Era Baru Bisnis: Kolaborasi

Sabtu, 06 Februari 2021 - 16:05 WIB
Pertama, gelombang pertama pada periode Maret-Mei 2020 itu menghajar perusahaan-perusahaan yang kondisi keuangan sudah buruk sebelum pandemi. Itu yang teriak-teriak kekuatan finansialnya hanya sampai Juli 2020. Pandemi ini hadir mendadak, tak satu pun perusahaan yang melakukan persiapan.

“Yang rasio utangnya tinggi, itu akan berjibaku membayar itu dulu. Sekarang demand dan pendapatan drop, enggak mungkin bertahan. Yang lain bisa menyesuaikan diri, agak sehat mulai melakukan efisiensi, seperti pengurangan karyawan dan perumahan,” terangnya.

Mereka yang bisa efisiensi ini masuk ke gelombang dua. Namun, fundamentalnya keropos. Keuangannya terlihat bagus. Perusahaan-perusahaan ini biasanya memiliki beban biaya pada operasional yang besar. Pada saat permintaan besar, semua biaya yang inefisiensi itu bisa tertutup. Ketika pendapatan turun, pengeluaran yang selama ini tidak perlu menjadi masalah.

Pada gelombang tiga yang terjadi pada Agustus-September, menurutnya, perusahaan-perusahaan itu sudah bisa beradaptasi dengan pandemi. Namun, perusahaan-perusahaan memiliki kekakuan dengan masih mengandalkan model bisnis lama. Padahal, perusahaan lain mengalihkan bisnisnya atau melihat peluang yang bisa digarap di tengah pandemi.

Contohnya, PT Sritex itu membuat alat pelindung diri. Itu bagian dari beradaptasi dengan lingkungan baru. Perusahaan yang masih menggunakan model bisnis lama ini akan tamat pada gelombang ketiga ini. Dia menerangkan gelombang pada ini fase adaptasi, tapi waktunya masih lama sekitar 1-2 tahun ke depan.

Para pelaku usaha itu mulai mengambil langkah bekerja sama dengan pesaing. Lanskap dan pola bisnisnya memakai cara baru. Sebelum pandemi sudah ada yang mempraktikkan, yakni Blue Bird dengan perusahaan transportasi daring. Awalnya, mereka bersaing keras. Kini bekerja sama. “Akhirnya, dua-duanya hidup dan dua-duanya gede,” ucapnya.

Wahyu menjelaskan, pelaku usaha yang masih memikirkan diri sendiri dan kompetisi tidak akan survive pada gelombang terakhir ini. Mindset lama itu yang di dalam industri pesaing dan di luar itu memberikan tekanan. Kadang-kadang muncul usaha bagaimana mengalahkan pesaing Kalau perlu mematikan pesaing.

“Era baru ini sifatnya lebih kolaboratif. Contohnya, makan roti sendiri itu (bisanya) kecil. Kalau bersama temannya bisa makin gede. Jadi dapat lebih besar (juga). Kalau enggak mau kerja sama, malah enggak dapat roti. Sekarang harus kolaborasi untuk jadi konsorsium gede. Kalau enggak akan ketinggalan,” paparnya.

Wahyu menyatakan pandemi ini justru bisa jadi kesempatan Indonesia untuk bersaing negara lain. Menurut World Economic Forum, pandemi adalah the great reset. Ibarat balapan Formula I ketika ada kecelakaan, semua akan memulai balapan dari jarak yang berdekatan. Tidak berjauhan seperti sebelumnya.

“Indonesia masih menarik? Tentu saja karena Indonesia punya sumber daya alam yang tinggi. Itu tidak bisa dinafikan apalagi kita fokus di nikel untuk baterai listrik. Dunia sedang tertuju pada Indonesia. Sumber daya manusia (SDM) kita memang tidak merata, tapi ada yang bagus. Ada yang kurang banget. Jadi, human capital yang bagus banyak karena jumlah SDM-nya banyak,” katanya.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More