Transformasi Bisnis Jadi Keharusan Bagi Produsen Baja
Kamis, 02 Juli 2020 - 14:27 WIB
JAKARTA - Menyusul langkah Initial Public Offering (IPO) September 2019 lalu, produsen baja swasta terbesar di Indonesia PT Gunung Raja Paksi (GRP) melakukan sejumlah transformasi pada seluruh proses bisnisnya dari hulu ke hilir. Transformasi diyakini menjadi salah satu cara menggairahkan kembali bisnis baja.
“Kami percaya bahwa transformasi merupakan salah satu cara untuk menciptakan kembali gairah bisnis, untuk membangun kebaikan yang lebih besar bagi industri baja di Indonesia. Untuk mempertahankan posisi kami sebagai pemimpin pasar, perusahaan melakukan banyak perubahan agar menjadi produsen baja kelas dunia,” kata Presiden Komisaris PT GRP Tony Taniwan dalam keterangan tertulis kepada media di Jakarta, Kamis (2/7/2020).
( )
PT GRP yang kini menyandang status sebagai perusahaan terbuka, berdiri sejak 50 tahun lalu (1970) di sebuah garasi kecil di Medan. Perusahaan yang didirikan oleh tiga bersaudara dipimpin oleh Djamaludin Tanoto ini pada awalnya hanya memasok peralatan bagi sejumlah perkebunan di Sumatera Utara. Berkat visi dari para pendirinya, perusahaan lalu berekspansi ke Pulau Jawa.
Saat ini GRP memiliki pabrik dan fasilitas pendukung seluas 200 hektar lebih di Cikarang, Bekasi. Perusahaan yang mempekerjakan 5.000 lebih karyawan ini mempunyai kapasitas produksi sebesar 2,8 juta ton baja per tahun, atau sekitar 12 persen dari kapasitas produksi baja nasional. Selain untuk memenuhi pasar domestik, produksi baja PT GRP diekspor ke sejumlah negara seperti Filipina, Malaysia, dan negara lain.
( )
Menurut Tony Taniwan, salah satu manfaat transformasi adalah perusahaan dikelola secara lebih transparan sehingga lebih mudah dalam pengawasan dan koordinasi. Sebagai contoh, PT GRP saat ini sudah menggunakan dashboard untuk memantau kinerja perusahaan di setiap bagian, baik operasional, produksi, penjualan, maupun keuangan.
“Jadi semua data terkait indikator-indikator kinerja perusahaan tersedia secara real-time, sehingga manajeman selalu mendapatkan informasi terbaru jika perlu mengambil keputusan di rapat kerja mingguan,” jelas Tony Taniwan.
Tony mengakui bahwa transformasi bisnis tidak selalu mendapat dukungan penuh dari semua stakeholder perusahaan. Yang resisten terhadap perubahan ini pasti ada saja. Namun ia percaya melalui diskusi yang konstruktif pada akhirnya semua pihak akan mendukung sebab transformasi bisnis adalah keniscayaan jika perusahaan ingin lebih maju lagi ke depan.
“Kami percaya bahwa transformasi merupakan salah satu cara untuk menciptakan kembali gairah bisnis, untuk membangun kebaikan yang lebih besar bagi industri baja di Indonesia. Untuk mempertahankan posisi kami sebagai pemimpin pasar, perusahaan melakukan banyak perubahan agar menjadi produsen baja kelas dunia,” kata Presiden Komisaris PT GRP Tony Taniwan dalam keterangan tertulis kepada media di Jakarta, Kamis (2/7/2020).
( )
PT GRP yang kini menyandang status sebagai perusahaan terbuka, berdiri sejak 50 tahun lalu (1970) di sebuah garasi kecil di Medan. Perusahaan yang didirikan oleh tiga bersaudara dipimpin oleh Djamaludin Tanoto ini pada awalnya hanya memasok peralatan bagi sejumlah perkebunan di Sumatera Utara. Berkat visi dari para pendirinya, perusahaan lalu berekspansi ke Pulau Jawa.
Saat ini GRP memiliki pabrik dan fasilitas pendukung seluas 200 hektar lebih di Cikarang, Bekasi. Perusahaan yang mempekerjakan 5.000 lebih karyawan ini mempunyai kapasitas produksi sebesar 2,8 juta ton baja per tahun, atau sekitar 12 persen dari kapasitas produksi baja nasional. Selain untuk memenuhi pasar domestik, produksi baja PT GRP diekspor ke sejumlah negara seperti Filipina, Malaysia, dan negara lain.
( )
Menurut Tony Taniwan, salah satu manfaat transformasi adalah perusahaan dikelola secara lebih transparan sehingga lebih mudah dalam pengawasan dan koordinasi. Sebagai contoh, PT GRP saat ini sudah menggunakan dashboard untuk memantau kinerja perusahaan di setiap bagian, baik operasional, produksi, penjualan, maupun keuangan.
“Jadi semua data terkait indikator-indikator kinerja perusahaan tersedia secara real-time, sehingga manajeman selalu mendapatkan informasi terbaru jika perlu mengambil keputusan di rapat kerja mingguan,” jelas Tony Taniwan.
Tony mengakui bahwa transformasi bisnis tidak selalu mendapat dukungan penuh dari semua stakeholder perusahaan. Yang resisten terhadap perubahan ini pasti ada saja. Namun ia percaya melalui diskusi yang konstruktif pada akhirnya semua pihak akan mendukung sebab transformasi bisnis adalah keniscayaan jika perusahaan ingin lebih maju lagi ke depan.
tulis komentar anda