Tanpa Perlindungan Pemerintah, 100 Ribu Tenaga Kerja Industri Baja Terancam PHK
Senin, 18 Januari 2021 - 21:50 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Achmad Baidowi mengingatkan, Pemerintah, bahwa sekitar 100 ribu karyawan industri baja nasional terancam terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Hal tersebut terkait membanjirnya baja impor murah, terutama asal China, yang mengancam gulung tikarnya industri baja nasional.
Untuk itu, lanjut Baidowi, Pemerintah harus segera bertindak dengan memberikan proteksi bagi industri baja nasional tersebut, sekaligus menyelamatkan puluhan ribu karyawan. “Ini yang harus diperhatikan Pemerintah, karena tenaga kerja di industri baja nasional tidak sedikit. Jangan sampai mereka mati di lumbung sendiri,” kata Baidowi kepada media di Jakarta, Senin (18/1/2021).
Menurut Baidowi, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) memang harus melindungi produksi baja nasional dan juga turunannya. Sebab, jika banjir impor baja murah asal Cina terus terjadi, maka akan memunculkan efek domino cukup besar. Tidak hanya ancaman PHK massal terhadap sekitar 80 ribu pekerja. Lebih dari itu, juga membuat roda perekonomian semakin terpuruk.
“Proteksi tersebut menjadi salah satu opsional yang harus dipertimbangkan Pemerintah, baik dalam hal penerapan Anti Dumping maupun Safeguard. Tentu saja, dengan memperhatikan ketentuan global WTO,” lanjut Baidowi.
Baidowi menambahkan, sebagaimana sektor industri lain, industri baja merupakan penopang ekonomi nasional. Untuk itu, Pemerintah harus mengefektifkan produksi dan menekan laju PHK. “Jangan sampai di saat sulit karena pandemi, kemudian ditambah PHK yang masif karena baja impor. Kalau itu terjadi, wah makin remuk ekonomi kita,” jelasnya.
Sebelumnya, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati juga meminta Pemerintah untuk mengambil sikap tegas guna menghentikan banyaknya produk murah tersebut. Menurut Enny, jika banjir baja impor tidak dihentikan, maka industri baja nasional tidak berkembang dan bahkan terancam bangkrut.
Mereka terang dia, pasti kalah bersaing karena baja impor sangat murah. Terkait perlindungan tersebut, jelas Enny, Pemerintah perlu memberlakukan Trade Remidies bagi industri baja dalam negeri, seperti Anti Dumping dan Safeguard. Terlebih beberapa Negara, seperti Malaysia dan Vietnam juga sudah memberlakukan kebijakan tersebut.
Perlindungan semacam itu, menurut Enny, tidak bertentangan dengan prinsip fairness World Trade Organization (WTO). Sebab, murahnya baja Cina, memang disebabkan dukungan Pemerintah Cina yang luar biasa besar. Di antaranya tax rebate dan subsidi. Bahkan, Pemerintah Cina juga memberi bantuan bagi industri untuk kebijakan lingkungan, seperti slag baja dan impunitas scrap.
Untuk itu, lanjut Baidowi, Pemerintah harus segera bertindak dengan memberikan proteksi bagi industri baja nasional tersebut, sekaligus menyelamatkan puluhan ribu karyawan. “Ini yang harus diperhatikan Pemerintah, karena tenaga kerja di industri baja nasional tidak sedikit. Jangan sampai mereka mati di lumbung sendiri,” kata Baidowi kepada media di Jakarta, Senin (18/1/2021).
Menurut Baidowi, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) memang harus melindungi produksi baja nasional dan juga turunannya. Sebab, jika banjir impor baja murah asal Cina terus terjadi, maka akan memunculkan efek domino cukup besar. Tidak hanya ancaman PHK massal terhadap sekitar 80 ribu pekerja. Lebih dari itu, juga membuat roda perekonomian semakin terpuruk.
“Proteksi tersebut menjadi salah satu opsional yang harus dipertimbangkan Pemerintah, baik dalam hal penerapan Anti Dumping maupun Safeguard. Tentu saja, dengan memperhatikan ketentuan global WTO,” lanjut Baidowi.
Baidowi menambahkan, sebagaimana sektor industri lain, industri baja merupakan penopang ekonomi nasional. Untuk itu, Pemerintah harus mengefektifkan produksi dan menekan laju PHK. “Jangan sampai di saat sulit karena pandemi, kemudian ditambah PHK yang masif karena baja impor. Kalau itu terjadi, wah makin remuk ekonomi kita,” jelasnya.
Sebelumnya, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati juga meminta Pemerintah untuk mengambil sikap tegas guna menghentikan banyaknya produk murah tersebut. Menurut Enny, jika banjir baja impor tidak dihentikan, maka industri baja nasional tidak berkembang dan bahkan terancam bangkrut.
Mereka terang dia, pasti kalah bersaing karena baja impor sangat murah. Terkait perlindungan tersebut, jelas Enny, Pemerintah perlu memberlakukan Trade Remidies bagi industri baja dalam negeri, seperti Anti Dumping dan Safeguard. Terlebih beberapa Negara, seperti Malaysia dan Vietnam juga sudah memberlakukan kebijakan tersebut.
Perlindungan semacam itu, menurut Enny, tidak bertentangan dengan prinsip fairness World Trade Organization (WTO). Sebab, murahnya baja Cina, memang disebabkan dukungan Pemerintah Cina yang luar biasa besar. Di antaranya tax rebate dan subsidi. Bahkan, Pemerintah Cina juga memberi bantuan bagi industri untuk kebijakan lingkungan, seperti slag baja dan impunitas scrap.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda