Ini Kata BPJamsostek Soal Pekerja Informal Tak Dapat Subsidi Upah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan atau BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) menanggapi terkait kriteria penerima bantuan subsidi upah (BSU) yang merupakan penerima upah atau formal, tak termasuk dengan pekerja informal.
Direktur Perencanaan Strategis dan Teknologi Informasi BPJamsostek, Sumarjono mengatakan, pihaknya menyalurkan BSU berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan di dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 14 Tahun 2020.
"Jadi kriterianya sangat jelas, dan kami berdasarkan pada rel yang ada," ujar Sumarjono dalam konferensi pers virtual, Jumat (31/8/2020).
Adapun berdasarkan Permenaker Nomor 14 Tahun 2020, kriteria yang diterapkan antara lain pekerja merupakan Warga Negara Indonesia (WNI). Lalu masuk pada kategori pekerja Penerima Upah (PU) atau pekerja formal dan merupakan peserta BPJamsostek aktif sampai dengan Juni 2020, serta memiliki upah terakhir di bawah Rp5 juta sesuai data yang dilaporkan perusahaan dan tercatat pada BPJamsostek.
Diketahui, pemerintah juga telah menganggarkan Rp37,7 triliun untuk program subsidi bantuan upah bagi 15,7 juta pekerja yang terdampak pandemi Covid-19.
Untuk nominal yang akan diterima sejumlah Rp600 ribu per bulan setiap orang selama empat bulan. Lalu untuk skema penyaluran bantuan tersebut, akan ditransfer langsung ke rekening masing-masing pekerja dilakukan 2 bulan sekaligus sebanyak 2 kali. Dengan kata lain, tiap pekerja bisa mendapatkan total Rp2,4 juta. "Inilah nilai tambah yang dijelaskan sebagai peserta BPJamsostek," bebernya. (Baca: Intip Cara Cek Saldo BPJS Ketenagakerjaan dan Skema Pencairan BLT Rp600 )
Untuk saat ini, kata Sumarjono, bantuan upah tersebut memang ditujukan bagi pekerja penerima upah. Namun untuk nanti, pihaknya akan menunggu regulasi dari pemerintah untuk menyalurkan bantuan bagi pekerja informal.
"Kami yakin pemerintah memikirkan hal tersebut apakah nanti melalui BPJamsostek. Kami juga akan siap lakukan upaya terbaik bagi pekerja Indonesia," ujarnya.
Sebelumnya, Anggota Ombudsman RI Ahmad Suaedy mengatakan rencana pemerintah memberikan bantuan gaji tambahan bagi pekerja berpendapatan di bawah Rp5 juta adalah rencana yang bagus dan perlu didukung. Namun, dia mengatakan bantuan itu baru menjangkau sektor formal.
"Itu oke. Tetapi pemerintah harus juga memperhatikan orang di sektor informal yang lebih banyak dan lebih menyeluruh. Misalnya tukang angkot, tukang becak, tukang pedati, kaki lima, pedagang keliling, pedagang asongan," sebutnya. (Baca juga: Selama Pandemi COVID-19, 1,3 Juta Pekerja Informal Kehilangan Pekerjaan )
Ahmad mengatakan pemerintah juga harus memberikan bantuan kepada mereka di sektor informal. Bukan hanya untuk bertahan hidup, kata dia, bantuan tersebut juga harus diberikan sebagai stimulus agar mereka bisa mengembangkan ekonomi keluarga.
"Usaha ini perlu diperhatikan. Meskipun tidak boleh dilupakan, industri mungkin sebaiknya ditahan dulu dan pemerintah fokus untuk mendukung usaha keluarga," tukasnya.
Saat ini, imbuh dia, bantuan untuk sektor usaha mikro, kecil, dan menengah masih menggunakan definisi sebelum masa Covid-19. Padahal, di era ini banyak masyarakat yang juga mengembangkan usaha dengan skala sangat kecil untuk bisa bertahan hidup. "Bisa saja usahanya hanya skala RT RW," tutupnya.
Direktur Perencanaan Strategis dan Teknologi Informasi BPJamsostek, Sumarjono mengatakan, pihaknya menyalurkan BSU berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan di dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 14 Tahun 2020.
"Jadi kriterianya sangat jelas, dan kami berdasarkan pada rel yang ada," ujar Sumarjono dalam konferensi pers virtual, Jumat (31/8/2020).
Adapun berdasarkan Permenaker Nomor 14 Tahun 2020, kriteria yang diterapkan antara lain pekerja merupakan Warga Negara Indonesia (WNI). Lalu masuk pada kategori pekerja Penerima Upah (PU) atau pekerja formal dan merupakan peserta BPJamsostek aktif sampai dengan Juni 2020, serta memiliki upah terakhir di bawah Rp5 juta sesuai data yang dilaporkan perusahaan dan tercatat pada BPJamsostek.
Diketahui, pemerintah juga telah menganggarkan Rp37,7 triliun untuk program subsidi bantuan upah bagi 15,7 juta pekerja yang terdampak pandemi Covid-19.
Untuk nominal yang akan diterima sejumlah Rp600 ribu per bulan setiap orang selama empat bulan. Lalu untuk skema penyaluran bantuan tersebut, akan ditransfer langsung ke rekening masing-masing pekerja dilakukan 2 bulan sekaligus sebanyak 2 kali. Dengan kata lain, tiap pekerja bisa mendapatkan total Rp2,4 juta. "Inilah nilai tambah yang dijelaskan sebagai peserta BPJamsostek," bebernya. (Baca: Intip Cara Cek Saldo BPJS Ketenagakerjaan dan Skema Pencairan BLT Rp600 )
Untuk saat ini, kata Sumarjono, bantuan upah tersebut memang ditujukan bagi pekerja penerima upah. Namun untuk nanti, pihaknya akan menunggu regulasi dari pemerintah untuk menyalurkan bantuan bagi pekerja informal.
"Kami yakin pemerintah memikirkan hal tersebut apakah nanti melalui BPJamsostek. Kami juga akan siap lakukan upaya terbaik bagi pekerja Indonesia," ujarnya.
Sebelumnya, Anggota Ombudsman RI Ahmad Suaedy mengatakan rencana pemerintah memberikan bantuan gaji tambahan bagi pekerja berpendapatan di bawah Rp5 juta adalah rencana yang bagus dan perlu didukung. Namun, dia mengatakan bantuan itu baru menjangkau sektor formal.
"Itu oke. Tetapi pemerintah harus juga memperhatikan orang di sektor informal yang lebih banyak dan lebih menyeluruh. Misalnya tukang angkot, tukang becak, tukang pedati, kaki lima, pedagang keliling, pedagang asongan," sebutnya. (Baca juga: Selama Pandemi COVID-19, 1,3 Juta Pekerja Informal Kehilangan Pekerjaan )
Ahmad mengatakan pemerintah juga harus memberikan bantuan kepada mereka di sektor informal. Bukan hanya untuk bertahan hidup, kata dia, bantuan tersebut juga harus diberikan sebagai stimulus agar mereka bisa mengembangkan ekonomi keluarga.
"Usaha ini perlu diperhatikan. Meskipun tidak boleh dilupakan, industri mungkin sebaiknya ditahan dulu dan pemerintah fokus untuk mendukung usaha keluarga," tukasnya.
Saat ini, imbuh dia, bantuan untuk sektor usaha mikro, kecil, dan menengah masih menggunakan definisi sebelum masa Covid-19. Padahal, di era ini banyak masyarakat yang juga mengembangkan usaha dengan skala sangat kecil untuk bisa bertahan hidup. "Bisa saja usahanya hanya skala RT RW," tutupnya.
(ind)