Pemulihan China Jadi Angin Segar ke Ekonomi Asia, IMF Wanti-wanti Krisis Perbankan Barat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dana Moneter Internasional (IMF) menaikkan proyeksi ekonomi Asia seiring dengan pemulihan yang terjadi di China. Meski begitu IMF tetap memperingatkan risiko dari tren inflasi tinggi berkepanjangan dan volatilitas pasar global yang didorong oleh krisis sektor perbankan Barat.
Pembukaan kembali ekonomi China , disebut IMF bakal sangat penting bagi kawasan Asia yang bakal mendapatkan limpahan konsumsi dan permintaan sektor jasa daripada investasi.
"Asia dan Pasifik akan menjadi kawasan utama dunia yang paling dinamis pada tahun 2023, terutama didorong oleh prospek yang meningkat untuk China dan India," kata IMF dalam laporan prospek ekonomi regional terbarunya seperti dikutip dari Reuters, Rabu (3/5/2023).
"Seperti di seluruh dunia, permintaan domestik diperkirakan akan tetap menjadi pendorong pertumbuhan terbesar di seluruh Asia pada tahun 2023," lanjutnya.
Ekonomi Asia diperkirakan akan tumbuh 4,6% tahun ini setelah kenaikan 3,8% pada 2022, berkontribusi sekitar 70% dari pertumbuhan global, kata IMF. Hal itu meningkatkan perkiraannya sebesar 0,3 poin persentase dari Oktober.
China dan India akan menjadi pendorong utama dengan ekspansi masing-masing 5,2% dan 5,9%, meskipun pertumbuhan di seluruh Asia juga diperkirakan akan mencapai titik terendah tahun ini, kata laporan itu.
Tetapi IMF memangkas proyeksi pertumbuhan Asia tahun depan sebesar 0,2 poin menjadi 4,4% dan memperingatkan risiko terhadap prospek seperti inflasi yang lebih tinggi. Ditambah melambatnya permintaan global serta dampak dari tekanan sektor perbankan AS dan Eropa.
"Sementara spillovers ke kawasan dari tekanan di sektor keuangan AS dan Eropa telah relatif terkendali sejauh ini, Asia tetap rentan terhadap pengetatan kondisi keuangan dan repricing aset yang tiba-tiba dan tidak teratur," kata IMF.
Dan sementara Asia memiliki penyangga modal dan likuiditas yang kuat untuk menangkis guncangan pasar, sektor korporasi dan rumah tangga yang sangat leverage di kawasan ini "secara signifikan" lebih terpapar pada peningkatan tajam dalam biaya pinjaman, tambahnya.
IMF juga mendesak bank-bank sentral di Asia – tidak termasuk Jepang dan China – untuk menjaga kebijakan moneter ketat untuk menurunkan inflasi yang kemungkinan tetap tinggi yang sebagian karena penguatan permintaan domestik.
"Pengetatan yang tidak memadai dalam jangka pendek akan membutuhkan pengetatan moneter yang lebih tidak proporsional nanti untuk menghindari inflasi tinggi menjadi mendarah daging, membuat kontraksi yang lebih besar lebih mungkin terjadi."
Sementara China akan menjadi pendorong utama pertumbuhan kawasan itu. "Namun sektor properti negara itu tetap menjadi risiko yang perlu ditangani oleh para pembuat kebijakan untuk memastikan pemulihan yang merata di sektor ini," kata IMF.
Pembukaan kembali ekonomi China , disebut IMF bakal sangat penting bagi kawasan Asia yang bakal mendapatkan limpahan konsumsi dan permintaan sektor jasa daripada investasi.
"Asia dan Pasifik akan menjadi kawasan utama dunia yang paling dinamis pada tahun 2023, terutama didorong oleh prospek yang meningkat untuk China dan India," kata IMF dalam laporan prospek ekonomi regional terbarunya seperti dikutip dari Reuters, Rabu (3/5/2023).
"Seperti di seluruh dunia, permintaan domestik diperkirakan akan tetap menjadi pendorong pertumbuhan terbesar di seluruh Asia pada tahun 2023," lanjutnya.
Ekonomi Asia diperkirakan akan tumbuh 4,6% tahun ini setelah kenaikan 3,8% pada 2022, berkontribusi sekitar 70% dari pertumbuhan global, kata IMF. Hal itu meningkatkan perkiraannya sebesar 0,3 poin persentase dari Oktober.
China dan India akan menjadi pendorong utama dengan ekspansi masing-masing 5,2% dan 5,9%, meskipun pertumbuhan di seluruh Asia juga diperkirakan akan mencapai titik terendah tahun ini, kata laporan itu.
Tetapi IMF memangkas proyeksi pertumbuhan Asia tahun depan sebesar 0,2 poin menjadi 4,4% dan memperingatkan risiko terhadap prospek seperti inflasi yang lebih tinggi. Ditambah melambatnya permintaan global serta dampak dari tekanan sektor perbankan AS dan Eropa.
"Sementara spillovers ke kawasan dari tekanan di sektor keuangan AS dan Eropa telah relatif terkendali sejauh ini, Asia tetap rentan terhadap pengetatan kondisi keuangan dan repricing aset yang tiba-tiba dan tidak teratur," kata IMF.
Dan sementara Asia memiliki penyangga modal dan likuiditas yang kuat untuk menangkis guncangan pasar, sektor korporasi dan rumah tangga yang sangat leverage di kawasan ini "secara signifikan" lebih terpapar pada peningkatan tajam dalam biaya pinjaman, tambahnya.
IMF juga mendesak bank-bank sentral di Asia – tidak termasuk Jepang dan China – untuk menjaga kebijakan moneter ketat untuk menurunkan inflasi yang kemungkinan tetap tinggi yang sebagian karena penguatan permintaan domestik.
"Pengetatan yang tidak memadai dalam jangka pendek akan membutuhkan pengetatan moneter yang lebih tidak proporsional nanti untuk menghindari inflasi tinggi menjadi mendarah daging, membuat kontraksi yang lebih besar lebih mungkin terjadi."
Sementara China akan menjadi pendorong utama pertumbuhan kawasan itu. "Namun sektor properti negara itu tetap menjadi risiko yang perlu ditangani oleh para pembuat kebijakan untuk memastikan pemulihan yang merata di sektor ini," kata IMF.
(akr)