Venezuela Mau Gabung BRICS, Harta Karunnya Bukan Kaleng-kaleng: Kalahkan Raja Minyak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rencana Venezuela bergabung dengan BRICS semakin serius. Keseriusan itu terlihat dalam perjanjian kerja sama ekonomi, perdagangan, dan pariwisata dengan China.
Melansir Reuters, Kamis (14/9/2023), saat berkunjung ke China pada Rabu kemarin, Presiden Nicolas Maduro mengatakan Venezuela bersedia berkomunikasi dan bekerja sama secara erat dengan China dalam kerangka multilateral, seperti mekanisme BRICS dan PBB.
Bahkan Venezule secara aktif berupaya menjadi anggota BRICS, sekelompok negara berkembang yang baru-baru ini telah berekspansi dengan menerima anggota baru.
Jika Venezuela resmi bergabung, maka BRICS akan mendapat kekuatan baru. Sebuah kekuatan yang dahsyat bagi BRICS untuk mengimbangi kelompok G7 yang digawangi Amerika Serikat.
Meski Venezuela tengah didera inflasi tinggi yang berkepanjangan, namun negara Amerika latin ini memiliki kandungan harta karun berupa minyak yang sangat luar biasa, bahkan mengalahkan negara-negara yang disebut raja minyak sekalipun, seperti Arab Saudi.
Beradasarkan data BP World Energy Statistics 2022, Venezuela memiliki cadangan minyak terbukti lebih banyak dibandingkan negara lain mana pun di dunia. Cadangan minyak terbukti Venezuela mencapai 304 miliar barel, melampaui cadangan Arab Saudi yang berjumlah 298 miliar barel dan juga cadangan terbukti AS yang hanya 69 miliar barel.
Saat ini memang Venezuela bukan negara penghasil minyak terbesar di dunia karena produksinya hanya 605.000 barel per hari. Dengan jumlah produksi sebanyak itu, Venezuela hanya menduduki perikat 25, jauh di bawah Arab Saudi yang menghasilkan 9,4 juta barel dan Amerika yang sebanyak 11,1 juta barel per hari.
Kemampuan Venezuela menyedot minyaknya memang sangat terbatas lantaran kebijakan negara tersebut saat berada di bawah kendali mendiang Hugo Chavez. Saat itu Chavez menginginkan pembagian hasil yang lebih besar dari perusahaan yang menyedot minyak Venezuela.
Tak pelak, kebijakan tersebut membuat sejumlah perusahaan minyak menolak sehingga pemerintahan Chavez merebut aset-aset dan mengusir perusahaan. Amerika dan sekutunya pun geram dan memberikan berbagai sanksi yang ujungnya menurukan jumlah sedotan minyak Venezuela secara drastis.
Melansir Reuters, Kamis (14/9/2023), saat berkunjung ke China pada Rabu kemarin, Presiden Nicolas Maduro mengatakan Venezuela bersedia berkomunikasi dan bekerja sama secara erat dengan China dalam kerangka multilateral, seperti mekanisme BRICS dan PBB.
Bahkan Venezule secara aktif berupaya menjadi anggota BRICS, sekelompok negara berkembang yang baru-baru ini telah berekspansi dengan menerima anggota baru.
Jika Venezuela resmi bergabung, maka BRICS akan mendapat kekuatan baru. Sebuah kekuatan yang dahsyat bagi BRICS untuk mengimbangi kelompok G7 yang digawangi Amerika Serikat.
Meski Venezuela tengah didera inflasi tinggi yang berkepanjangan, namun negara Amerika latin ini memiliki kandungan harta karun berupa minyak yang sangat luar biasa, bahkan mengalahkan negara-negara yang disebut raja minyak sekalipun, seperti Arab Saudi.
Beradasarkan data BP World Energy Statistics 2022, Venezuela memiliki cadangan minyak terbukti lebih banyak dibandingkan negara lain mana pun di dunia. Cadangan minyak terbukti Venezuela mencapai 304 miliar barel, melampaui cadangan Arab Saudi yang berjumlah 298 miliar barel dan juga cadangan terbukti AS yang hanya 69 miliar barel.
Saat ini memang Venezuela bukan negara penghasil minyak terbesar di dunia karena produksinya hanya 605.000 barel per hari. Dengan jumlah produksi sebanyak itu, Venezuela hanya menduduki perikat 25, jauh di bawah Arab Saudi yang menghasilkan 9,4 juta barel dan Amerika yang sebanyak 11,1 juta barel per hari.
Kemampuan Venezuela menyedot minyaknya memang sangat terbatas lantaran kebijakan negara tersebut saat berada di bawah kendali mendiang Hugo Chavez. Saat itu Chavez menginginkan pembagian hasil yang lebih besar dari perusahaan yang menyedot minyak Venezuela.
Tak pelak, kebijakan tersebut membuat sejumlah perusahaan minyak menolak sehingga pemerintahan Chavez merebut aset-aset dan mengusir perusahaan. Amerika dan sekutunya pun geram dan memberikan berbagai sanksi yang ujungnya menurukan jumlah sedotan minyak Venezuela secara drastis.