Perkuat Literasi Hak Konsumen

Selasa, 15 Maret 2022 - 11:35 WIB
Pelaku usaha, industri, atau produsen juga harus jujur dalam memberikan informasi mengenai produk atau jasa yang dijual, serta syarat dan ketentuan dalam pembelian. Ini harus diikuti dengan sikap konsumen yang kritis terhadap layanan, produk, dan jasa dibeli. Yang kerap terjadi adalah ketidakjujuran dari pelaku usaha bertemu dengan kelalaian atau kemalesan konsumen dalam membaca informasi dari suatu produk.

Kebiasaannya, konsumen baru sadar belakangan setelah merasa produk atau jasa tidak sesuai yang ditawarkan. Ketika situasi ini terjadi, konsumen kerap kebingungan harus melakukan apa dan mengadu kemana. Ada yang responsif melakukan protes dan menuntut haknya melalui nomor kontak atau media sosial (medsos) tertera pada produk.

Yang ironi, tak sedikit yang menerima saja ketidaksesuain produk atau jasa yang diperoleh. Di sinilah pentingnya konsumen memahami hak-haknya. Padahal, pada Pasal 4a Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, disebutkankonsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang/jasa.

Kemudian, Pasal 4b menyatakankonsumen berhak untuk memilih barang/jasa, serta mendapatkan barang/jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi, serta jaminan yang dijanjikan.Selanjutnya, pada Pasal 4c menyebutkankonsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.

Anggota DPR RI Intan Fauzi yang membidang perdagangan, menilai peningkatan jumlah aduan yang signifikan pada tahun lalu menunjukkan fungsi pelayanan dan perlindungan konsumen yang seharusnya dijalankan pemerintah masih lemah. Di sisi lain, luasnya wilayah Indonesia dari Sabang-Merauke menjadi tantangan bagi pemerintah dalam menyebarkan informasi dan mempermudah akses layanan pengaduan.

Intan secara khusus menyoroti kasus judionlineberkedoktrading, seperti Binomo dan Quotex. Dia mengatakan konsumen sepertinya hanya melihat dan mendapatkan informasi dari medsos tentanginfluencer-influenceryang memamerkan kekayaannya. Melihat hal tersebut, banyak masyarakat yang akhirnya terbuai untuk ikut investasi.

Mereka tidak melihat atau mengecek lagi beberapa aspek penting dalam investasi, seperti legalitas produk atau jasa yang dipromosikan ke badan terkait, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). “Ini harus diakui literasi digital dan finansial masyarakat masih rendah,” ucapnya.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mendorong untuk memberikan informasi dan edukasi yang akurat kepada masyarakat. Dia juga mendesak pemerintah membuat kebijakan dan regulasi turunan dari UU Nomor 8 Tahun 1999 untuk melindungi masyarakat dalam perdagangan elektronik. Akan tetapi, jangan pula melupakan perlindungan dan pengawasan pada transaksioffline.

Intan juga mendorong adanya tindakan tegas terhadap dugaan tindak pidana yang merugikan konsumen. Hal ini untuk memberikan efek jera. Selain itu, Intan mengusulkan adanya pengaturan mengenai pemanfaataninfluenceragar mereka tidak asal mempromosikan suatu produk atau jasa. “Baik pelaku usaha,influenceratau apapun harus mengetahui dan punya tanggung jawab bahwa apa yang dia sampaikan itu informasinya benar,” pungkasnya.

Salah satu pelaku usaha, Alphonzus Widjaja mengatakan pemahaman masyarakat terhadap hak dan kewajiban sebagai konsumen semakin hari, semakin meningkat. Dia menerangkan tuntutan masyarakat yang semakin tinggi merupakan hal positif. Sebab, hal tersebut memaksa produsen dan pedagang untuk selalu memperhatikan produk dan memberikan pelayanan terbaik untuk konsumen.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More