Pedas! Pemerintah Disebut Lamban dan Setengah-setengah Atasi Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Institute For Development of Economics and Finance (Indef) menyebut kebijakan pemerintah dalam mengatasi pandemi saat ini terlambat dan setengah-setengah. Implikasinya, kasus positif Covid-19 masih terus meningkat dan tekanan ke ekonomi terus berlanjut.
Indef menilai, respons kesehatan terhadap pandemi terlambat dan pelaksanaan new normal pun terlalu longgar sehingga kasus positif Covid-19 terus meningkat. Sementara di negara lain, pemerintah melawan pandemi corona dengan mengurangi interaksi dan kerumunan sambil memberikan bantuan sosial yang cukup.
(Baca Juga: Marah 3 Kali, Menteri Tak Juga Berganti)
"Dengan demikian rakyat yang pekerjaannya berisiko kesehatan tinggi bisa tinggal di rumah dan menekan penyebaran. Tapi data penduduk miskin dan rentan Indonesia yang terakhir di-update secara nasional itu tahun 2015 tidak lagi akurat untuk jadi acuan penyaluran bansos di tahun 2020. Akibatnya PSBB rendah efektivitasnya," ujar Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto dalam diskusi online di Jakarta, Kamis (6/8/2020).
Tanpa penurunan kasus Covid-19 yang nyata, sambung dia, pelaku ekonomi dan investor akan tetap menahan langkah. Akibatnya, meski triliunan rupiah telah dialokasikan untuk pemulihan ekonomi, dengan realisasi masih rendah dan penyebaran pandemi yang masih terus meningkat, pertumbuhan ekonomi pun tersandung. "Dampaknya ditunjukkan pada angka pertumbuhan triwulan II/2020," tegas Eko.
(Baca Juga: Nggak Ada yang Baru, Ini Jurus Pemerintah Tangkal Resesi)
Dari sisi pengeluaran, kata dia, terlihat sekali bahwa di triwulan II konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi yang sangat besar di mana pertumbuhannya -5,51% (yoy), yang menandakan daya beli yang turun drastis. Menurut Eko, pertumbuhan minus pada sisi konsumsi ini yang pertama kali selama era reformasi. Padahal 57,85% perekonomian Indonesia sangat bergantung dari laju konsumsi rumah tangga.
"Ketika posisinya konsumsi rumah tangga minus, maka sangat mengganggu terhadap keseluruhan dari komponen pembentuk PDB," tandasnya.
Lihat Juga: Riset INDEF Tempatkan Kampus UMKM Shopee sebagai Program Pelatihan Terpopuler untuk UMKM
Indef menilai, respons kesehatan terhadap pandemi terlambat dan pelaksanaan new normal pun terlalu longgar sehingga kasus positif Covid-19 terus meningkat. Sementara di negara lain, pemerintah melawan pandemi corona dengan mengurangi interaksi dan kerumunan sambil memberikan bantuan sosial yang cukup.
(Baca Juga: Marah 3 Kali, Menteri Tak Juga Berganti)
"Dengan demikian rakyat yang pekerjaannya berisiko kesehatan tinggi bisa tinggal di rumah dan menekan penyebaran. Tapi data penduduk miskin dan rentan Indonesia yang terakhir di-update secara nasional itu tahun 2015 tidak lagi akurat untuk jadi acuan penyaluran bansos di tahun 2020. Akibatnya PSBB rendah efektivitasnya," ujar Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto dalam diskusi online di Jakarta, Kamis (6/8/2020).
Tanpa penurunan kasus Covid-19 yang nyata, sambung dia, pelaku ekonomi dan investor akan tetap menahan langkah. Akibatnya, meski triliunan rupiah telah dialokasikan untuk pemulihan ekonomi, dengan realisasi masih rendah dan penyebaran pandemi yang masih terus meningkat, pertumbuhan ekonomi pun tersandung. "Dampaknya ditunjukkan pada angka pertumbuhan triwulan II/2020," tegas Eko.
(Baca Juga: Nggak Ada yang Baru, Ini Jurus Pemerintah Tangkal Resesi)
Dari sisi pengeluaran, kata dia, terlihat sekali bahwa di triwulan II konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi yang sangat besar di mana pertumbuhannya -5,51% (yoy), yang menandakan daya beli yang turun drastis. Menurut Eko, pertumbuhan minus pada sisi konsumsi ini yang pertama kali selama era reformasi. Padahal 57,85% perekonomian Indonesia sangat bergantung dari laju konsumsi rumah tangga.
"Ketika posisinya konsumsi rumah tangga minus, maka sangat mengganggu terhadap keseluruhan dari komponen pembentuk PDB," tandasnya.
Lihat Juga: Riset INDEF Tempatkan Kampus UMKM Shopee sebagai Program Pelatihan Terpopuler untuk UMKM
(fai)