Strategi Mengejar Potensi Rp2.580 Triliun dari Wisata Kesehatan

Kamis, 26 Agustus 2021 - 06:15 WIB
loading...
Strategi Mengejar Potensi Rp2.580 Triliun dari Wisata Kesehatan
Wisata medis di Tanah Air masih potensial untuk dikembangkan. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Wisata kesehatan mempunyai potensi luar biasa dalam menambah devisa negara. Ada potensi sebesar Rp2.580 triliun dari sektor ini. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pun terus mematangkan strategi meraih kue potensi tersebut.

Berwisata tak melulu mengunjungi dan melihat keindahan alam seperti pantai dan gunung serta menikmati kuliner dan budaya saja. Beberapa negara seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan sudah lama menarik turis untuk berkunjung ke negara dengan rayuan: wisata kesehatan.

Sudah cerita umum banyak orang kaya Indonesia lebih memilih berobat di Singapura atau Penang, Malaysia.

“Kita harapkan ini ada langkah pembenahan secara struktural karena per tahun ada hampir Rp100 triliun lebih yang dibelanjakan di luar negeri oleh terkait layanan kesehatan yang sebetulnya bisa dilakukan di Indonesia,” ucap Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.



Saat ini, kata Sandiaga, telah dibentuk tim untuk mengembangkan wisata kesehatan di Indonesia. Rencananya, tim yang disebut sebagai Konsil Wisata Kesehatan Indonesia (Indonesia Health Tourism Council) itu akan bekerja untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat daya tarik wisata kesehatan dunia.

“Kita harapkan ini jadi satu langkah pembenahan secara struktural karena per tahun ada hampir Rp100 triliun lebih yang dibelanjakan di luar negeri oleh terkait layanan kesehatan yang sebetulnya bisa dilakukan di Indonesia,” ucapnya.

Selain itu, tim tersebut juga akan membangun komitmen agen perjalanan dan event organizer sebagai penyelenggara lima kluster konsep wisata kesehatan Indonesia. Tidak hanya itu, lingkup kerja tim tersebut juga termasuk meningkatkan packaging branding, promosi, dan memasarkan layanan unggulan wisata kesehatan Indonesia.

“Saya mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi langkah kita dalam mengembangkan wisata kesehatan di Indonesia. Bukan hanya medical tourism, tapi juga health tourism yang mendorong kebugaran, antipenuaan, juga mendorong MICE ilmiah kedokteran untuk dilakukan di Indonesia,” kata Sandiaga.

Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenpar Rizki Handayani Mustafa mengatakan, pihaknya bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menetapkan empat jenis wisata, yakni medis, kebugaran dan herbal, olahraga kesehatan, dan ilmiah kesehatan. Cuan wisata kesehatan ternyata cukup menggiurkan. Data Research and Markets Maret 2020, perputaran uang wisata kesehatan diprediksi akan mencapai Rp2.580 triliun pada 2026.

Data dari Healthcare Global menyebutkan, industri tumbuh 10,8% dalam empat tahun terakhir. Ke depan pertumbuhannya diperkirakan mencapai 16% per tahun. Sayangnya, Indonesia belum menikmati kue dari pariwisata medis ini. Perputaran uang di Thailand USD600 juta dari 2,4 juta pelancong yang mengakses wisata kesehatan.

Kemudian, Singapura meraup USD16,7 juta dengan 500.000 pengunjung. Perputaran pariwisata medis di Malaysia mencapai USD350 juta dengan 1,22 juta pengunjung. Indonesia Services Dialogue (ISD) pada 2015 menyebutkan nilai belanja layanan kesehatan orang Indonesia di luar negeri mencapai Rp100 triliun. Jumlah orang yang melakukan itu sekitar 600.000 orang.

Penelitian dari dosen Universitas Sumatera Utara Destanul Aulia mengungkapkan potensi devisa dari wisata kesehatan masyarakat Indonesia di Malaysia sekitar Rp23,646 triliun. Kajian Kemenparekraf tahun lalu menemukan delapan perawatan yang paling diminati orang Indonesia di luar negeri, yakni kosmetik, onkologi, ortopedi, perawatan gigi, operasi tulang belakang, oftalmologi, operasi penurunan berat badan, dan kardiologi.

“Maka, pembelanjaan layanan kesehatan wisatawan Indonesia di luar negeri merupakan salah satu bentuk kebocoran ekonomi dalam sektor wisata. Oleh karena itu, pengembangan wisata kesehatan merupakan sebuah upaya meminimalisasi kebocoran devisa negara dari pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri,” ucap Rizki kepada KORAN SINDO, Rabu (25/8/2021).

Ini juga bagian untuk meningkatkan sumber devisa melalui kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) untuk mendapatkan layanan kesehatan di Tanah Air. Kemenparekraf melakukan beberapa langkah dalam mengembangkan wisata kesehatan ini, yakni penandatanganan nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama (PKS) dengan Kemenkes pada 2017. PKS itu diperbaharui pada tahun lalu.



Rizki menerangkan PKS itu diterjemahkan ke dalam rencana aksi nasional (RAN) pengembangan wisata kesehatan pada akhir 2020. Beberapa program prioritasnya antara lain intensifikasi word of mouth (WOM), diversifikasi dan penguatan produk, serta pembentukan dan pengoperasian board atau council. Khusus wisata kebugaran, menurutnya, Kemenparekraf sudah membuat dokumen dengan judul Journey for Healthy Life.

Kota-kota yang dikembangkan untuk wisata ini adalah Bali, Yogyakarta, dan Solo. Indonesia bukannya tidak memiliki fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang setara di luar negeri. Semua layanan kesehatan yang diakses masyarakat Indonesia di luar negeri tersedia di Tanah Air. Menurut Rizki, ada mistrust masyarakat Indonesia terhadap kapabilitas layanan dan tenaga kesehatan di negaranya sendiri.

Ini yang mengakibatkan kebocoran ekonomi berlarut-larut. Bayangkan, satu orang Indonesia, terutama dari Medan, Sumatera Utara, ke Penang, Malaysia bisa menghabiskan uang sekitar Rp33,7 juta. Pada 2018 orang Indonesia yang berobat diperkirakan mencapai 699.960 orang atau 58,33% dari total pelancong wisata kesehatan.

Untuk menarik potensi itu, Kemenparekraf merancang konten dan informasi tentang wisata kesehatan untuk menangkal opini negatif layanan kesehatan dalam negeri. Cara ini juga untuk meningkatkan kesadaran tentang kualitas layanan di Indonesia. Ada 15 rumah sakit (RS) yang dipersiapkan sebagai unggulan, antara lain RS Cipto Mangunkusumo, Fatmawati, Gatot Subroto, dan Sanglah Denpasar.

Sebanyak 15 RS itu tersebar di tiga provinsi, yakni Sumut, DKI Jakarta, dan Bali. Rizki menjelaskan, penentuan RS unggulan itu berdasarkan rating ketersediaan RS, dokter spesialis, dokter umum, dan diagnostik laboratorium. Rizki menyatakan ada beberapa hal yang akan segera dibahas dengan Kemenkes seperti perbaikan komunikasi dokter, penyediaan peralatan medis terkini, dan peningkatan kapasitas SDM.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Budijanto Ardiansjah menyarankan Indonesia fokus pada wisata kebugaran. Toh, di Bali sudah banyak menawarkan jasa-jasa seperti itu. Banyak wisatawan domestik dan mancanegara yang kerap melakukan yoga di Ubud, Bali.

Dia mengungkapkan, wilayah di Jawa Barat dan Jawa Tengah banyak yang bisa dipoles untuk menjadi tujuan wisata kebugaran.

“Jadi, wellness tourism yang berkaitan dengan alam dan untuk pemulihan mental pascapandemi. Itu lebih mungkin dijual daripada gembar-gembor dengan medis dan lainnya. Kayaknya enggak terlalu menarik (wisatawan),” ujarnya.

Budijanto menerangkan, fasilitas RS di Indonesia tidak kalah dengan di luar negeri. Akan tetapi, kualitas penanganannya bukan yang terbaik. Selain itu, menurutnya, jasa layanan medis di luar negeri, terutama Penang, Malaysia, dan Thailand, juga lebih murah. Negara-negara itu juga sudah memiliki brand yang kuat untuk layanan kesehatan tertentu. “Kalau mau cantik, datanglah ke Korea (Selatan),” ucapnya.

Namun, Budijanto mengaku pesimistis wisata kesehatan bisa dilaksanakan dalam waktu dekat. Alasannya, warga asing melihat bagaimana penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia yang masih belum optimal. Ditambah lagi, sejumlah negara, termasuk Indonesia, masih melakukan karantina dan pembatasan perjalanan, baik dalam maupun luar negeri.

“Kecuali kita bisa melakukan satu terobosan besar saat ini sampai ke depan sehingga bisa menangani Covid-19 dengan baik. (Jika) ada terobosan-terobosan baru (nantinya) ‘oh ternyata Indonesia keren juga’. Kalau enggak orang melihat health tourism, mau ngapain juga,” pungkasnya.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2401 seconds (0.1#10.140)