8 BUMN yang Punya Utang Jumbo, Terbesar Capai Ratusan Triliun
loading...
A
A
A
4. PT Adhi Karya Tbk (ADHI)
ADHI menduduki posisi keempat sebagai emiten konstruksi pelat merah yang mencatat utang jumbo. Dari laporan keuangan per 31 Maret 2023, utang perusahaan, termasuk liabilitas, sebesar Rp30,29 triliun. Adapun utang jangka pendek perusahaan senilai Rp23,37 triliun dan utang jangka panjang mencapai Rp6,91 triliun.
5. PT PLN (Persero)
Hingga akhir 2022 utang BUMN kelistrikan ini mencapai Rp409 triliun. Jumlah tersebut turun 9,1% dari posisi 2020 di angka Rp450 triliun. Perusahaan sukses menurunkan saldo utang sebesar Rp41 triliun setelah sebelumnya membayar utang periode 2020-2022 senilai Rp62,5 triliun.
6. PT Garuda Indonesia Tbk
Sebelum Garuda Indonesia mendapatkan kesepakatan damai atau homologasi dengan kreditur pada Juni 2022 lalu, Tim Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) mencatat utang emiten transportasi tersebut sebesar Rp142 triliun. Jumlah tersebut terdiri atas Daftar Piutang Tetap (DPT) lessor, DPT preferen, dan DPT non lessor.
Dilansir dari laman PKPU Garuda, Kamis (16/6/2022), jumlah utang lessor atau perusahaan penyewa pesawat mencapai Rp104,37 triliun, DPT non lessor Rp34,09 triliun, dan DPT preferen senilai Rp3,95 triliun.
7. PTPN III
Utang Holding Perkebunan Nusantara atau PTPN III sekitar Rp41 triliun berdasarkan data hingga Februari 2023. Pada 2021 lalu, utang yang dibukukan PTPN III sebesar Rp45,3 triliun. Sumber utang berasal dari 23 bank dengan nilai Rp41,2 triliun dan sisanya dalam bentuk surat utang.
Sejak dua tahun lalu, utang perseroan tengah direstrukturisasi melalui kerja sama penandatanganan Master Amendment Agreement Transformasi Keuangan dengan sejumlah lembaga keuangan nasional.
8. PT KAI (Persero)
Sejak tahun 2020, KAI memiliki utang mencapai Rp15,5 triliun. Utang ini beragam, dari utang Rp1,5 triliun untuk modal kerja, obligasi senilai Rp4 triliun, utang jangka panjang Rp10 triliun.
Perseroan tercatat mengajukan pinjaman kepada perbankan untuk biaya operasional. Di mana, manajemen mengajukan pinjaman modal kerja senilai Rp8 triliun. Meski begitu, sejak Mei 2020 nilai kredit baru digunakan perseroan sebesar Rp1,5 triliun.
ADHI menduduki posisi keempat sebagai emiten konstruksi pelat merah yang mencatat utang jumbo. Dari laporan keuangan per 31 Maret 2023, utang perusahaan, termasuk liabilitas, sebesar Rp30,29 triliun. Adapun utang jangka pendek perusahaan senilai Rp23,37 triliun dan utang jangka panjang mencapai Rp6,91 triliun.
5. PT PLN (Persero)
Hingga akhir 2022 utang BUMN kelistrikan ini mencapai Rp409 triliun. Jumlah tersebut turun 9,1% dari posisi 2020 di angka Rp450 triliun. Perusahaan sukses menurunkan saldo utang sebesar Rp41 triliun setelah sebelumnya membayar utang periode 2020-2022 senilai Rp62,5 triliun.
6. PT Garuda Indonesia Tbk
Sebelum Garuda Indonesia mendapatkan kesepakatan damai atau homologasi dengan kreditur pada Juni 2022 lalu, Tim Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) mencatat utang emiten transportasi tersebut sebesar Rp142 triliun. Jumlah tersebut terdiri atas Daftar Piutang Tetap (DPT) lessor, DPT preferen, dan DPT non lessor.
Dilansir dari laman PKPU Garuda, Kamis (16/6/2022), jumlah utang lessor atau perusahaan penyewa pesawat mencapai Rp104,37 triliun, DPT non lessor Rp34,09 triliun, dan DPT preferen senilai Rp3,95 triliun.
7. PTPN III
Utang Holding Perkebunan Nusantara atau PTPN III sekitar Rp41 triliun berdasarkan data hingga Februari 2023. Pada 2021 lalu, utang yang dibukukan PTPN III sebesar Rp45,3 triliun. Sumber utang berasal dari 23 bank dengan nilai Rp41,2 triliun dan sisanya dalam bentuk surat utang.
Sejak dua tahun lalu, utang perseroan tengah direstrukturisasi melalui kerja sama penandatanganan Master Amendment Agreement Transformasi Keuangan dengan sejumlah lembaga keuangan nasional.
8. PT KAI (Persero)
Sejak tahun 2020, KAI memiliki utang mencapai Rp15,5 triliun. Utang ini beragam, dari utang Rp1,5 triliun untuk modal kerja, obligasi senilai Rp4 triliun, utang jangka panjang Rp10 triliun.
Perseroan tercatat mengajukan pinjaman kepada perbankan untuk biaya operasional. Di mana, manajemen mengajukan pinjaman modal kerja senilai Rp8 triliun. Meski begitu, sejak Mei 2020 nilai kredit baru digunakan perseroan sebesar Rp1,5 triliun.