Dukung Jokowi Soal Larangan Ekspor Biji Nikel, Ketua DPD RI: Ini Soal Kedaulatan Bangsa!
Selasa, 30 November 2021 - 18:36 WIB
JAKARTA - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menegaskan dukungannya atas kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melarang ekspor bijih nikel ke luar negeri. Meski kebijakan tersebut digugat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Senator asal Jawa Timur itu meminta agar pemeritah tak mengubah kebijakannya.
"Ini soal kedaulatan bangsa. Hadapi gugatan WTO!" tutur LaNyalla, saat kunjungan kerja ke Subang, Jawa Barat, Selasa (30/11/2021).
Menurut LaNyalla, sikap yang diperlihatkan Presiden Jokowi tersebut menunjukkan bahwa Indonesia lebih mendahulukan kepentingan bangsa ketimbang kebutuhan internasional. "Sikap pemerintah merupakan wujud bahwa Indonesia lebih mementingkan kepentingan bangsa di atas segala-galanya. Saya mendukung keputusan Presiden," tegas LaNyalla.
Ditambahkannya keputusan tersebut turut meningkatkan potensi penyerapan nilai tambah Indonesia tahun ini, yakni mencapai USD20 miliar, lebih tinggi dibandingkan 3 atau 4 tahun yang lalu yang hanya mencapai USD1,1 miliar. "Jadi, sudah saatnya Indonesia merasakan manfaat kekayaan alam yang dimiliki sebesar-sebesarnya untuk kepentingan bangsa," tegas LaNyalla.
Sebagaimana diketahui, nikel Indonesia sangat berguna untuk pengembangan berbagai macam produk, seperti untuk bahan baku pembuatan kabel listrik, koin, hingga peralatan militer.
LaNyalla menegaskan, kemampuan Indonesia mengelola nikel akan menunjukan kedaulatan bangsa selain mampu memberikan yang terbaik bagi masyarakat, yakni merasakan manfaat dari nikel.
Seperti diketahui, Pemerintah memberlakukan pelarangan ekspor nikel dan mineral ikutannya yang kemudian diputuskan untuk diolah demi industri domestik. Hal ini penting karena kebutuhan industri dalam negeri terhadap nikel tak sedikit.
"Kita juga memiliki alternatif sumber nikel dari tanaman hiper-akumulator nikel yang disebut sebagai tanaman penambang nikel, yang mampu menyerap dan menyimpan nikel dalam jumlah besar, setidaknya 1.000 mikrogram nikel per 1 gram daun kering," ucap LaNyalla. Penemuan ini menurutnya tentu harus dikembangkan lebih jauh lagi agar Indonesia memiliki cadangan nikel serta sumber tambang lainnya.
"Ini soal kedaulatan bangsa. Hadapi gugatan WTO!" tutur LaNyalla, saat kunjungan kerja ke Subang, Jawa Barat, Selasa (30/11/2021).
Menurut LaNyalla, sikap yang diperlihatkan Presiden Jokowi tersebut menunjukkan bahwa Indonesia lebih mendahulukan kepentingan bangsa ketimbang kebutuhan internasional. "Sikap pemerintah merupakan wujud bahwa Indonesia lebih mementingkan kepentingan bangsa di atas segala-galanya. Saya mendukung keputusan Presiden," tegas LaNyalla.
Ditambahkannya keputusan tersebut turut meningkatkan potensi penyerapan nilai tambah Indonesia tahun ini, yakni mencapai USD20 miliar, lebih tinggi dibandingkan 3 atau 4 tahun yang lalu yang hanya mencapai USD1,1 miliar. "Jadi, sudah saatnya Indonesia merasakan manfaat kekayaan alam yang dimiliki sebesar-sebesarnya untuk kepentingan bangsa," tegas LaNyalla.
Sebagaimana diketahui, nikel Indonesia sangat berguna untuk pengembangan berbagai macam produk, seperti untuk bahan baku pembuatan kabel listrik, koin, hingga peralatan militer.
LaNyalla menegaskan, kemampuan Indonesia mengelola nikel akan menunjukan kedaulatan bangsa selain mampu memberikan yang terbaik bagi masyarakat, yakni merasakan manfaat dari nikel.
Seperti diketahui, Pemerintah memberlakukan pelarangan ekspor nikel dan mineral ikutannya yang kemudian diputuskan untuk diolah demi industri domestik. Hal ini penting karena kebutuhan industri dalam negeri terhadap nikel tak sedikit.
"Kita juga memiliki alternatif sumber nikel dari tanaman hiper-akumulator nikel yang disebut sebagai tanaman penambang nikel, yang mampu menyerap dan menyimpan nikel dalam jumlah besar, setidaknya 1.000 mikrogram nikel per 1 gram daun kering," ucap LaNyalla. Penemuan ini menurutnya tentu harus dikembangkan lebih jauh lagi agar Indonesia memiliki cadangan nikel serta sumber tambang lainnya.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda