Kajian UI Sebut Dugaan Kartel Minyak Goreng Tidak Didukung Bukti Kuat

Selasa, 04 April 2023 - 20:32 WIB
loading...
A A A
Diterangkan juga olehnya bahwa, penetapan HET di bawah harga keekonomian membuat oknum-oknum distributor sengaja menimbun produk dan menjual minyak goreng dengan harga yang jauh di atas HET. Di lain pihak, masyarakat terpengaruh secara psikologis dan bertindak irasional dalam melakukan pembelian minyak goreng kemasan (panic buying).

"Sementara, kebijakan DMO/DPO tidak bisa mengatasi kelangkaan dan justru menimbulkan ketidakpastian dan inefisiensi perdagangan karena proses distribusi minyak goreng di luar kendali produsen," ungkap Ditha.

Sebagaimana diketahui, kenaikan harga yang diikuti kelangkaan minyak goreng di tahun 2021 hingga 2022 telah mendorong KPPU melakukan penyelidikan hingga pemeriksaan adanya indikasi pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c dalam Undang-Undang Nomor 5/1999 oleh 27 perusahaan minyak goreng kemasan (Terlapor).

Para Terlapor diduga membuat kesepakatan penetapan harga minyak goreng kemasan pada periode Oktober-Desember 2021 dan periode Maret–Mei 2022, dan membatasi peredaran atau penjualan minyak goreng kemasan pada periode Januari–Mei 2022.

Investigator KPPU dalam Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) mendalilkan dugaan pelanggaran Pasal 5 tersebut berdasarkan bukti adanya perjanjian di antara pelaku usaha, yaitu adanya perilaku bersama-sama (concerted) untuk menaikan harga minyak goreng pada periode Oktober - Desember 2021 dan periode Maret – Mei 2022.

Selain itu, adanya pemberitahuan secara serentak dan bersamaan kepada distributor dan/atau peritel yang didukung oleh alat bukti terkait adanya komunikasi atau interaksi melalui rapat asosiasi.

Menurut Kajian LKPU-FHUI, tindakan menaikan harga suatu barang atau jasa dalam kegiatan usaha merupakan tindakan yang biasa dilakukan. Sebagai contoh, pelaku usaha bahan bakar minyak (BBM) akan menaikan harga jual ketika harga minyak dunia meningkat, dan tindakan menaikkan harga tersebut juga dilakukan hampir bersamaan.

Sepanjang tidak dilakukan berdasarkan kesepakatan atau perjanjian, maka tindakan tersebut bukan perbuatan yang dilarang. Artinya, tidak tepat apabila investigator KPPU menggunakan tindakan menaikkan harga secara bersamaan sebagai bukti telah terjadi perjanjian.

Sementara bukti adanya komunikasi di antara pelaku ternyata hanya berbentuk rekapitulasi rapat-rapat di asosiasi, tanpa menunjukkan materi pembahasan dari rapat-rapat tersebut, khususnya pembicaraan mengenai harga. Ini tidak kuat apabila digunakan sebagai bukti adanya penetapan harga.

“Dengan demikian, bisa dikatakan unsur-unsur perjanjian maupun penetapan harga sebagaimana terdapat dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5/1999 tidak terpenuhi,” kata Ditha.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1921 seconds (0.1#10.140)