Saat Benteng Rusia Runtuh, Ekonomi Global Menghadapi Tatanan Dunia Baru

Minggu, 24 April 2022 - 04:57 WIB
Beberapa percaya perang akan menyebabkan fragmentasi ekonomi dan kematian dolar sebagai mata uang cadangan dunia. Sedangkan yang lain menepis gagasan bahwa pergeseran seismik seperti itu sedang berlangsung.

Dario Perkins, selaku direktur pelaksana makro global di TS Lombard, mengatakan: “Kami selalu berpikir bahwa pecahnya ekonomi global ke dalam blok perdagangan yang berbeda - AS, Asia dan Eropa di tengah - akan terjadi, tetapi kami telah mempercepatnya."

“Beberapa dari tren ini akan dipercepat, terutama (mengingat) Anda sedang mendekatkan Rusia, China, India, dan negara-negara lain. Mereka mulai menggunakan renminbi dalam perdagangan bilateral, bukan dolar.”

Sanksi keuangan yang dilancarkan terhadap Rusia oleh Barat telah menyapu dan menghancurkan, sementara banyak perusahaan telah merasakan pukulan dengan menarik operasional mereka ke luar negeri. Ada kekhawatiran ini dapat memaksa Rusia dan negara lain untuk mencari alternatif sistem keuangan global yang didominasi oleh Barat.

Selain sanksi pribadi terhadap Putin dan dalam lingkaran oligarki hingga menteri, Barat juga menargetkan pemberi pinjaman dan bank sentralnya. Sejumlah bank Rusia dikeluarkan dari sistem pembayaran global Swift, membuatnya jauh lebih sulit bagi mereka untuk melakukan bisnis dan melakukan pembayaran lintas batas.

Visa dan Mastercard juga menangguhkan operasi mereka di Rusia, memblokir akses ke kartu baru yang dikeluarkan. Sementara itu setelah invasi, Barat membekukan setengah dari mata uang asing dan cadangan emas bank sentral Rusia, yang menghambat kemampuan Moskow untuk menopang rubel dan sistem perbankannya.

Di bawah rencana Benteng Rusia milik Putin untuk melindunginya dari sanksi, Moskow telah membangun cadangan devisa perang senilai USD640 miliar. Beberapa orang khawatir sanksi keuangan dan dolar AS ini memiliki konsekuensi jangka panjang, mungkin memikat negara-negara ke kubu yang dipimpin oleh China.

Bank Rusia beralih ke alternatif Swift yang berbasis di Belgia untuk memperlancar pembayaran lintas batas. Bank sentralnya memiliki sistem sendiri yang telah ditawarkan India untuk pembayaran rubel, sementara China juga memiliki alternatif yang dapat menyaingi Swift.

Pemberi pinjaman di Moskow telah beralih ke raksasa pembayaran China UnionPay untuk membantu mereka mengeluarkan kartu debit dan kredit setelah Visa dan Mastercard bergabung dengan eksodus massal merek-merek Barat dari Rusia.

Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More