Bergerak Menuju Pembiayaan Berkelanjutan bagi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Kamis, 09 November 2023 - 10:13 WIB
loading...
A A A
HSBC percaya bahwa integrasi antara lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan (ESG) dalam proses pembuatan keputusan finansial membuka peluang positif untuk mendorong perubahan dunia ke arah lebih baik. Perusahaan memiliki visi untuk mencapai Net Zero Emission pada praktik operasional dan rantai pasokannya di 2030 dan pada portofolionya di 2050.

Salah satu tantangan utama adalah perluasan praktik keuangan berkelanjutan di luar proyek-proyek besar dan berdampak langsung, seperti energi terbarukan. Meningkatkan inklusi keuangan berkelanjutan adalah salah satu tantangan yang masih dihadapi, terutama di daerah-daerah pedesaan.

Kepedulian Terhadap Perubahan Iklim Mendasari Pembiayaan Berkelanjutan

Perubahan iklim adalah faktor utama yang mendasari inisiatif keuangan berkelanjutan dan transisi nir-emisi. Dalam laporan World Bank "Turn Down the Heat: Confronting the New Climate Normal," dinyatakan bahwa perubahan iklim telah menyebabkan peningkatan suhu rata-rata global, yang berdampak pada pola cuaca yang ekstrem, kenaikan tingkat laut, dan berbagai ancaman bagi masyarakat dan lingkungan.

Dengan demikian, semua pihak harus bekerja sama untuk minimalisir kenaikan suhu global pada tahun 2040 nanti hingga maksimal di bawah 1,5% atau lebih rendah lagi. Jika kerja sama ini gagal kita semua terancam merasakan dampak emisi gas rumah kaca yang lebih besar, yang berarti kekeringan yang lebih parah, kenaikan permukaan air laut, dan meningkatnya risiko terhadap ketahanan pangan dan air, hingga mata pencaharian.

Tanpa tindakan bersama, planet ini akan terus memanas dan peristiwa cuaca ekstrem yang saat ini “kadang-kadang” terjadi dapat menjadi iklim normal yang baru.

Pemahaman perubahan iklim dalam pembiayaan berkelanjutan mendorong terciptanya urgensi dalam berinvestasi dalam proyek-proyek yang dapat mengurangi dampak negatif perubahan iklim dan mempersiapkan Indonesia untuk menghadapi tantangan masa depan terkait perubahan iklim.

Kemitraan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting dalam mencapai tujuan pembiayaan berkelanjutan dan transisi nir-emisi, dengan tanggung jawab masing-masing yang proporsional. Inovasi juga menjadi kunci dalam memecahkan masalah-masalah yang kompleks dalam pembiayaan berkelanjutan.

Andhyta Firselly Utami menyoroti pentingnya kolaborasi, "Pembiayaan berkelanjutan membutuhkan kolaborasi lintas sektor. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau perusahaan, tetapi tanggung jawab bersama kita. Dalam konsep keuangan atau pembiayaan berkelanjutan, konsep kolaborasi ini terus didengungkan oleh semua pihak."

Pendanaan Adalah Tantangan Terbesar Transmisi Menuju Nol Karbon

Menurut Andhyta, salah satu tantangan terbesar dalam transisi menuju nol karbon adalah pendanaan. Biaya yang diperlukan untuk melakukan proses transisi tersebut sangat besar, dan selama ini masih dianggap terpisah atau eksternalitas dari proses produksi dan konsumsi.

Sebagai contoh ilustrasi, untuk di negara berkembang Asia, ADB memperkirakan investasi tahunan sebesar USD1,7 triliun dibutuhkan untuk infrastruktur transmisi tersebut hingga tahun 2030. Pengeluaran ini harus dibiayai sedemikian rupa sehingga pendanaan dari hal-hal lain seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan tidak akan teralihkan dan masyarakat tidak merasakan dampaknya.

Inilah alasan mengapa sektor jasa keuangan memainkan peran penting dan bank-bank dapat mendukung transisi ini dengan pembiayaan.

Untuk pasar seperti di Asia, di mana lebih dari 50% energinya menggunakan bahan baku batu bara, penting untuk memastikan bahwa transisi tersebut adil dan inklusif, dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial dari transisi yang akan disesuaikan dengan realitas lokal dan kebutuhan pembangunan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1520 seconds (0.1#10.140)