PPh UMKM Naik Jadi 1%, Curhat Pemilik Kedai Kopi: Ini Aja Nombok
Minggu, 26 September 2021 - 02:45 WIB
JAKARTA - Menanggapi rencana perubahan kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) minimum menjadi 1% pada UMKM dari sebelumnya 0,5%. Pelaku usaha mengaku bakal terbebani, salah satunya Ali Zakaria (31), seorang owner atau pemilik usaha kedai kopi kekinian di kawasan Kayuringin, Bekasi Jawa Barat bernama 'Je kopi'.
Ali merasa terbebani dengan ketentuan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang akan menerapkan pajak sebesar 1% dari penghasilan bruto terhadap pelaku UMKM jika benar diterapkan. Skema PPh normal untuk UMKM terdapat di dalam PP 23/2018.
"Terkait dengan RUU pajak penghasilan naik menjadi 1%, saya juga masih belum tahu persis untuk pemerataan regulasinya. Belum fix juga kan? apakah itu mutlak total secara omset total atau ada relaksasinya lagi, kita masih melihat nanti," kata Ali kepada MNC Portal Indonesia, Sabtu (25/9/2021).
Dirinya mengaku, meski belum diresmikan secara 'fix' ia merasa keberatan dengan kenaikan wajib pajak tersebut terlebih saat kondisi masih pandemi Covid-19.
"Kalau seperti ini sebenarnya yang kami perlukan adalah sejumlah relaksasi ataupun stimulus bagi pelaku-pelaku usaha. Mau UMKM yang resmi atau seperti saya yang swasta atau perorangan agar usaha lebih lancar lagi," paparnya.
"Mungkin Ada beberapa yang mampu, untuk bisa membayar dalam artian mereka bisnisnya memiliki skala besar. Namun diperhatikan lagi untuk kita (pelaku usaha) yang biasa-biasa mah ya bayar pajak di masa kaya gini masih nombok-nombokin," terangnya.
Dirinya memberikan perumpamaan di masa sekarang masih ada sejumlah usaha atau UMKM yang jatuh kemudian tertimpa tangga.
"Omset masih fluktuatif di kondisi Covid-19, motong gila-gilaan sampai 5 % bahkan lebih. PPKM bikin nombok sekali, untuk hari biasa sebelum pandemi biasanya untuk omzet kotor tanpa dipotong lain-lain Rp7-15 Juta," paparnya.
Meski demikian, ia mengaku sebagai pelaku UMKM secara individu masih belum mendapatkan banyak kucuran dana dari pihak pemerintah dan terus melakukan inovasi penjualan di kedai kopinya untuk kembali menarik pelanggan di masa pelonggaran PPKM.
Ali merasa terbebani dengan ketentuan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang akan menerapkan pajak sebesar 1% dari penghasilan bruto terhadap pelaku UMKM jika benar diterapkan. Skema PPh normal untuk UMKM terdapat di dalam PP 23/2018.
"Terkait dengan RUU pajak penghasilan naik menjadi 1%, saya juga masih belum tahu persis untuk pemerataan regulasinya. Belum fix juga kan? apakah itu mutlak total secara omset total atau ada relaksasinya lagi, kita masih melihat nanti," kata Ali kepada MNC Portal Indonesia, Sabtu (25/9/2021).
Dirinya mengaku, meski belum diresmikan secara 'fix' ia merasa keberatan dengan kenaikan wajib pajak tersebut terlebih saat kondisi masih pandemi Covid-19.
"Kalau seperti ini sebenarnya yang kami perlukan adalah sejumlah relaksasi ataupun stimulus bagi pelaku-pelaku usaha. Mau UMKM yang resmi atau seperti saya yang swasta atau perorangan agar usaha lebih lancar lagi," paparnya.
"Mungkin Ada beberapa yang mampu, untuk bisa membayar dalam artian mereka bisnisnya memiliki skala besar. Namun diperhatikan lagi untuk kita (pelaku usaha) yang biasa-biasa mah ya bayar pajak di masa kaya gini masih nombok-nombokin," terangnya.
Dirinya memberikan perumpamaan di masa sekarang masih ada sejumlah usaha atau UMKM yang jatuh kemudian tertimpa tangga.
"Omset masih fluktuatif di kondisi Covid-19, motong gila-gilaan sampai 5 % bahkan lebih. PPKM bikin nombok sekali, untuk hari biasa sebelum pandemi biasanya untuk omzet kotor tanpa dipotong lain-lain Rp7-15 Juta," paparnya.
Meski demikian, ia mengaku sebagai pelaku UMKM secara individu masih belum mendapatkan banyak kucuran dana dari pihak pemerintah dan terus melakukan inovasi penjualan di kedai kopinya untuk kembali menarik pelanggan di masa pelonggaran PPKM.
(akr)
tulis komentar anda