Ekonom: UU Cipta Kerja Akomodir Kebutuhan Calon Pekerja dan Pekerja
Rabu, 16 Desember 2020 - 15:53 WIB
“Ini nampak sekali permasalahannya kenapa investasi kita tumbuhnya begitu-begitu saja. Investasi di Indonesia sangat menarik, tapi hambatannya sangat banyak. Persoalan yang begitu banyaknya itu, dimasukan semua dalam UU Omnibus Law. Begitu banyaknya pasal-pasal dan UU yang harus secara bersamaan diperbaiki. Kalau diperbaiki satu per satu, itu butuh berapa presiden,” jelasnya.
Rentetan persoalan itulah, yang menjadikan alasan utama pemerintahan Jokowi begitu bersemangat untuk melanjutkan pembahasan Omnibus Law UU Cipta Kerja. pembahasan ini,jelas dia, tidak bisa dilakukan secara parsial karena kebutuhannya begitu mendesak dan harus dilaksanakan secara serentak.
“Dan itu yang tertuang di dalam UU Cipta Kerja, semuanya sudah dirangkum dalam satu UU, dan itu merupakan satu trobosan yang luar biasa. Justru yang akan panen manfaat dari UU ini ya masyarakat. Yang akan memanen manfaat secara politik adalah pemerintahan mendatang karena sudah mendapatkan warisan sebuah UU yang begitu baik,” jelasnya.
Piter juga menyinggung, apakah UU Cipta Kerja merugikan pekerja? Menurutnya, bicara UU Cipta Kerja tidak bisa terlepas dari perspektif pekerja dan calon pekerja. Artinya, UU Cipta Kerja jelas ada perspektif yang ditujukan untuk melindungi pekerja dan calon pekerja, baik dalam jangka pendek mapun jangka penjang.
Berdasarkan data, Indonesia mengalami peningkatan angkatan kerja sebanyak 3 juta per tahun. Dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen, dimana dari setiap 1 persen ekonomi hanya bisa menyerap pertumbuhan 250.000 angkatan kerja baru. Artinya, kalau pertumbuhan ekonomi hanya 5 persen, maka hanya bisa menyerap sekitar 1.250.000 angkatan kerja baru.
(Baca Juga: Susun Aturan Turunan UU Ciptaker, Menaker Kumpulkan 106 Rektor Perguruan Tinggi )
Berarti, ada sekitar 1.750.000 masyarakat Indonesia yang baru lulus kuliah dan lulus SMK yang termasuk angkatan tenaga kerja baru yang tidak akan terserap.
“UU Cipta kerja ini adalah perspektif calon pekerja, itu utamanya. Karena dia akan menciptakan investasi dan menciptakan lapangan kerja. Yang akan mengakomodasi kebutuhan calon pekerja, bukan pekerja. Setiap tahun berapa calon pekerja yang muncul, mereka harus disiapkan pekerjaan-pekerjaan baru,” jelasnya.
Piter juga menjelaskan, dalam UU Cipta Kerja, pesangon pekerja yang kena PHK memang dikurangi, tapi tidak merugikan bagi pekerja. Kenapa tidak merugikan? karena di balik penurunan ini, ada kepastian bahwa itu akan terbayarkan.
Menurutnya, mana yang lebih menguntungkan, dikasih iming-iming pesangon 32 kali tapi tidak bibayar atau pesangon 25 kali tapi pasti terbayar. “Saya pasti milih yang 25 kali,” tegasnya.
Rentetan persoalan itulah, yang menjadikan alasan utama pemerintahan Jokowi begitu bersemangat untuk melanjutkan pembahasan Omnibus Law UU Cipta Kerja. pembahasan ini,jelas dia, tidak bisa dilakukan secara parsial karena kebutuhannya begitu mendesak dan harus dilaksanakan secara serentak.
“Dan itu yang tertuang di dalam UU Cipta Kerja, semuanya sudah dirangkum dalam satu UU, dan itu merupakan satu trobosan yang luar biasa. Justru yang akan panen manfaat dari UU ini ya masyarakat. Yang akan memanen manfaat secara politik adalah pemerintahan mendatang karena sudah mendapatkan warisan sebuah UU yang begitu baik,” jelasnya.
Piter juga menyinggung, apakah UU Cipta Kerja merugikan pekerja? Menurutnya, bicara UU Cipta Kerja tidak bisa terlepas dari perspektif pekerja dan calon pekerja. Artinya, UU Cipta Kerja jelas ada perspektif yang ditujukan untuk melindungi pekerja dan calon pekerja, baik dalam jangka pendek mapun jangka penjang.
Berdasarkan data, Indonesia mengalami peningkatan angkatan kerja sebanyak 3 juta per tahun. Dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen, dimana dari setiap 1 persen ekonomi hanya bisa menyerap pertumbuhan 250.000 angkatan kerja baru. Artinya, kalau pertumbuhan ekonomi hanya 5 persen, maka hanya bisa menyerap sekitar 1.250.000 angkatan kerja baru.
(Baca Juga: Susun Aturan Turunan UU Ciptaker, Menaker Kumpulkan 106 Rektor Perguruan Tinggi )
Berarti, ada sekitar 1.750.000 masyarakat Indonesia yang baru lulus kuliah dan lulus SMK yang termasuk angkatan tenaga kerja baru yang tidak akan terserap.
“UU Cipta kerja ini adalah perspektif calon pekerja, itu utamanya. Karena dia akan menciptakan investasi dan menciptakan lapangan kerja. Yang akan mengakomodasi kebutuhan calon pekerja, bukan pekerja. Setiap tahun berapa calon pekerja yang muncul, mereka harus disiapkan pekerjaan-pekerjaan baru,” jelasnya.
Piter juga menjelaskan, dalam UU Cipta Kerja, pesangon pekerja yang kena PHK memang dikurangi, tapi tidak merugikan bagi pekerja. Kenapa tidak merugikan? karena di balik penurunan ini, ada kepastian bahwa itu akan terbayarkan.
Menurutnya, mana yang lebih menguntungkan, dikasih iming-iming pesangon 32 kali tapi tidak bibayar atau pesangon 25 kali tapi pasti terbayar. “Saya pasti milih yang 25 kali,” tegasnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda