Sebelum Pandemi, Ini Krisis-krisis yang Pernah Dialami Dunia dan Indonesia
Kamis, 23 September 2021 - 20:22 WIB
JAKARTA - Pandemi Covid-19 menyebabkan dampak signifikan terhadap bidang ekonomi. Indonesia dan beberapa negara di dunia menghadapi permasalahan perekonomian di tengah ketidakpastian kapan penyebaran virus ini akan berakhir. Namun, sebelumnya dunia dan Indonesia sudah pernah mengalami krisis ekonomi . Melansir dari berbagai sumber, berikut ini adalah krisis-krisis yang pernah dialami dunia dan Indonesia.
1. Krisis Moneter 1997-1999
Pada penghujung tahun 1996, Indonesia sempat mencapai puncak ekonomi ketola seluruh indikator kemakmuran terpenuhi. Namun, kemudian pada Juli 1997 krisis melanda Thailand yang merembet ke negara tetangga, termasuk Indonesia. Negara-negara di Asia Tenggara menjadi sasaran dari spekulan internasional.
Kondisi itu dipicu oleh dua hal, yaitu terjadinya gelembung ekonomi dan pematokan mata uang yang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat itu. Pada bulan Juli hingga Desember 1997, rupiah terus mengalami depresiasi yang besar. Pada desember 1997, nilai rupiah terhadap dolar AS merosot sebesar 109,6%.
Rupiah semakin melemah karena investor menarik dana dari Indonesia. Kondisi ini semakin diperparah dengan utang akibat banyak perusahaan yang meminjam dalam bentuk valuta asing. Kondisi tak juga membaik meskipun pemerintah sudah membuat Gebrakan Sumarlin pada 1987, yaitu dengan cara BUMN skala besar diminta untuk membeli SBI, pemerintah mengatur ulang APBN, dan menunda proyek-proyek raksasa. Pelemahan rupiah ini bisa diredam saat pemerintah merestrukturisasi bank-bank bermasalah dan mengatasi utang-utang swasta yang jatuh tempo.
Pemulihan ekonomi Indonesia ini berjalan paling sulit dan lama karena beberapa penyebab, seperti utang valas korporasi yang tinggi dan juga sistem perbankan yang lemah. Pukulan ekonomi ini diperparah lagi saat Juli-Agustus 1997 ketika Indonesia mengalami kekeringan terburuk dalam 50 terakhir akibat El Nino.
Gagal panen terjadi yang menyebabkan harga-harga pangan melonjak. Kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan juga turut berkontribusi dalam penurunan ekonomi. Bank dunia menyebutkan, pada 1998, Indonesia mengalami konstraksi sebesar 14%, tingkat kemiskinan meningkat dua kali lipat menjadi 28%, dan inflasi sebesar 80%.
Berbagai cara dilakukan agar Indonesia dapat keluar dari krisis ini seperti kesepakatan Frankfurt untuk restrukturisasi utang swasta, penghentian kegiatan usaha tertentu, pembekuan operasional, dan pengambilalihan bank-bank oleh pemerintah. Pada tahun 1999, beberapa indikator sudah mulai mengalami penulihan seperti pertumbuhan yang mencapai 2%, dan inflasi yang berubah menjadi deflasi.
1. Krisis Moneter 1997-1999
Pada penghujung tahun 1996, Indonesia sempat mencapai puncak ekonomi ketola seluruh indikator kemakmuran terpenuhi. Namun, kemudian pada Juli 1997 krisis melanda Thailand yang merembet ke negara tetangga, termasuk Indonesia. Negara-negara di Asia Tenggara menjadi sasaran dari spekulan internasional.
Kondisi itu dipicu oleh dua hal, yaitu terjadinya gelembung ekonomi dan pematokan mata uang yang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat itu. Pada bulan Juli hingga Desember 1997, rupiah terus mengalami depresiasi yang besar. Pada desember 1997, nilai rupiah terhadap dolar AS merosot sebesar 109,6%.
Rupiah semakin melemah karena investor menarik dana dari Indonesia. Kondisi ini semakin diperparah dengan utang akibat banyak perusahaan yang meminjam dalam bentuk valuta asing. Kondisi tak juga membaik meskipun pemerintah sudah membuat Gebrakan Sumarlin pada 1987, yaitu dengan cara BUMN skala besar diminta untuk membeli SBI, pemerintah mengatur ulang APBN, dan menunda proyek-proyek raksasa. Pelemahan rupiah ini bisa diredam saat pemerintah merestrukturisasi bank-bank bermasalah dan mengatasi utang-utang swasta yang jatuh tempo.
Pemulihan ekonomi Indonesia ini berjalan paling sulit dan lama karena beberapa penyebab, seperti utang valas korporasi yang tinggi dan juga sistem perbankan yang lemah. Pukulan ekonomi ini diperparah lagi saat Juli-Agustus 1997 ketika Indonesia mengalami kekeringan terburuk dalam 50 terakhir akibat El Nino.
Gagal panen terjadi yang menyebabkan harga-harga pangan melonjak. Kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan juga turut berkontribusi dalam penurunan ekonomi. Bank dunia menyebutkan, pada 1998, Indonesia mengalami konstraksi sebesar 14%, tingkat kemiskinan meningkat dua kali lipat menjadi 28%, dan inflasi sebesar 80%.
Berbagai cara dilakukan agar Indonesia dapat keluar dari krisis ini seperti kesepakatan Frankfurt untuk restrukturisasi utang swasta, penghentian kegiatan usaha tertentu, pembekuan operasional, dan pengambilalihan bank-bank oleh pemerintah. Pada tahun 1999, beberapa indikator sudah mulai mengalami penulihan seperti pertumbuhan yang mencapai 2%, dan inflasi yang berubah menjadi deflasi.
tulis komentar anda