Pemerintah Guyur Insentif Kendaraan Listrik pada 20 Maret, Ini Pesan Analis
loading...
A
A
A
Pemerintah juga harus mampu mengantisipasi dan mengoreksi kebijakan insentif tersebut bila perkembangan KBLBB belum menuju arah yang sesuai.
Resiko yang kerap muncul adalah selepas usainya pemberian insentif, penjualan KBLBB dapat menurun drastis. Hal tersebut pernah terjadi di beberapa negara, serta membutuhkan rencana dan antisipasi yang matang dari pemerintah.
Bantuan KBLBB juga diharapkan dapat memiliki elemen progresif untuk memberi insentif lebih pada karakteristik KBLBB yang lebih baik.
“Misalnya, kendaraan dengan jarak tempuh yang lebih jauh, teknologi yang lebih maju, atau kandungan domestik yang lebih tinggi,” urainya.
Menurut dia, hal tersebut dapat mendorong karakteristik kendaraan listrik yang dapat menjawab kebutuhan dan keraguan pengguna, dan pada akhirnya mendorong adopsi yang lebih cepat.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan mengatakan, untuk mengejar adopsi KBLBB di Indonesia, pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang pro terhadap program ini.
Regulasi tersebut dirancang berupa skema bantuan pemerintah yang diharapkan dapat menstimulasi pasar kendaraan listrik. Meskipun sudah ada Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program KBLBB, kebijakan tersebut belum cukup untuk menggenjot produksi dan pernjualan KBLBB di Tanah Air.
Menurut Luhut, penggunaan KBLBB akan mendorong keberlanjutan alam dengan mengurangi emisi gas rumah kaca dan sumber daya Indonesia yang kaya akan bahan baku critical minerals untuk KBLBB.
“Saat ini kita sedang bangun industri baterai, tentunya akan mendorong penciptaan lapangan kerja baru dan menaikkan pendapatan negara kita,” ujarnya saat jumpa pers, Senin (6/3).
Resiko yang kerap muncul adalah selepas usainya pemberian insentif, penjualan KBLBB dapat menurun drastis. Hal tersebut pernah terjadi di beberapa negara, serta membutuhkan rencana dan antisipasi yang matang dari pemerintah.
Bantuan KBLBB juga diharapkan dapat memiliki elemen progresif untuk memberi insentif lebih pada karakteristik KBLBB yang lebih baik.
“Misalnya, kendaraan dengan jarak tempuh yang lebih jauh, teknologi yang lebih maju, atau kandungan domestik yang lebih tinggi,” urainya.
Menurut dia, hal tersebut dapat mendorong karakteristik kendaraan listrik yang dapat menjawab kebutuhan dan keraguan pengguna, dan pada akhirnya mendorong adopsi yang lebih cepat.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan mengatakan, untuk mengejar adopsi KBLBB di Indonesia, pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang pro terhadap program ini.
Regulasi tersebut dirancang berupa skema bantuan pemerintah yang diharapkan dapat menstimulasi pasar kendaraan listrik. Meskipun sudah ada Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program KBLBB, kebijakan tersebut belum cukup untuk menggenjot produksi dan pernjualan KBLBB di Tanah Air.
Menurut Luhut, penggunaan KBLBB akan mendorong keberlanjutan alam dengan mengurangi emisi gas rumah kaca dan sumber daya Indonesia yang kaya akan bahan baku critical minerals untuk KBLBB.
“Saat ini kita sedang bangun industri baterai, tentunya akan mendorong penciptaan lapangan kerja baru dan menaikkan pendapatan negara kita,” ujarnya saat jumpa pers, Senin (6/3).