Ekonomi AS Bangkit dari Resesi, Apa Pengaruhnya ke Indonesia?
Senin, 02 November 2020 - 14:21 WIB
JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) pada kuartal III/2020 meroket 33,1% yang menurut ekonom sudah sewajarnya ketika sempat lockdown pada kuartal sebelumnya. Lalu apa dampaknya bagi Indonesia , meski ekonomi AS secara YoY masih terkontraksi sebesar 2,9%. Namun membaik dari kontraksi 9% yoy di kuartal II.
"Kedepan kami melihat pemulihan ekonomi di AS masih akan terus berlangsung didorong oleh kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif meskipun masih akan dibayangi oleh infeksi covid yang meningkat kembali," kata Ekonom Bank Standard Chartered Aldian Taloputra saat dihubungi di Jakarta, Senin (2/11/2020).
(Baca Juga: Ekonomi AS Positif, Kabar Baik untuk Indonesia )
Hal ini tentunya akan berpengaruh kepada ekonomi Indonesia mengingat AS merupakan negara tujuan ekspor terbesar kedua setelah China. "Kebijakan moneter AS yang akomodatif ini juga akan menjaga likuiditas global tinggi dan mendukung penguatan nilai tukar rupiah," ujar dia.
Dihubungi terpisah, Peneliti Indef Nailul Huda mengatakan, bangkitnya ekonomi AS pada kuartal III 2020 tidak terlepas dari bantuan pemerintah AS yang mengucurkan dana hingga USD 3 triliun. Langkah ini juga merupakan langkah politis dari Trump yang tengah menghadapi pemilihan presiden. Jadi segala upaya dilakukan Trump untuk membuat ekonomi AS membaik.
"Selain ditunjang dari program pemerintah, ekonomi AS ditunjang oleh membaiknya ekonomi China yang sudah pulih akibat dari pandemi," kata Huda.
(Baca Juga: Rekor Tertinggi, Defisit Anggaran AS Mencapai Rp44.700 Triliun )
Laju ekspor impor AS-China yang besar membuat ketika perekonomian China pulih karena percepatan ekonomi di AS juga meningkat. Namun menurut dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan negara yang tidak terlalu dipengaruhi oleh perdagangan luar negeri ekspor impor.
"Ekonomi kita banyak dipengaruhi oleh konsumsi domestik. Maka perbaikan ekonomi China dan AS tidak berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi kita," tegas Huda.
"Kedepan kami melihat pemulihan ekonomi di AS masih akan terus berlangsung didorong oleh kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif meskipun masih akan dibayangi oleh infeksi covid yang meningkat kembali," kata Ekonom Bank Standard Chartered Aldian Taloputra saat dihubungi di Jakarta, Senin (2/11/2020).
(Baca Juga: Ekonomi AS Positif, Kabar Baik untuk Indonesia )
Hal ini tentunya akan berpengaruh kepada ekonomi Indonesia mengingat AS merupakan negara tujuan ekspor terbesar kedua setelah China. "Kebijakan moneter AS yang akomodatif ini juga akan menjaga likuiditas global tinggi dan mendukung penguatan nilai tukar rupiah," ujar dia.
Dihubungi terpisah, Peneliti Indef Nailul Huda mengatakan, bangkitnya ekonomi AS pada kuartal III 2020 tidak terlepas dari bantuan pemerintah AS yang mengucurkan dana hingga USD 3 triliun. Langkah ini juga merupakan langkah politis dari Trump yang tengah menghadapi pemilihan presiden. Jadi segala upaya dilakukan Trump untuk membuat ekonomi AS membaik.
"Selain ditunjang dari program pemerintah, ekonomi AS ditunjang oleh membaiknya ekonomi China yang sudah pulih akibat dari pandemi," kata Huda.
(Baca Juga: Rekor Tertinggi, Defisit Anggaran AS Mencapai Rp44.700 Triliun )
Laju ekspor impor AS-China yang besar membuat ketika perekonomian China pulih karena percepatan ekonomi di AS juga meningkat. Namun menurut dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan negara yang tidak terlalu dipengaruhi oleh perdagangan luar negeri ekspor impor.
"Ekonomi kita banyak dipengaruhi oleh konsumsi domestik. Maka perbaikan ekonomi China dan AS tidak berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi kita," tegas Huda.
(akr)
tulis komentar anda