Nasib Rupiah Kian Terpuruk, Sore Ini Ditutup Tembus Rp16.400 per USD

Jum'at, 14 Juni 2024 - 16:51 WIB
loading...
Nasib Rupiah Kian Terpuruk, Sore Ini Ditutup Tembus Rp16.400 per USD
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah pada perdagangan Jumat (14/6/2024). FOTO/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Nilai tukar (kurs) rupiah pada perdagangan hari ini ditutup melemah sampai 142 poin atau 0,87 persen ke level Rp16.412 setelah sebelumnya di Rp16.270 per USD. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah sempat dibuka pada level Rp16.298 per USD.

Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, indeks dolar AS dipengaruhi data pada hari Kamis menunjukkan bahwa harga produsen AS secara tak terduga turun pada bulan Mei, dengan indeks harga produsen (PPI) utama turun 0,2 persen bulan lalu setelah naik sebesar 0,5 persen yang tidak direvisi pada bulan April.

"Harga inti datar, setelah mengalami kenaikan 0,5% pada bulan sebelumnya. Hal ini terjadi setelah indeks harga konsumen (CPI) AS bulan Mei pada hari Rabu lebih lemah dari perkiraan para ekonom, sehingga mendorong aksi jual tajam pada greenback," tulis Ibrahim dalam risetnya, Jumat (14/6/2024).



Jika digabungkan, rilis IHK dan PPI kemungkinan besar Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE), yang merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed, juga akan menunjukkan penurunan tekanan harga. Namun optimisme terhadap pendinginan inflasi tidak cukup untuk menahan dolar melemah.

Selain itu, UE mengumumkan tarif tinggi antara 17 persen hingga 30 persen untuk impor kendaraan listrik Tiongkok. SAIC Motor Corp Ltd adalah yang paling terpukul karena menghadapi bea perdagangan paling tinggi di antara perusahaan sejenis.

UE mengikuti jejak AS dalam mengenakan tarif pada sektor kendaraan listrik China yang berkembang pesat. Namun tidak seperti AS, UE memang mewakili pasar utama bagi pembuat kendaraan listrik Tiongkok.

Tarif tersebut meningkatkan kekhawatiran bahwa UE dan AS akan memberlakukan lebih banyak pembatasan terhadap impor China, sementara Beijing juga dapat mengumumkan tindakan pembalasan, yang akan merusak hubungan antara negara-negara dengan ekonomi terbesar di dunia.

Dari sentimen domestik, risiko ekonomi global masih cenderung negatif, meskipun ada kemungkinan beberapa kejutan yang positif. Penyebabnya adalah ketegangan geopolitik yang meningkat dapat menyebabkan harga komoditas bergejolak, sementara fragmentasi perdagangan lebih lanjut berisiko menyebabkan gangguan tambahan pada jaringan perdagangan.

Kemudian, ketidakpastian kebijakan perdagangan telah mencapai tingkat yang sangat tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini ditandai dengan pemilihan umum (pemilu) di seluruh dunia sejak 2000. Inflasi terus menerus juga dapat menyebabkan penundaan dalam pelonggaran moneter.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1739 seconds (0.1#10.140)