Hati-Hati, Restrukturisasi Kredit Bisa Ganggu Likuiditas Perbankan
Rabu, 20 Mei 2020 - 14:53 WIB
JAKARTA - Penyebaran virus coronavirus disease 2019 (COVID-19) memang begitu masif. Dampaknya bukan hanya dirasakan dari sisi kesehatan saja. Virus ini juga telah merusak kondisi ekonomi. Banyak masayarakat, pengusaha yang kesusahan untuk melaksanakan kewajibannya kepada bank.
Untuk itulah kemudian Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan aturan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus perekonomian sebagai kebijakan Countercyclical. Aturan inilah yang jadi acuan untuk melakukan restrukturisasi kredit. Artinya nasabah atau debitur yang terdampak Virus Cofid 19 mendapatkan keringanan pembayaran kredit baik pokok maupun bunganya.
Catatan terakhir dari OJK menyatakan, per 11 Mei 2020 sudah ada 90 bank yang telah memberikan restrukturisasi kredit kepada 4,33 juta debitur terdampak Covid-19. Nilai kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp 391,18 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan dari total kredit yang direstrukturisasi, sebanyak 3,76 debitur merupakan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah dengan nilai kredit mencapai Rp 190,30 triliun. Baca juga: Dana Restrukturisasi Kredit UMKM Disiapkan Mencapai Rp87,59 Triliun
Heru memperkiraan nantinya akan ada sebanyak 102 bank yang berpotensi menjalankan program restrukturisasi kredit ini. Potensi jumlah debitur yang mendapat keringanan kredit akan mencapai 14,6 juta dengan outstanding kredit sebesar Rp 1.275,3 triliun.
Perkiraan total nilai kredit yang direstrukturisasi itu ternyata lebih kecil dibandingkan prediksi yang dibuat oleh Gita Wiryawan, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Menurut mantan Menteri Perdagangan ini, sekarang nilai kredit yang perlu direstrukturisasi mencapai 25% dari total kredit perbankan atau setara sekitar Rp1.500 triliun.
Seiring berjalannya waktu kebutuhan dana untuk restrukturisasi kredit akan terus bertambah. Ia pun memproyeksikan kebutuhan dana restukturisasi bakal mencapai sekitar Rp3000 triliun atau 45% dari total kredit perbankan. Gita pun mengingatkan, program restrukturisasi kredit menjadi penting untuk menjaga keberlangsungan perekonomian nasional di tengah pandemi Covid-19. Pasalnya, kredit juga dianggap sebagai sisi pasok yang sangat dibutuhkan saat ini bagi banyak pelaku usaha.
Jika nilai kredit yang mesti direstrukturisasi sebesar itu, sudah pasti akan berdamapk serius buat kreditur dalam hal ini perbankan. Menurut Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) Sunarso, restrukturisasi kredit ini akan mempengaruhi bank dari sisi likuiditas dan juga income (pendapatan).
Lukuiditas bank akan terganggu, karena nasabah yang kreditnya di rerstrukturisasi mendapat penundaan pembayaran pokok hutangnya. “Tertundanya pembayaran pokok utang, jelas mempengaruhi likuiditas,”katanya.
Untuk itulah kemudian Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan aturan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus perekonomian sebagai kebijakan Countercyclical. Aturan inilah yang jadi acuan untuk melakukan restrukturisasi kredit. Artinya nasabah atau debitur yang terdampak Virus Cofid 19 mendapatkan keringanan pembayaran kredit baik pokok maupun bunganya.
Catatan terakhir dari OJK menyatakan, per 11 Mei 2020 sudah ada 90 bank yang telah memberikan restrukturisasi kredit kepada 4,33 juta debitur terdampak Covid-19. Nilai kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp 391,18 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan dari total kredit yang direstrukturisasi, sebanyak 3,76 debitur merupakan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah dengan nilai kredit mencapai Rp 190,30 triliun. Baca juga: Dana Restrukturisasi Kredit UMKM Disiapkan Mencapai Rp87,59 Triliun
Heru memperkiraan nantinya akan ada sebanyak 102 bank yang berpotensi menjalankan program restrukturisasi kredit ini. Potensi jumlah debitur yang mendapat keringanan kredit akan mencapai 14,6 juta dengan outstanding kredit sebesar Rp 1.275,3 triliun.
Perkiraan total nilai kredit yang direstrukturisasi itu ternyata lebih kecil dibandingkan prediksi yang dibuat oleh Gita Wiryawan, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Menurut mantan Menteri Perdagangan ini, sekarang nilai kredit yang perlu direstrukturisasi mencapai 25% dari total kredit perbankan atau setara sekitar Rp1.500 triliun.
Seiring berjalannya waktu kebutuhan dana untuk restrukturisasi kredit akan terus bertambah. Ia pun memproyeksikan kebutuhan dana restukturisasi bakal mencapai sekitar Rp3000 triliun atau 45% dari total kredit perbankan. Gita pun mengingatkan, program restrukturisasi kredit menjadi penting untuk menjaga keberlangsungan perekonomian nasional di tengah pandemi Covid-19. Pasalnya, kredit juga dianggap sebagai sisi pasok yang sangat dibutuhkan saat ini bagi banyak pelaku usaha.
Jika nilai kredit yang mesti direstrukturisasi sebesar itu, sudah pasti akan berdamapk serius buat kreditur dalam hal ini perbankan. Menurut Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) Sunarso, restrukturisasi kredit ini akan mempengaruhi bank dari sisi likuiditas dan juga income (pendapatan).
Lukuiditas bank akan terganggu, karena nasabah yang kreditnya di rerstrukturisasi mendapat penundaan pembayaran pokok hutangnya. “Tertundanya pembayaran pokok utang, jelas mempengaruhi likuiditas,”katanya.
tulis komentar anda