalnya, sektor pariwisata menyumbang devisa sebesar Rp280 triliun dengan jumlah wisatawan mancanegara sebesar 16.11 juta wisatawan dan tercatat ada 282.93 juta perjalanan wisatawan nusantara dengan total pengeluaran perjalanan sebesar Rp307.35 triliun.
tulis komentar anda