Kenaikan Upah Minimum Tak Sampai 10% Bikin Cemas Investor, Kok Bisa?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kenaikan upah minimum provinsi (UMP ) yang terlalu rendah, dinilai bisa berdampak pada iklim investasi ke Indonesia. Sebab menurutnya Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, dengan kenaikan upah yang rendah ini, akan berdampak daya beli masyarakat yang tidak akan naik.
Mengingat besaran kenaikan upah ini juga harus menghadapi inflasi dan nilai tukar yang fluktuatif saat ini. Kenaikan UMP untuk tahun 2024 masih tergolong cukup rendah, dimana tidak ada satu provinsi pun yang kenaikan upahnya melebihi 10%.
"Bagi investor yang melihat kaitan upah dengan sisi permintaan konsumen tahun depan, khawatir dengan rendahnya daya beli," kata Bhima saat dihubungi MNC Portal, Senin (27/11/2023).
Menurutnya fenomena kenaikan upah minimun provinsi tahun 2024 yang besarannya tidak sampai 10% ini bakal memicu kekhawatiran terutama bagi investor yang bergerak di bidang consumer goods. Ditambah serta perlengkapan rumah tangga berfikir ulang untuk menambah modal untuk ekspansi.
Menurut Bhima, idealnya kenaikan upah minimun tahun 2024 untuk menjawab inflasi terutama di sektor pangan dan menghadapi kenaikan nilai tukar, sebesar 10%. Namun faktanya rata-rata kenaikan UMP 2024 hanya sebesar 5%.
"Ini justru memicu ketakutan investor terutama yang bergerak di sektor consumer goods dan perlengkapan rumah tangga untuk berpikir ulang menambah investasinya," kata Bhima.
Dengan proyeksi daya beli masyarakat terkoreksi karena kenaikan upah terlalu kecil, pada akhirnya menurut Bhima berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan. Bahkan menurutnya dirasa sulit pertumbuhan ekonomi nasional bisa tembus 5%.
"Sulit ya bisa tumbuh 5% tahun depan dengan stimulus upah yang terlalu rendah. Kenaikan UMP rata-rata nasional masih terlalu kecil, idealnya di atas 10% melihat tekanan inflasi pangan yang cukup berisiko menggerus daya beli," pungkasnya.
Mengingat besaran kenaikan upah ini juga harus menghadapi inflasi dan nilai tukar yang fluktuatif saat ini. Kenaikan UMP untuk tahun 2024 masih tergolong cukup rendah, dimana tidak ada satu provinsi pun yang kenaikan upahnya melebihi 10%.
"Bagi investor yang melihat kaitan upah dengan sisi permintaan konsumen tahun depan, khawatir dengan rendahnya daya beli," kata Bhima saat dihubungi MNC Portal, Senin (27/11/2023).
Menurutnya fenomena kenaikan upah minimun provinsi tahun 2024 yang besarannya tidak sampai 10% ini bakal memicu kekhawatiran terutama bagi investor yang bergerak di bidang consumer goods. Ditambah serta perlengkapan rumah tangga berfikir ulang untuk menambah modal untuk ekspansi.
Menurut Bhima, idealnya kenaikan upah minimun tahun 2024 untuk menjawab inflasi terutama di sektor pangan dan menghadapi kenaikan nilai tukar, sebesar 10%. Namun faktanya rata-rata kenaikan UMP 2024 hanya sebesar 5%.
"Ini justru memicu ketakutan investor terutama yang bergerak di sektor consumer goods dan perlengkapan rumah tangga untuk berpikir ulang menambah investasinya," kata Bhima.
Dengan proyeksi daya beli masyarakat terkoreksi karena kenaikan upah terlalu kecil, pada akhirnya menurut Bhima berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan. Bahkan menurutnya dirasa sulit pertumbuhan ekonomi nasional bisa tembus 5%.
"Sulit ya bisa tumbuh 5% tahun depan dengan stimulus upah yang terlalu rendah. Kenaikan UMP rata-rata nasional masih terlalu kecil, idealnya di atas 10% melihat tekanan inflasi pangan yang cukup berisiko menggerus daya beli," pungkasnya.
(akr)