Strategi Mengejar Potensi Rp2.580 Triliun dari Wisata Kesehatan

Kamis, 26 Agustus 2021 - 06:15 WIB
Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenpar Rizki Handayani Mustafa mengatakan, pihaknya bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menetapkan empat jenis wisata, yakni medis, kebugaran dan herbal, olahraga kesehatan, dan ilmiah kesehatan. Cuan wisata kesehatan ternyata cukup menggiurkan. Data Research and Markets Maret 2020, perputaran uang wisata kesehatan diprediksi akan mencapai Rp2.580 triliun pada 2026.

Data dari Healthcare Global menyebutkan, industri tumbuh 10,8% dalam empat tahun terakhir. Ke depan pertumbuhannya diperkirakan mencapai 16% per tahun. Sayangnya, Indonesia belum menikmati kue dari pariwisata medis ini. Perputaran uang di Thailand USD600 juta dari 2,4 juta pelancong yang mengakses wisata kesehatan.

Kemudian, Singapura meraup USD16,7 juta dengan 500.000 pengunjung. Perputaran pariwisata medis di Malaysia mencapai USD350 juta dengan 1,22 juta pengunjung. Indonesia Services Dialogue (ISD) pada 2015 menyebutkan nilai belanja layanan kesehatan orang Indonesia di luar negeri mencapai Rp100 triliun. Jumlah orang yang melakukan itu sekitar 600.000 orang.

Penelitian dari dosen Universitas Sumatera Utara Destanul Aulia mengungkapkan potensi devisa dari wisata kesehatan masyarakat Indonesia di Malaysia sekitar Rp23,646 triliun. Kajian Kemenparekraf tahun lalu menemukan delapan perawatan yang paling diminati orang Indonesia di luar negeri, yakni kosmetik, onkologi, ortopedi, perawatan gigi, operasi tulang belakang, oftalmologi, operasi penurunan berat badan, dan kardiologi.

“Maka, pembelanjaan layanan kesehatan wisatawan Indonesia di luar negeri merupakan salah satu bentuk kebocoran ekonomi dalam sektor wisata. Oleh karena itu, pengembangan wisata kesehatan merupakan sebuah upaya meminimalisasi kebocoran devisa negara dari pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri,” ucap Rizki kepada KORAN SINDO, Rabu (25/8/2021).

Ini juga bagian untuk meningkatkan sumber devisa melalui kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) untuk mendapatkan layanan kesehatan di Tanah Air. Kemenparekraf melakukan beberapa langkah dalam mengembangkan wisata kesehatan ini, yakni penandatanganan nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama (PKS) dengan Kemenkes pada 2017. PKS itu diperbaharui pada tahun lalu.



Rizki menerangkan PKS itu diterjemahkan ke dalam rencana aksi nasional (RAN) pengembangan wisata kesehatan pada akhir 2020. Beberapa program prioritasnya antara lain intensifikasi word of mouth (WOM), diversifikasi dan penguatan produk, serta pembentukan dan pengoperasian board atau council. Khusus wisata kebugaran, menurutnya, Kemenparekraf sudah membuat dokumen dengan judul Journey for Healthy Life.

Kota-kota yang dikembangkan untuk wisata ini adalah Bali, Yogyakarta, dan Solo. Indonesia bukannya tidak memiliki fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang setara di luar negeri. Semua layanan kesehatan yang diakses masyarakat Indonesia di luar negeri tersedia di Tanah Air. Menurut Rizki, ada mistrust masyarakat Indonesia terhadap kapabilitas layanan dan tenaga kesehatan di negaranya sendiri.

Ini yang mengakibatkan kebocoran ekonomi berlarut-larut. Bayangkan, satu orang Indonesia, terutama dari Medan, Sumatera Utara, ke Penang, Malaysia bisa menghabiskan uang sekitar Rp33,7 juta. Pada 2018 orang Indonesia yang berobat diperkirakan mencapai 699.960 orang atau 58,33% dari total pelancong wisata kesehatan.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More