Tak Ikuti Tren Global, RI Harusnya Tinggalkan BBM Oktan Rendah
Kamis, 02 Juli 2020 - 12:33 WIB
JAKARTA - Masih digunakannya bahan bakar minyak (BBM) beroktan rendah di Indonesia dinilai tak lagi sesuai dengan tren global yang kini menerapkan BBM berstandar Euro yang lebih ramah lingkungan.
Pasalnya, dengan jumlah kendaraan bermotor yang luar biasa banyak di kota-kota besar Indonesia, penggunaan BBM beroktan tinggi akan menekan jumlah emisi gas buang sehingga lebih ramah lingkungan. Sebagai gambaran, di Jakarta saja saat ini terdapat tidak kurang dari 13 juta unit sepeda motor dan lebih dari 6 juta unit mobil.
Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menilai, langkah pemerintah dengan mendorong program Langit Biru, yakni mendorong BBM yang lebih ramah lingkungan, harus didukung. Caranya, dengan dengan mengurangi distribusi dan penjualan jenis BBM beroktan rendah yang kurang ramah lingkungan, terutama jenis premium.
"Bahkan, program Langit Biru akan semakin baik jika bisa diselaraskan dengan Program Bali Era Baru-Work From Bali, dimana bekerja sambil liburan di wilayah yang ramah lingkungan tanpa plastic bag dan udara bersih rendah emisi," ujarnya melalui keterangan tertulis, Kamis (2/7/2020).
Karena itu, Mamit menilai langkah meniadakan penjualan BBM jenia premium di kawasan Jabodetabek serta membatasi dengan ketat untuk daerah lainnya di Jawa, dan luar Pulau Jawa, sudah sanagt mendesak. "Peniadaan BBM premium atau jenis BBM lain yang tidak ramah lingkungan ini bukan saja urgent untuk mengurangi tingginya polusi, tetapi juga menjaga kesehatan masyarakat," tuturnya.
(Baca Juga: Pejabat Pertamina Sebut Penggunaan BBM Premium Banyak Ruginya)
Namun, kata Mamit, hal ini haruslah dimprakarsai oleh pemerintah. Sebab, jelas dia, posisi Pertamina adalah tetap sesuai dengan penugasan yang diberikan pemerintah. Pertamina sebagai BUMN, tegas dia, tentu hanya akan melaksanakan apapun kebijakan pemerintah terkait hal ini.
"Selain kebijakan pemerintah pusat, saya kira pemerintah daerah pun bisa meminta kepada Pertamina untuk tidak menyalurkan premium ke wilayah mereka, jika memang masyarakatnya sudah siap untuk tidak lagi menggunakan premium," imbuhnya.
Terpisah, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyampaikan, bensin premium berkontribusi sangat signifikan terhadap polusi di Jakarta, karena lebih dari 30% bensin premium digunakan oleh kendaraan bermotor. Jika premium tak dihapus, menurutnya Jakarta akan makin tenggelam oleh polusi.
Pasalnya, dengan jumlah kendaraan bermotor yang luar biasa banyak di kota-kota besar Indonesia, penggunaan BBM beroktan tinggi akan menekan jumlah emisi gas buang sehingga lebih ramah lingkungan. Sebagai gambaran, di Jakarta saja saat ini terdapat tidak kurang dari 13 juta unit sepeda motor dan lebih dari 6 juta unit mobil.
Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menilai, langkah pemerintah dengan mendorong program Langit Biru, yakni mendorong BBM yang lebih ramah lingkungan, harus didukung. Caranya, dengan dengan mengurangi distribusi dan penjualan jenis BBM beroktan rendah yang kurang ramah lingkungan, terutama jenis premium.
"Bahkan, program Langit Biru akan semakin baik jika bisa diselaraskan dengan Program Bali Era Baru-Work From Bali, dimana bekerja sambil liburan di wilayah yang ramah lingkungan tanpa plastic bag dan udara bersih rendah emisi," ujarnya melalui keterangan tertulis, Kamis (2/7/2020).
Karena itu, Mamit menilai langkah meniadakan penjualan BBM jenia premium di kawasan Jabodetabek serta membatasi dengan ketat untuk daerah lainnya di Jawa, dan luar Pulau Jawa, sudah sanagt mendesak. "Peniadaan BBM premium atau jenis BBM lain yang tidak ramah lingkungan ini bukan saja urgent untuk mengurangi tingginya polusi, tetapi juga menjaga kesehatan masyarakat," tuturnya.
(Baca Juga: Pejabat Pertamina Sebut Penggunaan BBM Premium Banyak Ruginya)
Namun, kata Mamit, hal ini haruslah dimprakarsai oleh pemerintah. Sebab, jelas dia, posisi Pertamina adalah tetap sesuai dengan penugasan yang diberikan pemerintah. Pertamina sebagai BUMN, tegas dia, tentu hanya akan melaksanakan apapun kebijakan pemerintah terkait hal ini.
"Selain kebijakan pemerintah pusat, saya kira pemerintah daerah pun bisa meminta kepada Pertamina untuk tidak menyalurkan premium ke wilayah mereka, jika memang masyarakatnya sudah siap untuk tidak lagi menggunakan premium," imbuhnya.
Terpisah, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyampaikan, bensin premium berkontribusi sangat signifikan terhadap polusi di Jakarta, karena lebih dari 30% bensin premium digunakan oleh kendaraan bermotor. Jika premium tak dihapus, menurutnya Jakarta akan makin tenggelam oleh polusi.
Lihat Juga :
tulis komentar anda