FABA Dicabut dari Kategori B3, LIPI: Sesuai Hati Nurani Ilmuwan
Selasa, 16 Maret 2021 - 18:38 WIB
JAKARTA - Kepala Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI Nurul Taufiqurochman mengatakan, dengan dicabutnya limbah batu bara jenis Fly Ash Bottom Ash (FABA) dari kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) ini sudah sesuai dengan hati nurani ilmuwan.
Sebagai informasi, pencabutan itu terjadi setelah PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mencabut FABA dari kategori Limbah B3. Sebelumnya, PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, FABA masih masuk kategori limbah B3.
“Saya pikir dicabutnya ini sudah sesuai hati nurani ilmuwan ya. Ya kami mohon maaf ya, ketika peraturan PP 101 Tahun 2014 ini tercengang juga melihat ini. Ini dari mana membuat keputusan seperti ini? Kajiannya bagaimana? Makanya saya sempat mempertanyakan di KLHK waktu itu,” katanya dalam acara Polemik Trijaya secara virtual, Selasa (16/3/2021).
Menurut dia, ini merupakan suatu keputusan yang sudah tepat, dan di dunia hampir tidak ada yang mengatakan FABA sebagai limbah B3. “Ya kami telah melakukan pengkajian bahwa di dunia ini tidak ada yang mengatakan ya, hampir tidak ada itu menjadi limbah B3. Ya paling limbah biasa yang perlu penanganan khusus, yang mengkategorikan B3 itu ya sedikit, paling 1 atau 2. Itu pun kami belum menemukan ya,” ujar Nurul.
Lanjut Nurul, secara umum komposisi FABA itu sama dengan tanah lempung. Di dalamnya terkandung banyak silika, di mana silika di Jepang itu adalah pupuk sekunder yang dipakai untuk tanaman padi, kelapa sawit, dan sebagainya.
“Silica itu dari 35% sampai 60% bahkan kandungannya ya. Itu bagus makanya dipakai untuk remediasi untuk pupuk tanaman dsb. Kedua adalah alumina dan yang berikutnya lagi magnesium, ini bagus untuk tanaman. Ya magnesium, kemudian kalsium, yang sedikit-sedikit lagi besi, ya besi oksida tanah kita kan itu besi oksida. Dan yang kecil-kecil lagi ada malah fosfor, ada kalium, dan natrium, itu bagus untuk tanaman,” ucap dia.
Sementara itu, menurutnya, FABA dikatakan berbahaya jika jumlahnya melebihi ambang batas. Akan tetapi, itu masih jauh dari batas. “Yang seperti berbahaya itu jumlahnya saya lihat ambang batasnya masih jauh 0,000 berapa persen gitu ya. Jadi ya sangat bersih lah ya dalam artian sangat clear kalau ini kategorinya memang harusnya tidak limbah. Bahkan, di dunia ini ada yang mengatakan itu bukan limbah. Limbah saja tidak bukan limbah B3 loh, itu dikatakan sebagai by product,” tutur Nurul.
Sebagai informasi, pencabutan itu terjadi setelah PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mencabut FABA dari kategori Limbah B3. Sebelumnya, PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, FABA masih masuk kategori limbah B3.
“Saya pikir dicabutnya ini sudah sesuai hati nurani ilmuwan ya. Ya kami mohon maaf ya, ketika peraturan PP 101 Tahun 2014 ini tercengang juga melihat ini. Ini dari mana membuat keputusan seperti ini? Kajiannya bagaimana? Makanya saya sempat mempertanyakan di KLHK waktu itu,” katanya dalam acara Polemik Trijaya secara virtual, Selasa (16/3/2021).
Baca Juga
Menurut dia, ini merupakan suatu keputusan yang sudah tepat, dan di dunia hampir tidak ada yang mengatakan FABA sebagai limbah B3. “Ya kami telah melakukan pengkajian bahwa di dunia ini tidak ada yang mengatakan ya, hampir tidak ada itu menjadi limbah B3. Ya paling limbah biasa yang perlu penanganan khusus, yang mengkategorikan B3 itu ya sedikit, paling 1 atau 2. Itu pun kami belum menemukan ya,” ujar Nurul.
Lanjut Nurul, secara umum komposisi FABA itu sama dengan tanah lempung. Di dalamnya terkandung banyak silika, di mana silika di Jepang itu adalah pupuk sekunder yang dipakai untuk tanaman padi, kelapa sawit, dan sebagainya.
“Silica itu dari 35% sampai 60% bahkan kandungannya ya. Itu bagus makanya dipakai untuk remediasi untuk pupuk tanaman dsb. Kedua adalah alumina dan yang berikutnya lagi magnesium, ini bagus untuk tanaman. Ya magnesium, kemudian kalsium, yang sedikit-sedikit lagi besi, ya besi oksida tanah kita kan itu besi oksida. Dan yang kecil-kecil lagi ada malah fosfor, ada kalium, dan natrium, itu bagus untuk tanaman,” ucap dia.
Sementara itu, menurutnya, FABA dikatakan berbahaya jika jumlahnya melebihi ambang batas. Akan tetapi, itu masih jauh dari batas. “Yang seperti berbahaya itu jumlahnya saya lihat ambang batasnya masih jauh 0,000 berapa persen gitu ya. Jadi ya sangat bersih lah ya dalam artian sangat clear kalau ini kategorinya memang harusnya tidak limbah. Bahkan, di dunia ini ada yang mengatakan itu bukan limbah. Limbah saja tidak bukan limbah B3 loh, itu dikatakan sebagai by product,” tutur Nurul.
(ind)
Lihat Juga :
tulis komentar anda