Menata Ulang Strategi Bisnis
loading...
A
A
A
"Penurunan tajam dalam aktivitas ekonomi menjadi pukulan dahsyat ke pasar tenaga kerja global," ujar IMF dalam keterangan resmi yang diumumkan Rabu, 24 Juni 2020 lalu. IMF menyatakan, kondisi tersebut menunjukkan bahwa penurunan global dalam aktivitas kerja pada kuartal II/2020 diperkirakan setara dengan kerugian lebih dari 300 juta pekerjaan penuh waktu.
Di saat pandemi, perusahaan memang sudah banyak yang melaksanakan serangkaian kebijakan dan strategi untuk menyelamatkan bisnisnya. Dengan begitu, krisis Covid-19 memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk mengembangkan bisnis masa depan yang menjadikan digital sebagai pusat interaksi. Industri pun memaksa baik organisasi atau individu untuk bisa mengadopsi perubahan setiap saat.
Survei McKinsey di Eropa menyebutkan, 70% para eksekutif di Austria, Jerman, dan Swiss menyatakan pandemi virus corona menjadi kesempatan untuk akselerasi menuju transformasi digital. Itu menunjukkan kerja dan bisnis tidak mengenal sektor dan faktor geografis.
Perbankan bergerak ke kanal online. Penyedia layanan kesehatan berpindah ke tele-kesehatan. Demikian juga sektor ritel yang bergerak menjadi e-commerce guna menghindari transaksi kontak langsung. "Pemimpin bisnis harus mampu mendapatkan dukungan untuk membangun kepercayaan, di mana banyak orang tetap optimistis," demikian laporan McKinsey.
Kemudian, strategi paling praktis dalam perubahan model bisnis adalah pemanfaatan teknologi Internet of Things (IoT) bagi perusahaan untuk beradaptasi dengan new normal. Apalagi dalam laporan IFS, perusahaan peranti lunak menyatakan 70% perusahaan di dunia mengalami peningkatan transformasi digital karena Covid-19.
Aktivitas Usaha Nasional Melambat
Sentimen negatif bisnis di tataran global juga setali tiga uang dengan kondisi di dalam negeri. Laporan Bank Indonesia (BI) menyebutkan, kegiatan usaha pada kuartal II/2020 mengalami penurunan signifikan. Hal itu terlihat dari nilai saldo bersih tertimbang (SBT) yang minus 35,75%. Angka itu terkontraksi lebih dalam dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang minus 5,56%. (Baca juga: Ahli Virus China Melarikan Diri ke AS, Klaim Beijing Menutupi-nutupi Corona)
Direktur Eksekutif Komunikasi BI Onny Widjarnako mengatakan, penurunan kegiatan dunia usaha terjadi pada seluruh sektor ekonomi dengan penurunan terdalam pada sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta jasa-jasa. "Penyebab utamanya penurunan permintaan dan gangguan pasokan akibat pandemi," ujar Onny melalui siaran pers di Jakarta kemarin.
Menurut BI, sejalan dengan penurunan kegiatan dunia usaha, kapasitas produksi terpakai dan penggunaan tenaga kerja pada periode April-Juni 2020 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Sementara itu, peneliti senior pada Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didin S Damanhuri mengatakan, pandemi Covid-19 melahirkan adanya fenomena disrupsi globalisasi, bahkan lebih tajam lagi memunculkan deglobalisasi. Sebagian besar negara akan merespons dengan mengadopsi kebijakan yang lebih proteksionis untuk melindungi pasar domestik dari gangguan global.
Di saat pandemi, perusahaan memang sudah banyak yang melaksanakan serangkaian kebijakan dan strategi untuk menyelamatkan bisnisnya. Dengan begitu, krisis Covid-19 memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk mengembangkan bisnis masa depan yang menjadikan digital sebagai pusat interaksi. Industri pun memaksa baik organisasi atau individu untuk bisa mengadopsi perubahan setiap saat.
Survei McKinsey di Eropa menyebutkan, 70% para eksekutif di Austria, Jerman, dan Swiss menyatakan pandemi virus corona menjadi kesempatan untuk akselerasi menuju transformasi digital. Itu menunjukkan kerja dan bisnis tidak mengenal sektor dan faktor geografis.
Perbankan bergerak ke kanal online. Penyedia layanan kesehatan berpindah ke tele-kesehatan. Demikian juga sektor ritel yang bergerak menjadi e-commerce guna menghindari transaksi kontak langsung. "Pemimpin bisnis harus mampu mendapatkan dukungan untuk membangun kepercayaan, di mana banyak orang tetap optimistis," demikian laporan McKinsey.
Kemudian, strategi paling praktis dalam perubahan model bisnis adalah pemanfaatan teknologi Internet of Things (IoT) bagi perusahaan untuk beradaptasi dengan new normal. Apalagi dalam laporan IFS, perusahaan peranti lunak menyatakan 70% perusahaan di dunia mengalami peningkatan transformasi digital karena Covid-19.
Aktivitas Usaha Nasional Melambat
Sentimen negatif bisnis di tataran global juga setali tiga uang dengan kondisi di dalam negeri. Laporan Bank Indonesia (BI) menyebutkan, kegiatan usaha pada kuartal II/2020 mengalami penurunan signifikan. Hal itu terlihat dari nilai saldo bersih tertimbang (SBT) yang minus 35,75%. Angka itu terkontraksi lebih dalam dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang minus 5,56%. (Baca juga: Ahli Virus China Melarikan Diri ke AS, Klaim Beijing Menutupi-nutupi Corona)
Direktur Eksekutif Komunikasi BI Onny Widjarnako mengatakan, penurunan kegiatan dunia usaha terjadi pada seluruh sektor ekonomi dengan penurunan terdalam pada sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta jasa-jasa. "Penyebab utamanya penurunan permintaan dan gangguan pasokan akibat pandemi," ujar Onny melalui siaran pers di Jakarta kemarin.
Menurut BI, sejalan dengan penurunan kegiatan dunia usaha, kapasitas produksi terpakai dan penggunaan tenaga kerja pada periode April-Juni 2020 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Sementara itu, peneliti senior pada Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didin S Damanhuri mengatakan, pandemi Covid-19 melahirkan adanya fenomena disrupsi globalisasi, bahkan lebih tajam lagi memunculkan deglobalisasi. Sebagian besar negara akan merespons dengan mengadopsi kebijakan yang lebih proteksionis untuk melindungi pasar domestik dari gangguan global.