Hindari Resesi, Tingkatkan Ekonomi Demi Pacu daya Beli

Kamis, 16 Juli 2020 - 08:34 WIB
loading...
A A A
Jika perbankan mendukung langkah pemerintah dalam memulihkan ekonomi nasional, Wimboh mengaku bank dijanjikan akan adanya stimulus lanjutan dari pemerintah. “Diharapkan bisa mendorong penyaluran kredit modal kerja bagi UMKM dan korporasi dengan skema penjaminan dari pemerintah,” tegas Wimboh.

Tidak hanya itu, Wimboh juga menuturkan, untuk membuat pengusaha tertarik mengajukan kredit, suku bunga bank juga akan terus ditekan jadi lebih rendah. Namun pertanyaannya, apakah dalam kondisi krisis saat ini pengusaha berani mengajukan kredit. Apalagi permintaan baik ekspor maupun domestik juga sedang melandai.

Berbeda dengan OJK, pengamat ekonomi dari CORE Indonesia Piter Abdullah menilai kebijakan mendorong target kredit dalam RBB perbankan adalah keliru. Pasalnya, menyalurkan kredit di tengah pandemi saat ini risiko kredit macet pasti akan meningkat. (Baca juga: Gegara yang Lain Sukses, Garuda Latah Tuntut Ganti Rugi ke Airbus)

Menurut dia, saat ini seharusnya fokus dari kebijakan bukan mendorong pertumbuhan ekonomi. Selama wabah pandemi masih berlangsung, perekonomian dipastikan melambat. Seharusnya yang jadi fokus pemerintah dan otoritas lebih kepada meningkatkan ketahanan ekonomi jangan sampai kolaps. "Pertumbuhan kredit rendah bukan masalah, asalkan tidak terjadi lonjakan kredit macet," tegasnya.

Sementara Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan, solusi yang paling dibutuhkan saat ini adalah stimulus dari pemerintah yang tepat sasaran. Bagaimana pengeluaran pemerintah itu mampu mendorong permintaan masyarakat. Misalnya dengan program yang efektif meningkatkan daya beli khususnya untuk masyarakat miskin.

Caranya bisa menggunakan skema perlindungan sosial sebagai bumper, lalu diikuti penciptaan lapangan pekerjaan. Penyaluran stimulus fiskal juga harus mampu bangkitkan usaha-usaha sektor produktif. "Karena bagaimana pun masyarakat harus diberi pekerjaan supaya punya kemampuan belanja," ujarnya.

Kemudian menurut dia, konsep pemerintah menyalurkan bansos juga harus jelas. Adalah sebuah kekeliruan besar bila menyalurkan bansos, tapi berharap juga meningkatkan kegiatan ekonomi. Karena sifat bansos hanya searah. Pemerintah berikan bantuan dan masyarakat miskin terbantu. "Sederhana saja. Skema perlindungan sosial adalah transfer payment yang sepihak. Sudah cukup," katanya.

Enny menilai fokus bansos cukup menanggulangi daya beli orang miskin dan rentan miskin tanpa banyak variasi skema. Karena bila skemanya terlalu kompleks akan menimbulkan banyak masalah seperti konflik kepentingan atau moral hazard. (Lihat videonya: Viral, Janda di Bangka Belitung Jual Rumah Beserta Pemilik)

Selain itu, juga akan semakin susah proses monitornya dan evaluasi dampaknya di masyarakat. "Program pemulihan ekonomi jangan tumpang tindih dengan bansos. Program bansos juga harus yang terukur untuk kemudian dievaluasi," katanya.

Senada dengan Enny, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan menuturkan, alokasi anggaran untuk bansos senilai Rp203 triliun dapat mendukung daya beli masyarakat. "Kami memandang mayoritas dari anggaran ini baru akan didistribusikan ada semester II/2020. Hal ini dapat mendukung daya beli masyarakat dan proses pemulihan ekonomi pada paruh kedua tahun ini," tegas Katarina.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1557 seconds (0.1#10.140)