Kementerian ATR/BPN Bantah Klaim FPI yang Menyatakan Sertifikat HGU PTPN VIII Dibatalkan MA
Minggu, 27 Desember 2020 - 12:32 WIB
JAKARTA - Sengketa lahan Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah di kawasan Megamendung, Bogor, Jawa Barat, antara Front Pembela Islam (FPI) dan PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII Persero) masih terus berlanjut. Melalui tim kuasa hukumnya, FPI memberikan jawaban atas somasi PT PN VIII. ( Baca juga:Ponpes Habib Rizieq di Megamendung Digugat PTPN, Pengamat Ingatkan Amanat Bung Hatta )
Dari surat tanggapan tersebut tercatat ada 11 poin yang disampaikan tim kuasa hukum FPI. Salah satu poin menjelaskan bahwa sertifikat hak guna usaha (HGU) PTPN VIII telah dibatalkan dengan adanya putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah berkekuatan hukum tetap.
"Bahwa berdasarkan informasi yang telah kami dapatkan di lapangan, terhadap sertifikat HGU PTPN VIII telah dibatalkan dengan adanya putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap," ujar Aziz Yanuar kuasa Hukum FPI melalui surat tersebut yang diterima MNC News Portal, Minggu (27/12/2020).
Menanggapi poin isi surat itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) menegaskan bahwa tidak ada pembatalan dari MA terkait dengan HGU PTPN VIII.
"Siapa yang membatalkan, tidak ada yang membatalkan. Itu HGU tetap, tidak ada yang membatalkan, kan harus ingat PTPN itu BUMN, BUMN itu adalah penugasan negara. Selama ada BUMN dan PTPN VIII, selama dia masih eksis, tanah itu melekat pada PTPN," ujar juru bicara BPN, Teuku Taufiqulhadi saat dikonfirmasi, Minggu (27/12/2020).
Taufiqulhadi menegaskan, tanah yang diklaim FPI merupakan aset negara yang terdaftar dalam perbendaharaan negara saat ini. Di mana, lahan itu ada di bawah kendali atau pengolahan BUMN melalui PTPN VIII. Karena itu, tidak ada yang dibatalkan oleh MA.
Dia mengingatkan, sekalipun HGU PTPN VIII itu dibatalkan, maka tanah tersebut tetap menjadi milik negara. ( Baca juga:Lembaga Eijkman: Vaksin bisa dari Rusia, Cina, atau Amerika )
"Itu punya negara sampai kapan pun, walaupun dia tidak punya HGU, ya kembali lagi menjadi tanah negara. Tanah ini punya negara, kalau HGU-nya ilang, dia kembali jadi milik negara. Tidak boleh orang memperjualbelikan. Orang yang menjual itu tidak punya hak, apa bukti dia punya hak, seperti sertifikat. Kalau tidak ada sertifikat, dia tidak boleh menjual. Sertifikat itu kan hak milik dari tanah tersebut," tandas Taufiqulhadi.
Dari surat tanggapan tersebut tercatat ada 11 poin yang disampaikan tim kuasa hukum FPI. Salah satu poin menjelaskan bahwa sertifikat hak guna usaha (HGU) PTPN VIII telah dibatalkan dengan adanya putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah berkekuatan hukum tetap.
"Bahwa berdasarkan informasi yang telah kami dapatkan di lapangan, terhadap sertifikat HGU PTPN VIII telah dibatalkan dengan adanya putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap," ujar Aziz Yanuar kuasa Hukum FPI melalui surat tersebut yang diterima MNC News Portal, Minggu (27/12/2020).
Menanggapi poin isi surat itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) menegaskan bahwa tidak ada pembatalan dari MA terkait dengan HGU PTPN VIII.
"Siapa yang membatalkan, tidak ada yang membatalkan. Itu HGU tetap, tidak ada yang membatalkan, kan harus ingat PTPN itu BUMN, BUMN itu adalah penugasan negara. Selama ada BUMN dan PTPN VIII, selama dia masih eksis, tanah itu melekat pada PTPN," ujar juru bicara BPN, Teuku Taufiqulhadi saat dikonfirmasi, Minggu (27/12/2020).
Taufiqulhadi menegaskan, tanah yang diklaim FPI merupakan aset negara yang terdaftar dalam perbendaharaan negara saat ini. Di mana, lahan itu ada di bawah kendali atau pengolahan BUMN melalui PTPN VIII. Karena itu, tidak ada yang dibatalkan oleh MA.
Dia mengingatkan, sekalipun HGU PTPN VIII itu dibatalkan, maka tanah tersebut tetap menjadi milik negara. ( Baca juga:Lembaga Eijkman: Vaksin bisa dari Rusia, Cina, atau Amerika )
"Itu punya negara sampai kapan pun, walaupun dia tidak punya HGU, ya kembali lagi menjadi tanah negara. Tanah ini punya negara, kalau HGU-nya ilang, dia kembali jadi milik negara. Tidak boleh orang memperjualbelikan. Orang yang menjual itu tidak punya hak, apa bukti dia punya hak, seperti sertifikat. Kalau tidak ada sertifikat, dia tidak boleh menjual. Sertifikat itu kan hak milik dari tanah tersebut," tandas Taufiqulhadi.
(uka)
tulis komentar anda