Ini Sumber Kekayaan Profesor Paling Tajir di Indonesia: Punya Harta Rp34 Triliun
Sabtu, 21 Mei 2022 - 16:10 WIB
JAKARTA - Beda zaman, beda usia, pastilah beda pandangan dan kelakuan. Itulah yang tampaknya saat ini terlihat pada pola tingkah kalangan para sultan alias crazy rich . Jika kalangan tajir belia centil memamerkan kekayaannya, orang-orang kaya sepuh justru sebaliknya. Mereka terlihat bersahaja dengan berbagai kegiatan pendidikan, kesehatan, dan sosial.
Makanya, tatkala mengetahui ada crazy rich muda yang berperilaku mengumbar kekayaannya, apalagi kekayaannya didapat dengan cara ganjil dan kemudian tersangkut kasus hukum, kaum sugih sepuh pun geleng-geleng kepala, bahkan geregetan. Mereka pun berpesan agar generasi muda tak mengikuti gaya hidup para sultan karbitan.
"Saya punya pesan untuk anak-anak muda. Jangan ikuti gaya hidup itu, itu adalah sampah. Kamu harus bekerja keras dengan berkeringat untuk mendapatkan itu (sukses) dengan solid," kata Dato Sri Prof. Dr Tahir, di akun youtube @gt.bodyshot, akun Grace Tahir, putrinya.
Tahir pun menyatakan bahwa dirinya kerap merasa kurang pede, beda dengan kalangan sultan dadakan yang malah kepedean dengan akun-akun medsosnya. Sikap Tahir itu lantaran dirinya selalu melihat jejak ke belakang.
"Kami dasarnya berasal dari keluarga miskin. Orang tua saya menyewakan becak, dan kami hidup dari uang setoran tukang becak. Pasti itu membuat ada inferiority complex yang sangat dalam. Lalu kita bertumbuh, kita lihat sebagian orang luar bahkan keluarga sendiri menghina orang tua saya, itu memperberat kita punya inferiority complex," jelasnya.
Tahir lahir di Surabaya pada tahun 1952 di sebuah lingkungan yang rata-rata warganya tergolong tidak mampu. Dia dibesarkan oleh sepasang ayah dan ibu yang menghidupi keluarga dengan membuat becak.
Tahun 1971, dia menamatkan pendidikan menengah atas (SMA). Ketika lulus SMA, Tahir pernah bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Cita-cita itu pun kandas saat ayahnya mengalami sakit keras hingga tidak sanggup lagi membiayai keluarga. Tak pelak, Tahir harus drop out kuliah dan melanjutkan bisnis sang ayah di Surabaya.
Sinar bisnisnya mulai menyala sewaktu ia mendapatkan beasiswa di sekolah bisnis Nanyang Technological University, Singapura. Di Singapura, Tahir menempuh studi sembari berjualan barang-barang Singapura di Surabaya. Dia membeli pakaian wanita dan sepeda dari pusat perbelanjaan di Singapura dan menjualnya kembali ke Indonesia.
Baca Juga
Makanya, tatkala mengetahui ada crazy rich muda yang berperilaku mengumbar kekayaannya, apalagi kekayaannya didapat dengan cara ganjil dan kemudian tersangkut kasus hukum, kaum sugih sepuh pun geleng-geleng kepala, bahkan geregetan. Mereka pun berpesan agar generasi muda tak mengikuti gaya hidup para sultan karbitan.
"Saya punya pesan untuk anak-anak muda. Jangan ikuti gaya hidup itu, itu adalah sampah. Kamu harus bekerja keras dengan berkeringat untuk mendapatkan itu (sukses) dengan solid," kata Dato Sri Prof. Dr Tahir, di akun youtube @gt.bodyshot, akun Grace Tahir, putrinya.
Tahir pun menyatakan bahwa dirinya kerap merasa kurang pede, beda dengan kalangan sultan dadakan yang malah kepedean dengan akun-akun medsosnya. Sikap Tahir itu lantaran dirinya selalu melihat jejak ke belakang.
"Kami dasarnya berasal dari keluarga miskin. Orang tua saya menyewakan becak, dan kami hidup dari uang setoran tukang becak. Pasti itu membuat ada inferiority complex yang sangat dalam. Lalu kita bertumbuh, kita lihat sebagian orang luar bahkan keluarga sendiri menghina orang tua saya, itu memperberat kita punya inferiority complex," jelasnya.
Tahir lahir di Surabaya pada tahun 1952 di sebuah lingkungan yang rata-rata warganya tergolong tidak mampu. Dia dibesarkan oleh sepasang ayah dan ibu yang menghidupi keluarga dengan membuat becak.
Tahun 1971, dia menamatkan pendidikan menengah atas (SMA). Ketika lulus SMA, Tahir pernah bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Cita-cita itu pun kandas saat ayahnya mengalami sakit keras hingga tidak sanggup lagi membiayai keluarga. Tak pelak, Tahir harus drop out kuliah dan melanjutkan bisnis sang ayah di Surabaya.
Sinar bisnisnya mulai menyala sewaktu ia mendapatkan beasiswa di sekolah bisnis Nanyang Technological University, Singapura. Di Singapura, Tahir menempuh studi sembari berjualan barang-barang Singapura di Surabaya. Dia membeli pakaian wanita dan sepeda dari pusat perbelanjaan di Singapura dan menjualnya kembali ke Indonesia.
Lihat Juga :
tulis komentar anda